[AKTING TROJAN] Plt Pimpinan Boneka Beraksi KPK Makin Loyo
Tren pelemahan KPK makin menguat, dugaan banyak pihak bahwa pengangkatan 3 Plt pengganti Busyro, dan BW + Samad (yg sukses dikriminalisasi Polri) merupakan trojan yang disusupkan oleh PDIP (parpol terkorup versi ICW) melalui Presiden Bonekawi untuk melemahkan bahkan menghancurkan KPK dari dalam semakin menunjukkan kebenarannya.
Berikut beberapa fakta yang menunjukkan hal tersebut: KPK Akhirnya Kalah di Era Jokowi
Spoiler
Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pertama kalinya mengaku kalah dalam urusan penanganan korupsi. Serangan bertubi-tubi dari berbagai penjuru arah melumpuhkan lembaga antikorupsi itu di kasus dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan.
Istilah 'kalah' diungkapkan oleh Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Dia menyebut, dalam liga pemberantasan korupsi, KPK harus kalah dalam kasus Komjen BG. Komentar ini sempat ditolak oleh Plt pimpinan KPK lainnya, Johan Budi.
"Liga pemberantasan korupsi harus terus jalan. Untuk satu kasus ini, kami KPK terima kalah. Tapi tak menyerah untuk pemberantasan korupsi," kata Ruki.
Sebelumnya, KPK memang tak pernah kalah. Dua kali perseteruan dengan Polri terkait penanganan kasus korupsi, KPK selalu 'menang'. Meski sempat dihantam hingga babak belur, bahkan dua pimpinan, seperti Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah ditahan polisi, akhirnya KPK tetap keluar sebagai pemenang.
Akhir cerita perseteruan yang dikenal dengan 'Cicak Buaya' jilid I pada tahun 2009 itu tetap berpihak pada KPK. Chandra dan Bibit bisa kembali ke KPK, setelah dinonaktifkan sementara. Kasusnya di kepolisian di-deponeering oleh Kejaksaan Agung. Tak ada kasus yang dihentikan atau dilimpahkan ke pihak lain.
Hal yang sama terjadi saat Cicak Buaya Jilid II yang menyerang penyidik senior Novel Baswedan. Ketika itu, KPK sedang sibuk mengusut kasus korupsi proyek simulator SIM dengan tersangka Irjen Pol Djoko Susilo. Novel sempat hendak ditangkap karena dugaan kasus penganiayaan terhadap tersangka saat dia masih bertugas di Bengkulu. Suasana pun memanas. Namun akhirnya, KPK tetap 'menang'. Novel Baswedan tetap bertugas seperti biasa, dan kasus Irjen Djoko berlanjut sampai ke persidangan, bahkan sampai divonis bersalah dengan hukuman tinggi.
Kontribusi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kedua perseteruan itu memang cukup besar. SBY bergerak cepat dan berpihak pada upaya pemberantasan korupsi. Di kasus jilid I, dia membentuk tim independen yang dikenal dengan Tim 8. Sejumlah fakta tentang kriminalisasi pun terkuak, hingga akhirnya diputuskan adanya deponeering untuk Bibit-Chandra.
"Oleh karena itu, solusi dan opsi lain yang lebih baik, yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan, namun perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu yaitu Polri, Kejaksaan Agung dan KPK," kata SBY saat memberikan pidato terkait kasus Cicak vs Buaya pada 23 November 2009 di Istana Negara.
Tiga tahun kemudian kasus cicak vs buaya kembali terjadi pada awal Oktober 2012. Pada Jumat malam 5 Oktober 2012, puluhan anggota Brigade Mobile mengepung gedung KPK. Mereka berniat menangkap salah satu penyidik KPK, Komisaris Novel Baswedan, yang dituduh terlibat aksi penganiayaan berat saat masih bertugas di Kepolisian Daerah Bengkulu. Aktivis antikorupsi kembali beraksi atas aksi kepolisian yang mengepung gedung KPK tersebut.
Mereka membuat pagar betis di gedung KPK dan mendesak agar Presiden SBY turun tangan. Tiga hari kemudian, Presiden SBY angkat bicara.
"Solusi penegakan hukum Polri Kombes Novel yang sekarang menjadi penyidik KPK. Insiden itu terjadi pada tanggal 5 Oktober 2012 dan hal itu sangat saya sesalkan. Saya juga menyesalkan berkembangnya berita yang simpang siur demikian sehingga muncul masalah politik yang baru," kata SBY saat memberikan pidato di Istana Negara pada Senin, 8 Oktober 2012.
Tak dinyana, dua tahun kemudian terjadi kembali perseteruan antara Polri dan KPK dalam kasus penyidikan Komjen Budi Gunawan. KPK yang sudah mengantongi bukti-bukti dugaan korupsi sang jenderal, menghadapi serangan yang jauh lebih berat dan sistematis dari berbagai penjuru. Sejumlah kasus yang menjerat pimpinan KPK datang silih berganti. Dua orang di antaranya, Bambang Widjojanto dan Abraham Samad, bahkan jadi tersangka, hingga harus dinonaktifkan sementara. Para penyidik pun dibidik, termasuk Novel Baswedan yang kembali dihidupkan kasusnya. Putusan hakim Sarpin Rizaldi dalam sidang praperadilan yang membatalkan status tersangka Komjen BG seolah melengkapi masalah ini.
Tak hanya itu, para aktivis antikorupsi yang sempat mendukung KPK dengan berbagai komentar tegas, juga dipolisikan dengan berbagai kasus. Terakhir, media seperti Tempo juga terancam dijerat pidana gara-gara memberitakan kasus Komjen BG.
Berbagai serangan ini membuat KPK akhirnya takluk. Presiden Jokowi memang sudah membuat berbagai pernyataan, namun tak mengubah apa pun yang bisa membuat KPK lebih kuat. Plt pimpinan KPK yang ditunjuk dinilai oleh sebagai aktivis malah memperlemah dari dalam. Meski hal ini selalu dibantah.
"Saya meminta kepada institusi Polri dan KPK memastikan bahwa proses hukum yang ada harus objektif dan sesuai dengan aturan Undang-undang," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (23/1/2015) lalu.
Catatan lainnya, kasus Komjen BG menjadi satu-satunya kasus di KPK yang diserahkan ke Kejagung setelah sempat naik ke tingkat penyidikan. Sebelumnya, memang ada yang diserahkan, namun biasanya di level penyelidikan atau pejabat yang dibidik belum masuk dalam kategori penyelenggara negara.
Dengan demikian, dalam urusan kasus BG ini KPK memang kalah. Kehilangan dua pimpinan KPK, terancam kehilangan satu penyidik senior, dan kehilangan kasus yang sudah digarap dengan kerja keras oleh para pegawainya.
"Saya pegawai KPK sudah 8 tahun, mulai jilid 1,2,3. Saya merasakan sepak terjang ketiga jilid itu. Hari ini saya tidak melihat hal itu ada lagi, semua bisa diperdagangkan, semua bisa dibarterkan," ujar salah seorang penyidik yang menggelar aksi protes atas kompromi pimpinan KPK pagi ini.
Sungguh ironis, KPK yang dibangun oleh Presiden Megawati tahun 2003, kini mengaku kalah di tangan suksesornya, Presiden Jokowi.
KPK menyerah, tak akan ajukan PK atas putusan praperadilan Komjen BG
Spoiler
Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan tidak bakal menempuh jalur Peninjauan Kembali (PK) buat melawan putusan praperadilan atas gugatan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan. Mereka nampaknya pasrah atas keputusan Hakim Sarpin Rizaldi menyatakan proses penyidikan KPK dalam kasus Komjen Budi tidak sah.
Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK, Johan Budi, menyatakan bagaimanapun juga mereka wajib menghormati keputusan praperadilan soal gugatan Komjen Budi. Maka dari itu dia mengaku memang upaya ditempuh Komisi hanya melalui kasasi.
Tetapi kasasi itu ditolak saat baru didaftarkan. Padahal menurut Surat Edaran Mahkamah Agung, pengajuan PK dimungkinkan sebagai upaya hukum luar biasa. Tetapi menurut dia KPK tidak mengambil langkah itu.
"Opsi PK itu memang tidak ditempuh," kata Johan kepada awak media di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (27/2).
Menurut Johan, selepas kalah dalam praperadilan dan kasasi ditolak maka tidak ada upaya lanjutan buat melawan putusan itu. Kelanjutan pengusutan kasus Komjen Budi pun menjadi suram. Bahkan dugaan pelimpahan perkara Komjen Budi ke lembaga penegak hukum lain buat dihentikan semakin menguat. Meski demikian, dia enggan mengakui hal itu secara tegas.
"Kami menghargai putusan praperadilan. Pimpinan KPK sekarang sedang mencari jalan keluar," ujar Johan.
Plt Boneka Ruki akan menghentikan sementara pengusutan kasus korupsi tersangka yang mengajukan gugatan praperadilan
Spoiler
Merdeka.com - Pelaksana tugas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Taufiqurrahman Ruki akan menghentikan sementara pengusutan kasus korupsi tersangka yang mengajukan gugatan praperadilan. Penghentian itu hingga ada putusan praperadilan para tersangka.
Ketua Bidang Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho meragukan keberpihakan Ruki dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Ruki harus diingatkan agar tidak menyimpang dalam kepemimpinannya di KPK.
"Dia itu berpihak pada siapa sih, terhadap pemberantasan korupsi atau koruptor. Ruki harus diingatkan, dikasih kartu kuning," kata Emerson Yuntho saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (26/2).
Menurutnya, pernyataan Ruki itu dapat mendorong koruptor berlomba-lomba mengajukan praperadilan. Jika itu terjadi, KPK akan kesulitan menghadapi gugatan praperadilan dan tidak fokus dalam pemberantasan korupsi.
"Itu akan menjadikan kerja KPK sulit karena mengurusi praperadilan saja. Harapan kami di bawah Ruki akan maksimal, justru pernyataannya tidak positif. Jokowi harus ingatkan, kami ingin Ruki bertobat," terang dia.
Lanjut dia, pernyataan Ruki yang menyalahkan Ketua KPK non-aktif Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto tidak tepat. Kasus yang menjerat dua pimpinan KPK non-aktif itu tak lain akibat sikap tegasnya melawan koruptor.
"Kejadian BW dan Samad masa disebut kejadian masa lalu oleh Ruki. Itu tidak lepas dari kerja-kerja KPK, kalau BW dan Samad bukan pimpinan KPK apa kasusnya akan diusut," pungkas dia.
Sebelumnya diketahui, Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki menilai kasus yang menimpa Ketua KPK non-aktif Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK non-aktif Bambang Widjojanto adalah persoalan hukum pribadi. Kasus kedua pimpinan KPK non-aktif itu lahir lantaran 'tindakannya di masa lalu.
"Kan pimpinan KPK lama yang tidak benar," kata Ruki di gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/2).
Jakarta - Sebanyak 300 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berdemo menolak pelimpahan kasus Komjen Budi Gunawan ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Mereka juga menandatangani petisi. Plt Ketua KPK Taufiequrachman Ruki dalam pernyataan persnya mengatakan, suara pegawai KPK adalah suara pimpinan KPK.
Ruki berpidato setelah berpartisipasi meneken kain putih yang berisi tuntutan 300 pegawai KPK di halaman Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (3/3/2015) pukul 09.50 WIB. Di situ juga hadir pimpinan KPK lainnya, Indriyanto Seno Adji.
"Saudara sekalian, saya senang, saya terharu karena mereka (pegawai KPK) jadi begini adalah bentukan kami jilid 1. Saya pimpinan KPK jilid 1 yang diminta turun kembali untuk menutup kekosongan jilid 3," kata Ruki mengawali pidatonya.
"Saya adalah bagian dari mereka (pegawai KPK). Karena itu, dengan senang hati saya dengarkan, saya simak, dan saya tanda tangani (kain putih sikap pegawai KPK menolak pelimpahan kasus BG ke Kejagung-red). Itulah suara saya. Kalaupun mereka bicara, itulah suara-suara kami. Saya dan Pak Indriyanto adalah bagian dari pegawai KPK, dan saya tidak mau berpisah dengan mereka," ucap Ruki disambut sorak sorai ratusan pegawai KPK.
Pidato Ruki cukup singkat. Ia kemudian masuk ke dalam Gedung KPK untuk mengadakan pertemuan internal tertutup dengan seluruh pegawai KPK. Pegawai KPK pun membubarkan diri dari lobi dan masuk ke dalam gedung.
Bonekaruki bilangnya terharu dan ikut tanda tangan tapi kasus BG tetap dilimpahkan juga ke Kejagung
Pegawai KPK Protes KPK Makin Hancur Setelah 3 Boneka Masuk
Spoiler
Orasi Pegawai KPK: Sekarang di KPK Semua Bisa Diperdagangkan
Jakarta - Para pegawai KPK menggelar aksi menolak pelimpahan kasus Komjen Budi Gunawan ke Bareskrim Polri. Dalam orasinya, pegawai menyatakan saat ini KPK sudah berbeda dan segalanya bisa diperdagangkan.
"Saya pegawai KPK sudah 8 tahun, mulai jilid 1,2,3. Saya merasakan sepak terjang ketiga jilid itu. Hari ini saya tidak melihat hal itu ada lagi, semua bisa diperdagangkan, semua bisa dibarterkan," ujar salah seorang penyidik yang berorasi di gedung KPK, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Selasa (3/3/2015).
Orator pun berteriak di depan ratusan pegawai KPK lainnya yang ikut dalam orasi. Ia mempertanyakan kinerja KPK yang saat ini.
"Apakah seperti ini KPK yang kita butuhkan?" teriaknya.
"Tidak!" jawab pegawai KPK lainnya serentak.
Dalam orasi yang dilakukan di lobi kantor KPK itu, dua plt pimpinan KPK Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji ikut turun menyaksian aksi tersebut. Seorang penyidik lainnya yang berorasi, Yudhi Harahap, mengingatkan Ruki betapa mereka sudah rela berkorban apapun saat memilih masuk KPK.
"Saat pertama saya masuk KPK yang menyambut saya pak Ruki, saya katakan kami sudah menggadaikan jiwa kami. Kami sudah menggadaikan apa yang kami miliki, bapak harus berani menjadi inspektur upacara di acara pemakaman kami," tukas Yudhi.
Kasus Korupsi Yg Melibatkan Politisi Mulai Jadi Tren Diserahkan ke Kejagung
Spoiler
Laporan APBD Diambil Kejagung, Ahok: BG Saja Diambil Alih, Saya Bingung Sama KPK
Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) telah melaporkan 'anggaran siluman' ke KPK, Jumat (27/2) lalu. Bagaimana perkembangan penyidikannya?
"Nah saya nggak tahu. KPK dengar kemarin ada isu dari penyidik yang datang katanya mau diambil alih Kejagung," ujar Ahok di Balai Kota, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (3/3/2015).
Mantan Bupati Belitung Timur itu geleng-geleng kepala heran bukan main. Sebab, dirinya mempertanyakan bila benar diambil alih oleh Kejaksaan Agung apa yang menjadi landasan hukumnya.
"BG saja diambil alih Kejagung, saya juga bingung sama pimpinan KPK," lanjutnya.
Ahok ditemui empat pimpinan KPK yakni Taufiequrachman Ruki, Johan Budi, Zulkarnain dan Indriyanto Seno Adji. Deputi Pengawasan Internal dan Pengadian Masyarakat (PIPM) Arry Widiatmoko juga turut hadir dalam pertemuan ini.
Pelaporan ini merupakan realisasi dari pernyataan Ahok sebelumnya yang menyebut adanya dana siluman APBD 2014 sebesar Rp 12,1 Triliun, salah satunya pengadaan UPS nyaris Rp 6 miliar/sekolah. Permasalahan 'dana siluman' ini berujung pada kisruh dengan DPRD DKI yang akhirnya mengajukan hak angket.
Ahok datang pukul 16.55 WIB. Sekitar 20 menit setelahnya, Sekda DKI Saefullah juga datang ke KPK, dia langsung masuk ke dalam dan bergabung dengan Ahok. Saefullah tak sempat berkomentar mengenai pelaporan ini.
Kalla, Megawati, Surya Paloh dan para gerombolan Tupai dan komunitas koruptornya mungkin saat ini sedang tertawa pongah penuh kepuasan dan kesombongan karena sudah berhasil menguasai Kejagung dg adanya boneka kader Nasdem sbg Jagung, Polri dengan adanya boneka Buwas dan kini juga KPK dengan 3 Plt Boneka.
Semua lembaga penegak hukum telah dikuasai oleh gerombolan koruptor melalui para bonekanya dan rakyat Indonesia hanya bisa menangis darah melihat korupsi semakin merajalela.
Ane dan jutaan rakyat Indonesia lainnya yg pro dan peduli dengan pemberantasan korupsi pasti sudah dianggap bodoh atau bahkan idiot oleh para pengkhianat bangsa itu.
Silakan kalian bersombong ria dan berpuas diri saat ini tetapi sopo salah akan seleh, bahkan Soeharto yg begitu bengis dan berkuasa pun jatuh kalau Tuhan sudah berkehendak.
Kini tinggal tunggu waktunya sebelum gerombolan PDIP-KIH-KMP beserta seluruh kru bonekanya menerima balasan yang setimpal karena sudah berani melawan kehendak rakyat
Siapa menabur angin akan menuai badai!
:speachless1:
Plt Pimpinan KPK Boneka Dianggap Sebagai Hantu Sempalan
Merdeka.com - Kebijakan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) sementara yang melimpahkan kasus rekening gendut Komjen Budi Gunawan kepada Kejaksaan Agung menimbulkan gejolak di internal lembaga antirasuah itu. Ratusan pegawai yang tergabung dalam Wadah Pegawai KPK melakukan penolakan kebijakan tersebut di depan kantor KPK.
Salah satu orator menuding Plt Ketua KPK, Taufiequrachman Ruki dan Indriyanto Seno Adji adalah aktor yang disusupkan ke lembaga antirasuah tersebut. Mereka disinyalir bertugas melemahkan pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Kami tidak peduli bentuk sinergi kalau ada hantu-hantu sempalan yang coba dimasukkan ke tempat kami berjuang," kata orator di depan gedung KPK Jakarta, Selasa (3/3).
Diketahui, Humas KPK pun mengeluarkan pernyataan tertulis pagi ini. Berikut adalah pernyataan dari Wadah Pegawai KPK, yang berhasil di dapat merdeka.com pagi ini:
Yth. Pimpinan KPK,
Pimpinan KPK yang amat kami hormati, mencermati kondisi akhir-akhir ini, kami, Wadah Pegawai:
1. Menolak putusan Pimpinan KPK yang melimpahkan kasus BG ke kejaksaan
2. Meminta Pimpinan KPK mengajukan upaya hukum PK atas putusan praperadilan kasus BG
3. Meminta Pimpinan menjelaskan secara terbuka strategi pemberantasan korupsi KPK kepada pegawai KPK.
Ruki & Seno Adji Ketahuan Bukan Perkuat Malah Lemahkan KPK
Merdeka.com - Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menilai Pelaksana Tugas Pimpinan KPK, Taufiequrrahman Ruki dan Indrianto Seno Adji berniat memperlambat kinerja KPK. Mereka seolah menyalahkan tindakan pimpinan KPK non-aktif Abraham Samad dan Bambang Widjojanto berani membongkar kasus rekening gendut.
"Sejauh ini dua Plt Pimpinan KPK Taufiequrrahman Ruki dan Indrianto Seno Adji sudah ketahuan seperti yang kita curigai. Keberadaan mereka bukan dalam memperkuat KPK kalau tidak disebut menghambat adalah memperlemah KPK. Bahasa memperbaiki hubungan dengan Polri seolah selama ini KPK salah menindak orang yang berekening gendut," kata Ray Rangkuti saat berbincang dengan merdeka.com, Kamis (26/2).
Menurutnya Presiden Joko Widodo harus bertanggung jawab atas pelemahan kinerja KPK. Kedua orang ini harus segera diberhentikan sebagai pimpinan KPK jika memang Jokowi komitmen dalam pemberantasan korupsi.
"Kita semua harus sadar pada tingkat tertentu untuk dinonaktifkan. Mereka tidak membawa pemberantasan korupsi semakin baik," terang dia.
Lebih jauh, dia menyatakan pelemahan KPK akan berdampak pada integritas lembaga anti-rasuah itu di mata masyarakat. Lemahnya KPK akan membuat masyarakat pesimis pada pemberantasan korupsi di Indonesia.
"Keberadaan mereka tidak ada kebaikan, tapi ujung-ujungnya membuat orang tidak simpatik ke KPK seperti pesimisnya pada jaksa dan polisi. Jokowi tidak memperlihatkan dengan tegas keberpihakannya dalam anti korupsi, tidak melindungi institusi pemberantasan korupsi ini," pungkas dia.
Sebelumnya diketahui, Pelaksana tugas (Plt) Ketua KPK Taufiqurrahman Ruki menilai kasus yang menimpa Ketua KPK non-aktif Abraham Samad dan Wakil Ketua KPK non-aktif Bambang Widjojanto adalah persoalan hukum pribadi. Kasus kedua pimpinan KPK non-aktif itu lahir lantaran 'tindakannya di masa lalu.
"Kan pimpinan KPK lama yang tidak benar," kata Ruki di gedung KPK, Jakarta, Rabu (25/2).
Pimpinan KPK AS dan BW yang sangat bersemangat memberantas korupsi malah dianggap tidak benar sama Bonekaruki sementara si Bonekaruki sendiri yang cenderung pro pada kepentingan koruptor dan sudah ketahuan melemahkan KPK dari dalam jelas merasa dirinyalah yang benar.