Adi sedang membantu bapak dan mang Ayi di bengkel sepatu ketika ibunya datang menghampirinya
"Adi, ada Apip tuh. " Ujar Ibu saat menghampiri mereka.
Adi yang sedang mengoleskan lem pada sepatu yang baru setengah jadi menghentikan kegiatannya lalu melirik pada bapak.
"Temuin sana, biar bapak dan mang Ayi yang nerusin." Bapak berkata seolah paham pertanyaan dimatanya.
"Iya Di, ini kan kerjaan mang Ayi." Mang Ayi menambahkan.
Adi menganggukkan kepala lalu beranjak ke beranda sambil memcoba menghilangkan sisa-sisa lem pada jari-jariku.
"Tumben ngga bawa motor Pip?" Tanya Adi sambil duduk di kursi kosong samping meja kecil di beranda. Jari tangannya masih sibuk membersihkan sisa-sia lem.
"Ngga Di." Jawab Apip sambil tersenyum mendengar pertanyaan tersebut.
"Gimana kuliahnya Pip?" Tanya Adi lebih lanjut.
"Baru kelar ospek Di, Kamu sendiri gimana?" Apip balik bertanya.
Tak lama kemudian muncul ibu sambil membawa gelas berisi minuman.
"Nak Apip sekarang dimana? Kerja atau lanjut sekolah?" Tanya ibu setelah meletakkan gelas di meja kecil di tengah-tengah mereka.
"Apip sekarang udah jadi mahasiwa Unpas Bu." Adi menjawab pertanyaan ibu. Apip hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya membenarkan ucapan Adi.
"Syukurlah. Adi juga lagi nunggu pengumuman. Doain ya nak." Pinta Ibu.
"Adi pasti lulus kok. Saya yakin." Jawab Apip.
"Amin. Ibu tinggal lagi ke dalam ya." Ujar Ibu lalu masuk ke dalam rumah setelah dipersilahkan oleh Apip.
"Kok ngga pake motor Pip?" Adi kembali mengulang pertanyaannya.
"Engga Di, bapak ngasih aku mobil." Jawab Apip.
"Wah mantap dong. makin rajin aja kamu kuliah." Ujar Adi bangga.
"Yah biasa aja Di, aku juga ngga minta. bapak ngasih katanya hadiah karena aku mau lanjut kuliah." Jawab Apip.
"Nah ini Pip. Sebenernya kita bertiga aku, Hendi dan Teguh pernah mikir tentang kamu. Kenapa kamu masuk STM padahal melihat keadaan keluargamu selayaknya kamu masuk SMA. Kami juga yakin dengan otakmu, kamu pasti bisa masuk SMA Negeri. Cuma waktu itu kami ngga enak mau nanya langsung." Ujar Adi.
Apip tidak langsung menjawab pertanyaan Adi, matanya kini menatap lurus kedepan.
"Sebenernya dulu juga orang tuaku minta aku masuk SMA. Cuma karena aku ngga mau diatur makanya aku masuk STM. Aku ngancam kalau ngga masuk STM aku ngga mau sekolah. Akhirnya orang tuaku pasrah dan menerima keputusanku." Jelas Apip.
"Kalau masuk SMEA bisa-bisa setelah lulus aku jalannya melambai dong Di, haha." Jawab Apip diakhiri tawa mereka berdua.
"Seperti yang tadi aku bilang, aku maksa masuk STM karena aku ngerasa dikekang, ngga bebas karena harus nurut apa kata orang tuaku. Awalnya aku berharap setelah masuk STM aku bisa mengekspresikan diri sebagai seorang laki-laki. Dulu aku pikir Laki-laki sejati itu harus selalu menang kalau berkelahi. Nah dalam pikiranku kalau masuk STM seenggaknya aku bisa rutin gelut sama sekolah lain, haha." Jelas Apip.
"Tapi sejak aku kenal dengan kalian bertiga, pola pikirku berubah. Terutama saat kita mengetahui keadaan Teguh. Aku makin sadar bagaimana susahnya orang cari duit. Dan yang paling berpengaruh itu kamu kamu Di." Ujar Apip.
"Aku?" Tanya Adi penasaran.
"Ya kamu Di. Awalnya aku heran kenapa orang sepertimu yang suka dengan musik rock, suka nonton Persib ke stadion tapi jangankan mabok, ngerokok aja aku ngga pernah lihat, Shalat rajin. Pokoknya kebalik sama anggapanku selama ini tentang pencinta rock dan bobotoh." Jawab Apip.
"Haha. Yang namanya suka beda dong sama sifat seseorang. Persib dan musik cuma untuk kita nikmati, ngga ada yang lain." Ujar Adi.
"Karena itulah Di, orangtuaku sangat senang saat mereka tahu aku berubah karena berteman dengan kalian bertiga. Kalian bertiga membawa pengaruh baik padaku. Dulu waktu kelas 3 SMP aku sudah nyoba-nyoba merokok. Beruntung aku ngga sampe minum alkohol. Aku juga pernah bikin nangis ibuku waktu bapak menempelengku karena ketahuan merokok." Jelas Apip.
"Tapi sekarang kamu udah berubah kan Pip?" Tanya Adi.
"Ya, itu semua karena kalian bertiga." Jawab Apip.
"Kalian sadar tidak kenapa kita selalu sekelas sejak kelas 1?" Tanya Apip setelah terdiam beberapa saat. Adi menggelengkan kepala menjawab pertanyaan Apip.
"Pas mau kenaikan kelas 2, bapak langsung datang ke kantor kepala sekolah agar kita berempat tidak dipisahkan." Jawab Apip.
"Darimana kamu tau?" Tanya Adi.
"Bapak yang ngasih tau waktu ngasih kunci mobil baruku." Jawab Apip. Adi hanya ber-oh ria mendengar jawabannya.
"Hebat juga yah bapakmu bisa minta kayak gitu ke kepala sekolah." Adi berkomentar.
"Gimanapun juga bapakku punya jabatan cukup lumayan di pemkot Bandung Di." Jelas Apip.
"Tapi hanya itu saja bapak mengeluarkan pengaruhnya Di, setelah itu semua berjalan apa adanya." Apip menambahkan.
"Iya sih, aku juga ngerasain kok kalau bapakmu baik." Ujar Adi.
"Terus gimana hubunganmu dengan Wanda?" Tanya Adi.
"Masih jalan Di, dia juga bawa pengaruh baik buatku." Jawab Apip.
"Kamu sendiri udah coba nelepon Wulan?" Tanya Apip diikuti gelengan kepala Adi.
"Ngga enak Pip." Jawab Adi.
"Apanya yang ngga enak?"
"Tau sendirilah keadaanku dan Wulan berbeda." Jawab Adi.
"Udah lama kita ngga jalan ya Di. Liburan semester kemaren aja kita sibuk sama urusan kita masing-masing."
"Iya sih, selepas gagal naek Semeru kita seolah vakum."
"A Raka ngga pernah ngajakin lagi?"
"Ngga, dia sibuk dengan kuliahnya kali."
"Tatang?"
"Tatang udah buka toko bahan sepatu didepan. Udah makmur dia mah Pip." Jawab Adi.
"Kapan-kapan kita jalan Di."
"Harus Pip, aku juga udah kangen liat Eidelweiss."
Obrolan mereka dilanjut ke hal-hal yang lain sampai akhirnya Apip pamit pulang. Adi mengantarkan Apip sampai ke jalan besar sambil sekalian melihat mobil barunya.
"Sesekali ajak aku jalan pake mobil barumu Pip, hehe." Pinta Adi saat Apip sudah duduk didepan stir.
"Gampang itu mah. Aku pulang dulu Di. Makasih yah." Ujar Apip.
Hari itu setelah shalat Dzuhur salah satu tetangga datang ke rumah Adi membawa koran Pikiran Rakyat yang berisikan daftar kelulusan ujian masuk Politeknik.
"Wah terima kasih pak kirain pengumumannya besok." Ujar Adi sambil membuka koran yang dibawa tetangganya lalu beranjak ke kamarnya untuk mengambil kartu ujian dan alat tulis.
Mendengar suara-suara di ruang tamu. Raka dan Ita keluar dari kamarnya masing-masing bergabung dengan yang lain sambil memperhatikan Adi yang sedang mencari nomor ujian dan namanya.
"Gimana Di?" Tanya ibu dengan wajah penasaran.
"Alhamdulillah lulus pilihan kedua bu." Jawab Adi gembira.
Bapak dan Ibu memberikan ucapan selamat sambil bergiliran memeluk Adi, Raka mengangkat kedua jempolnya sambil mengucapkan selamat sedangkan Ita langsung masuk ke kamarnya dan keluar setelah mengganti pakaiannya.
"Tuh kan Di kalau rajin mah bisa lulus. Walaupun pilihan kedua tapi jurusan itu bagus kok." Ucap Raka. "Hilang deh duit Aa, ngga jadi traktir kamu Ta." Lanjutnya.
"A Raka nyimpen konci motor dimana?" Tanyanya.
"Di atas meja belajar deket tumpukan buku." Jawabnya. "Kenapa?" Dia bertanya.
Ita tidak menjawab dia hanya tersenyum sambil masuk ke kamar Raka dan keluar membawa kunci motor.
"A Adi ini kunci motornya traktir Ita di Margana, sekarang!" Ujar ita sambil menyerahkan kunci motor pada Adi. Raka hanya tertawa melihat Adi melongo dengan kelakuan Ita.
"Orang lagi pada ngumpul gini malah ngajak keluar." Adi berdalih.
"Udah jangan banyak alesan ayo pergi sekarang." Ujar Ita.
"Iya deh, A Adi ganti baju dulu sama ngambil duitnya." Ujar Adi mengalah.
Setelah berpamitan pada orang rumah Adi keluar dan menyalakan motor.
"Ta, A Raka bungkus satu yah." Terdengar suara Raka berteriak dari ruang tamu.
"Beres." Jawab Ita.
Besoknya Ibu dibantu beberapa ibu-ibu tetangga memasak masakan yang cukup banyak untuk acara syukuran kelulusan Adi nanti malam selepas Maghrib. Acara syukuran yang sama dilakukan waktu Raka lulus UMPTN. Adipun memberitahu Apip dan memintanya datang pada saat syukuran.
Selesai acara syukuran, Adi, Apip dan Raka duduk diberanda sambil ngobrol. Raka bercerita tentang masa kuliahnya. Bagaimana dia begitu keras terhadap junior-juniornya sewaktu menjadi asisten dosen. Dia menghukum push up junior-junior nya terlambat masuk kuliah praktikum dibawah terik matahari didepan lab.
Setelah Raka masuk, Adi dan Apip masih melanjutkan obrolan kami berdua.
âÂÂGimana hubunganmu ama si Wanda, Pip?â Adi kembali membuka pembicaraan
âÂÂJalanin terus dong. Hehe.â Jawab Apip sambil nyengir.
"Tadi sebelum aku kemari Wanda telepon ke rumah cerita tentang Wulan." Lanjut Apip bercerita.
(Apip Story)
Wanda dan Wulan terlihat membereskan peralatan belajar mereka dan menjauhkan meja kecil didepan mereka untuk meluruskan kaki dan badan mereka sambil bersandar di bantal besar dibelakang mereka.
"Oh ya, tadi Apip nelepon, malam ini dia diundang Adi untuk syukuran kelulusannya di Poltek ITB." Ucap Wulan.
"Ngapain? dianya juga udah lupa aku." Jawab Wulan sedikit ketus.
"Lho kok gitu ngomongnya?" Tanya Wanda sambil tetap tersenyum.
"Kan kamu tau sendiri sejak selesai kursus Adi ngga pernah kontak lagi." Jawab Wulan.
"Tapi aku yakin kalau Adi suka sama kamu dari cara Adi ngomong sama kamu, cara natap kamu. Bedalah orang yang suka sama orang yang nganggap biasa-biasa aja." Ujar Wanda.
"Natap? Dia sering malingin muka kalau aku tatap tuh." Wulan kembali menyangkal.
"Yah wajar dong. Adi kan anak STM yang masih polos, jarang bergaul sama perempuan jadi bakalan susah kita ngertiinnya kalau kita ngga peka." Jelas Wanda.
"Lha dianya sendiri yang ngga peka." Jawab Wulan sewot. "Lagian Apip anak STM juga, tapi kamu sendiri yang cerita kalau Apip yang nembak kamu duluan kan?" Tanya Wulan.
"Yah Apip beda, Lan. Apip pernah cerita gimana awalnya dia bisa masuk STM." Ujar Wanda lalu mulai bercerita tentang Apip.
"Adi bawa pengaruh baik sama Apip. Yah kalo liat tingkah Adi waktu kursus keliatan kok kalau dia orangnya baik." Ujar Wanda.
"Mungkin." Respon Wulan.
"Apip juga cerita kalau Adi berasal dari keluarga biasa terus biaya bimbel Adi dikasih sama kakaknya dengan syarat Adi harus lulus." Wanda menjelaskan.
"Maksud kamu Adi minder gitu? Cemen dong kalo gitu." Ujar Wulan.
"Wah, beneran kamu bilang Adi cemen?" Ujar Wanda sedikit kaget.
"Terus kalau ngga cemen apa dong?" Tanya Wulan.
"Tau ah pikir aja sendiri." Jawab Wanda.
(Apip Story - end)
"Gitu ceritanya Di." Ujar Apip menutup ceritanya.
âÂÂWah kalian baru jadi mahasiswa udah pada pacaran ya? Hahaha.â Ujar Raka yang tiba-tiba sudah berada dekat mereka.
âÂÂAku mah ngga A. Apip tuh yang udah pacaran. Hehe.âÂÂ
âÂÂHaha. Ya pacaran sih ngga masalah, asal jangan kebablasan. Apalagi sampe ganggu kuliah kalian. Inget kuliah itu ngga murah.â Raka memberi nasehat.
"Siap kang! Kalau begitu aku balik dulu, udah kemaleman nih." Ujar Apip lalu masuk kerumah untuk pamit pada orang tuaku.
Adi mengantarkan Apip menuju mobilnya yang diparkir dipinggir jalan besar.
"Jangan lupa telepon Wulan Di." Apip mengingatkan sebelum dia berlalu dari hadapan Adi.
Adi langsung masuk kamarnya setelah kepulangan Apip, dia lalu membuka dompetnya mencari secarik kertas yang pernah diberikan Apip. Dia terlihat sedikit panik saat mengetahui benda yang dicarinya tidak ditemukan.
"Kemana yah? Perasaan ngga pernah dikeluarin dari dompet." Adi seolah berkata dirinya sendiri.
Berkali-kali dia bolak balik membuka dompetnya sampai akhirnya dia menyerah dan terduduk dikasur
'Entar minta lagi sama Apip deh.' Pikirnya sambil merebahkan badan dan tertidur.
Sore itu saat liburan semester ganjil, Adi sedang duduk teras rumah melihat Raka yang sedang mencuci motor bebek Honda 700 hitam kesayangannya.
"Gimana raportnya Di?" Tanya Raka sambil duduk di pinggir teras setelah selesai mencuci motornya.
"Alhamdulillah A, 3 besar." Jawab Adi.
"Masa sih?"
"Kok masa? Naik 2 tingkat dari kenaikan kelas kemaren ." Jawab Adi bangga.
"Coba liat raportnya Di." Pinta Raka.
Adi lalu beranjak masuk ke dalam rumah. Dia kembali ke teras sambil membawa raportnya lalu menyerahkan kepada Raka.
"Wah bahasa Inggrisna naek drastis nih." Ucap Raka setelah melihat nilai-nilai yang didapat Adi.
"Wajar dong, khan ngikut kursus." Jawab Adi.
"Kok pelajaran hapalan ngga ada kemajuan Di, ini PSPB malah turun." Ungkap Raka.
"Hehe, biasa A." Jawab Adi sambil nyengir.
"Kelakuan kamu mah Di, kenapa sih males banget ngapalin?" Tanya Raka.
"Yang kaya gitu kan ngga bakalan kepake waktu kita kerja." Adi memberi alasan. "Yang penting nilai Matematikanya tertinggi se kelas 3." Lanjut Adi bangga.
"Tetep aja rangking 5, coba kalau hapalannya naek, bisa rangking 1 kamu Di." Ujar Raka.
"Segitu juga udah lumayan A." Adi berkata.
"Kayaknya sayang kalau kamu langsung kerja Di." Raka berkata sambil menyerahkan raport kepada Adi.
"Sayang gimana?" Tanya Adi heran.
"Dengan kemampuan kamu harus kamu bisa lanjutin kuliah." Ungkap Raka.
"Anak STM sulit bisa lulus UMPTN, apalagi Adi ngga ngikut bimbel." Jawab Adi.
"Bisa kok Di, semester depan kamu bisa ikut bimbel ujian masuk Politeknik. 6 bulan bimbel cukup kok. Kan seperti Aa bilang, ujiannya cuma Matematika Fisika dan Kimia." Raka menjelaskan.
"Ngga deh A, ngga enak minta duit terus sama bapak." Jawab Adi.
"Siapa yang suruh kamu mita duit ke bapak?"
"Adi ngga ada duit buat bayar bimbel A." Jawab Adi.
"Emang tabungan kamu ngga cukup?" Tanya Raka.
"Ngga mungkin cukup A, bimbel kan mahal." Jawab Adi.
"Gimana kalau kamu pake aja duit Aa buat bayar bimbel?" Usul Raka.
"Tetep aja ngga bakalan bisa cepet keganti A." Jawab Adi.
"Maksud Aa gini, Aa bayarin full biaya bimbelnya, kalau kamu lulus kamu ngga usah ganti uang Aa, tapi kalau kamu gagal kamu cukup ganti setengahnya, Gimana?" Tanya Raka.
Adi terlihat berpikir mendengar tawaran Raka. Dia masih menghitung-hitung uang yang ada dalam tabungannya.
"Kalau gagal berarti tabunganku habis dong." Ucap Adi setelah berpikir cukup lama.
"Makanya jangan gagal!" Jawab Raka.
"Kamu tenang aja Di, waktu bimbel pasti dikasih trik-trik cara cepat menjawab pertanyaan ujian. Aa yakin kamu pasti bisa cepat memahami penjelasan pengajarnya." Raka menjelaskan.
"Yang ngajar di bimbel itu langsung dosen dari poltek, Aa yakin diantara mereka pasti ada yang jadi anggota team penyusun soal ujian masuk." Rak melanjutkan.
"Di, lulusan STM kalau kerja paling jadi teknisi, bakalan butuh waktu lama buat kamu naek jabatan. Kalau lulusan kuliah itu minimal kamu langsung jadi supervisor." Raka kembali membujuk Adi.
Adi kembali terdiam memikirkan ucapan Raka.
"Iya deh A, tapi kalau gagal bayar setengah ya." Akhirnya Adi menyetujui.
"Sip, bisa diatur itu mah. nanti Aa cariin tempat bimbelnya" Ucap Raka senang.
Beberapa hari kemudian Raka mengajak Adi mendaftarkan bimbel disebuah tempat bimbel khusus politeknik di dekat pertigaan jalan Kopo dan jalan Pasirkoja. Raka langsung membayar full uang pendaftaran Adi.
"Pokoknya Aa yakin kamu lulus Di." Ucap Raka setelah mereka keluar dari gedung menuju parkiran.
"Berarti Aa udah siap kehilangan duit yah, hehe." Jawab Adi.
"Duit gampang dicari Di, ilmu susah dicarinya." Jawab Raka.
***
Saat kembali masuk sekolah Adi langsung mengajak Apip, Hendi dan Teguh untuk ikut bimbel, tapi mereka menolak ajakannya.
"Aku juga mau nerusin Di, tapi aku mau ngambil swasta aja deh biar ngga pusing ngapalin lagi buat ujian masuk."Apip memberi alasan.
"Aku ngga kepikiran mau kuliah, Di. Yang kepikiran cuma cari kerja ato balik kampung" Hendi beralasan.
"Kalian semua kan tau keadaanku. Aku masuk STM biar cepet dapet kerja." Begitu alasan Teguh.
"Iya deh, berarti aku sendirian nih." Ujar Adi.
"Kamu masih suka kontak si Wulan khan?" Apip bertanya.
"Wulan siapa nih?" Tanya hendi dengan antusias.
"Wulan gebetan si Adi waktu kursus dulu." Apip menjawab sambil menggoda Adi.
"Beuh yang punya gebetan ngga bilang-bilang." Hendi nyeletuk sambil cengengesan.
"Katanya mau kursus ini malah nyari gebetan. Mentang-mentang di sekolah ngga ada cewe beneran." Teguh menambahkan.
"Iya disini mah cewe nya udah berubah jadi tomboy, kalau si Wulan pan Anggun, haha." Apip menggoda Adi.
"Wulan bukan levelku. Kamu kali Pip yang kursus buat ngegebet si Wanda." Adi membalas.
"Gaya bener kamu Di, jomblo aja pake level segala." Hendi berkata.
"Bukan gitu Hen. Aku ke tempat kursus numpang motor Apip sedangkan si Wulan sama si Wanda ke tempat kursus dianter supir pribadi. levelnya udah ketinggian." Adi mencoba menerangkan.
"Kalau ceweknya mau ya jangan ditolak dong." Teguh sok memberi nasehat.
"Halah sok banget kamu Guh, kaya yang udah pernah pacaran aja, sendirinya aja jomblo akut." Ucap Adi diikuti tawa teman-temannya melihat tingkah Teguh yang sok canggung.
"Emang kamu ngga pernah minta nomor telepon rumahnya?" Apip bertanya. Adi cuma menggelengkan kepala.
"Ntar aku mintain ke Wanda deh." Apip menjawab.
"Kamu masih kontak-kontakan ama Wanda?" Adi balik bertanya ke Apip.
"Masihlah, hehe." Apip berkata sambil nyengir.
"Ngga perlulah Pip, lagian sejak acara tangkuban perahu, dia ngejauh." Adi menjelaskan.
"Lha kok kamu ngga bilang Di? Aku pikir kamu beneran adem ayem aja ama dia." Apip berucap. "Kalau aku perhatiin kayanya si Wulan suka sama kamu." lanjut Apip menambahkan.
"Nah tuh Di, ada juga cewek yang mau sama kamu." Hendi menggoda. Sedangkan Teguh hanya nyengir mendengar ucapan Hendi.
"Suka darimananya? Dia ngga pernah bilang tuh. Lagian kalo suka ngapain dia kaya ngejauh?" Adi menjelaskan kembali.
"Aku ngga ngerti kamu itu polos atau bego, Di. Sejak jaman firaun pake popok sampe sekarang firaun udah jadi mummy, ngga ada ceritanya cewe ngomong duluan suka ama cowo." Apip menjelaskan dengan muka serius tapi kata-katanya membikin mereka ngakak.
"Aku heran sama kamu Pip, banyak tau peraturan dari jaman Firaun, mulai cewe tak pernah salah sampai cowo harus ngomong duluan." Adi berkata diiringi tawa teman-temannya.
Sesuai dengan ucapannya, beberapa hari kemudian Apip menyerahkan secarik kertas berisi nomor telepon rumah Wulan.
"Pokonya kamu harus telepon dia Di, Awas kalau ngga." Ancam Apip.
"Iya entar aku telepon deh." Jawab Adi sambil menyimpan kertas itu didalam dompetnya.
Namun karena kesibukan Adi mengikuti bimbingan belajar, kertas itu hanya terselip saja di dompetnya.
gue agak bingung.. (protes mulu yah gue wkwkwkwk)..
Itu kan dibilangnya Adi ini peringkat 3 besar yah.. (naik 2 peringkat dari periode sblmnya) tapi kok Raka sebutnya Adi ini ranking 5 sih?
Pelajaran PSPB?????? itu udah diapus dari sejak gue SMP keknya... singkatan dari Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa kan? Keknya PSPB diganti Sejarah. PMP diganti PPKn..
sama protes satu lagi yaaaa... anggun nya boleh gak hurup besarnya diganti hurup kecil.. soalnya anggun disini kata sifat kan... sedangkan Anggun dengan huruf kapital = kata benda = nama orang.
Oke.. oke.. gue tau gue bawel dan banyak protes...
Apip terlihat duduk sendiri disebuah cafe kecil di jalan Cihampelas dengan masih menggunakan pakaian sekolah. Tak lama kemudian terlihat sebuah sedan parkir didepan cafe tersebut. Setelah beberapa saat terlihat Wanda yang juga masih menggunakan seragam sekolah keluar dari pintu belakang lalu berjalan masuk ke dalam cafe menghampiri meja Apip. Dari dalam mobil Wulan melambaikan tangannya ke arah Apip sebelum mobil melaju menjauhi tempat itu.
"Udah lama?" Sapa Wanda sambil duduk di kursi depan Apip.
"Paling juga 15 menit." Jawab Apip. "Cabut yuk biar ngga terlalu sore." Lanjut Apip diikuti anggukan Wanda.
Apip beranjak dari duduknya untuk membayar minumannya. Dia lalu mengajak Wanda menuju sebuah mobil di parkiran.
"Aku pinjem mobil bapak.." Apip menjelaskan tanpa ditanya.
"Emang ngga dipake sama bapak kamu?"
"Alesannya sih ada kerja kelompok bareng Adi dan yang lain." Jawab Apip sambil menyalakan mobil dan melajukan mobilnya keluar dari parkiran. "Kalau udah menyangkut Adi dan yang lainnya, bapak pasti ngasih, heheh." Apip melanjutkan.
"Dasar." Wanda berkomentar.
"Oh ya, Wulan tadi kemana?"
"Ke butik mamanya, entar pulangnya kamu juga harus anterin aku kesana, soalnya sekarang bawa mobil Wulan." Jawab Wanda. "Mau kemana kita?" Wanda lanjut bertanya.
"Kita ke tangkuban perahu ya." Jawab Apip.
"Kenapa ngga ajak Wulan?"
"Aku mau ngomong serius nih Da." Apip kembali berkata.
"Ngomongin apa?" Tanya Wanda.
"Entar disana aja ya." Jawab Apip sambil tersenyum penuh misteri.
Sampai di tujuan, tangkuban perahu terlihat sepi hanya ada mobil Apip dan 2 sepeda motor terparkir di parkiran. Maklum saja hari biasa. Mereka berjalan berdampingan masuk ke arah kawah lalu duduk di sebuah bangku dekat sebuah hutan kecil disamping kanan kawah.
"Duduk sini Da." Pinda Apip sambil menepuk bagian kanan bangku yang dia duduki.
"Ada apa sih Pip, kok ngajak aku kesini." Wanda kembali bertanya setelah duduk disebelah Apip.
"Gini Da, selama ini aku selalu merasakan hal berbeda saat kita bersama." Apip memulai pembicaraan. Wanda hanya diam menunggu ucapan Apip selanjutnya.
"Rasanya adem kalau lagi deket sama kamu Da." Lanjut Apip.
"Gombal ya?" Tanya Wanda tanpa melihat pada Apip.
"Ngga! Sumpah deh!" Jawab Apip.
"Ngapain sumpah segala."
"Biar kamu percaya Da."
"Percaya deh, terus?" Ucap Wanda.
"Jujur aja Da, aku punya perasaan lebih sama kamu, aku ingin selalu bareng kamu." Apip menghentikan ucapannya. Wanda hanya diam menunggu kelanjutan ucapan Apip.
"Aku suka kamu Da, aku mau kamu jadi pacarku." Apip menerangkan.
Wanda mengangkat wajahnya menatap sebentar pada Apip lalu kembali tertunduk.
"Gimana Da? Kamu mau jadi pacarku?" Tanya Apip.
"Kamu ngomong aja Da, aku siap nerima semua jawaban kamu." Ujar Apip setelah agak lama mereka terdiam.
"Aku juga punya perasaan lebih sama kamu sejak pertama kali kita ketemu. Kamu bisa buat aku terus senang dan tertawa." Wanda akhirnya bicara.
"Jadi kamu mau jadi pacarku?" Tanya Apip dengan antusias.
Wanda menganggukkan kepalanya. Senyum terlihat merekah dibibirnya.
"Makasih Da." Ucap Apip sambil memegang tangan Wanda. Wanda membiarkan telapak tangannya dalam genggaman Apip lalu mengangkat wajanya menatap Apip dengan senyuman bahagia.
Wanda sedikit terkejut ketka Apip mengangkat dan mengecup tangannya, Namun terkejutnya langsung menghilang diganti senyum yang semakin melebar ketika Apip menatapnya kembali.
"Jadi mulai hari ini kita jadian yah." Ucap Apip diikuti anggukan kepala Wanda.
Mereka kembali saling menatap dengan senyum mengembang di bibir masing-masing. Apip kembali mendekatkan wajahnya sementara Wanda menutup matanya siap menerima perlakukan Apip.
"Cup..!" Sebuah kecupan mendarat lembut di kening Wanda. Mereka kembali bertatapan sambil tersenyum.
Magnet-magnet asmara menarik kepala mereka untuk saling mendekat. Dahi mereka bersentuhan dilanjutkan dengan hidung yang saling bersentuhan. Bibir mereka bertemu saling berciuman agak lama dan terlepas saat mereka sadar berada di tempat umum.
Wanda langsung memeluk Apip dan menyembunyikan rona merah diwajahnya didada Apip. Apip membalas pelukan wanda mengusap-ngusap rambut Wanda dengan senyum bahagia diwajahnya.
"Ini pertama kalinya aku ciuman." Ucap Wanda tanpa merubah posisinya.
"Sama."
"Bohong deh, kamu keliatan udah pinter." Ujar Wanda sambil melepaskan pelukannya dan bersandar dibahu Apip.
"Lho, namanya naluri mah ngga usah belajar." Elak Apip.
"Aku senang bisa jadi pacarmu Pip." Ucap Wanda saat kembali memeluk tubuh Apip. Apip tidak menjawab, dia hanya mempererat pelukan tubuh pacarnya.
"Kok diem aja sih, ngomong dong." Pinta Apip. "Jangan-jangan kamu sebenernya ngga mau jadi pacarku?" Tanya Apip.
"Mau kok, aku diem karena seneng banget karena aku udah nunggu kamu minta aku jadi pacar kamu." Jawab Wanda. "Tapi ada sesuatu yang harus kamu tau Pip." Lanjut Wanda.
"Apa itu?"
"Papaku melarang pacaran selama aku masih sekolah. Beliau meminta aku konsetrasi pada sekolahku biar aku bisa masuk ke universitas yang aku inginkan." Wanda menjawab.
"Maksud kamu?" Apip bertanya sedikit gusar.
"Kamu belum bisa dateng ke rumahku Pip." Wanda berkata dengan nada kecewa.
"Jadi sampe kamu lulus kita backstreet?" Apip bertanya memastikan.
"Iya Pip, kita hanya bisa ketemu diluar saja." Jawab Wanda. "Papa sudah agak curiga karena kamu sering nelepon ke rumah." Lanjutnya.
"Jadi aku juga ngga bisa sering nelepon kamu?" Tanya Apip diikuti anggukan kepala Wanda.
"Berat juga yah, jangankan dateng ke rumah, nelepon aja ngga bisa sering." Keluh Apip.
"Kamu keberatan?" Tanya Wanda.
"Ngga, gimanapun juga aku sayang kamu, aku siap nerima konsekwensinya." Jawab Apip.
"Makasih Pip."
"Sekarang kita pikirin bagaimana caranya kita bisa janjian untuk ketemu." Ujar Apip.
"Nanti aku nelepon kamu pake wartel buat janjian ketemu." Usul Wanda.
"Kalau aku yang mau ketemu gimana?" Tanya Apip.
Wanda terdiam mendengar pertanyaan Apip. Mereka berdua lalu berpikir mencari jawaban pertanyaan Apip.
"Gimana kalau kamu telepon Wulan?" Usul Wanda.
"Ah, bener juga kamu. Pinternya pacarku." Jawab Apip senang. Wanda kembali tersipu mendengar pujian Apip.
"Oke, aku nanti telepon Wulan kalau pengen ketemu kamu." Lanjut Apip.
"Ngga tau sih, belum pernah nanya." Jawab Wanda. "Kamu udah ngasih nomernya Wulan kan?" Wanda bertanya memastikan
"Udah dong."
"Berarti tinggal dari Adinya dong." Ucap Wanda diikuti anggukan Apip. "Menurut kamu Adi suka sama Wulan?" Tanya Wanda lebih lanjut.
"Ngga tau juga, kami sekarang agak jarang ngobrol panjang, lagian dia sekarang sibuk dengan bimbel polteknya." Jelas Apip.
"Oh, jadi dia mau lanjut kuliah?" Tanya Wanda diikuti anggukan Apip.
"Wah, berita baru nih, entar aku bilangin ke Wulan deh." Ujar Wanda. "Kamu sendiri gimana? Mau lanjut juga?" Lanjutnya bertanya.
"Mau Da, tapi aku mau ngambil swasta aja biar lebih gampang masuknya." Jawab Apip.
"Rencananya mau ngambil apa?"
"Teknik Industri." Jawab Apip.
"Iya deh, aku doain lancar." Wanda berkata.
"Iya dong, harus didoain, masa pacar sendiri ngga didoain."
"Idih, manja." Jawab Wanda.
"Manja sama pacar masa ngga boleh, hehe." Komen Apip. "Jalan pacaran kita bakalan berat Da, tapi aku harap endingnya bakalan bagus." Apip melanjutkan ucapannya.
"Mudah-mudahan Pip."
"Yang penting kita saling percaya dengan jalan cinta kita." Ucap Apip diikuti anggukan Wanda.
"Tapi kamu janji ngga bakalan ninggalin aku kan?" Tanya Wanda memastikan.
"Janji dong, 100%!" Jawab Apip. "Ngga mungkin aku ninggalin orang yang aku cintai, justru aku akan berjuang biar cinta kita terus langgeng sampai ending yang bahagia." Apip melanjutkan.
"Makasih Pip, aku seneng banget dengernya." Ucap Wanda.
Quote:
"Aku senang bisa jadi pacarmu Pip." Ucap Wanda saat kembali memeluk tubuh Apip. Apip tidak menjawab, dia hanya mempererat pelukan tubuh pacarnya.
"Kok diem aja sih, ngomong dong." Pinta Apip. "Jangan-jangan kamu sebenernya ngga mau jadi pacarku?" Tanya Apip.
"Mau kok, aku diem karena seneng banget karena aku udah nunggu kamu minta aku jadi pacar kamu." Jawab Wanda. "Tapi ada sesuatu yang harus kamu tau Pip." Lanjut Wanda.
Keknya ada yang salah yah di dialog ini...
ada yang kebalik di baris pertamanya... Mksdnya yang tidak menjwb itu seharusnya Wanda kan?
Aku seneng bs jd pcrmu, Nda.. ucap apip saat kembali memeluk tubuh wanda. wanda tdk menjwb ...
gue agak bingung.. (protes mulu yah gue wkwkwkwk)..
Itu kan dibilangnya Adi ini peringkat 3 besar yah.. (naik 2 peringkat dari periode sblmnya) tapi kok Raka sebutnya Adi ini ranking 5 sih?
Pelajaran PSPB?????? itu udah diapus dari sejak gue SMP keknya... singkatan dari Pelajaran Sejarah Perjuangan Bangsa kan? Keknya PSPB diganti Sejarah. PMP diganti PPKn..
sama protes satu lagi yaaaa... anggun nya boleh gak hurup besarnya diganti hurup kecil.. soalnya anggun disini kata sifat kan... sedangkan Anggun dengan huruf kapital = kata benda = nama orang.
Oke.. oke.. gue tau gue bawel dan banyak protes...
Quote:
Originally Posted by freya.
Keknya ada yang salah yah di dialog ini...
ada yang kebalik di baris pertamanya... Mksdnya yang tidak menjwb itu seharusnya Wanda kan?
Aku seneng bs jd pcrmu, Nda.. ucap apip saat kembali memeluk tubuh wanda. wanda tdk menjwb ...
kayaknya sih gitu.. maap bawel dan byk protes #2
Makasih-makasih Gan, akhirnya ada juga editor gratisan.
Emang dialog sama tulisannya amburadul masih untung ada yang mau baca juga
Quote:
Ceritanya bagus kak sumer
Kalo masih ebtanas latar ceritanya sekitar tahun 1998 gtu y kak
Iya,.... ketauan tua yak ni yang bikin cerita
Last edited by susah_merem; 29th October 2017 at 22:31..
Hari-hari OSPEK Adi lalui dengan mulus tanpa ada hukuman. Hanya bentakan-bentakan yang dia dapat dari para senior. Sampai pada hari terakhir ospek mereka digiring ke area lab jurusan masing-masing. Disana Adi bertemu kembali dengan salah seorang teman bimbel yang mengambil jurusan yang sama bernama Arif. Kedatangan mereka di area lab jurusan disambut oleh beberapa dosen yang sudah menunggu mereka didepan Lab.
Selesai acara santai perkenalan tersebut, mereka dipisahkan berdasarkan kelas masing-masing. Ada 3 kelas dari 90 mahasiswa baru jurusan Adi kemudian diperkenalkan dengan dosen wali masing-masing. Dosen wali Adi bernama Pak Latief yang mengajarkan kuliah Dasar-dasar komputer. Dan terakhir mereka dibagikan jas praktek berwarna coklat muda dan jadwal kuliah masing-masing kelas.
Jangan menebak kalau kuliah di Politeknik sama dengan kuliah umumnya. Kuliah politeknik sama dengan layaknya sekolah anak STM. Ada pembagian kelas, ada KM kelas, dosen wali yang lebih familiar disebut walikelas dan jadwal kuliah yang sudah disusun pihak jurusan. Termasuk dengan jumlah SKS per semesterpun sudah yang ditentukan oleh pihak kampus. Perbedaannya hanyalah Mereka menggunakan pakaian bebas yang sopan saat kuliah sedangkan waktu STM menggunakan seragam. Bahkan Adi bertemu kembali dengan ragum dan kikir dan kembali ngikir membuat palu besi membuatnya merasa De Javu.
Lingkungan baru dan teman-teman yang baru membuat Adi secara alamiah mencoba untuk beradaptasi mengenal lingkungan dan teman-teman barunyanya. Keberadaan mereka membuat Adi bisa sejenak melupakan sahabat-sahabat STMnya yang sudah sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing. Bagaimanapun juga walaupun mereka berasal dari berbagai etnis dan harus sering menggunakan bahasa nasional untuk berkomunikasi, 95% teman-teman barunya laki-laki jadi tidak terlalu sulit untuknya beradaptasi dan mengenal lingkungan barunya tersebut.
Tidak ada moment spesial saat Adi menjalani semester 1. Semua datar-datar saja sama seperti saat dia masih sekolah STM. Teman-teman yang tetep batangan, jadwal kuliah yang teratur sampai dengar ngikir membuat palu besi. Namun Adi tetap menjalaninya dengan senang. Bagaimanapun juga suasana kampus cukup mendukung dalam proses adaptasinya.
Semester 1 semangat belajar Adi masih semangat 45, hal ini berimbas kepada nilai yang didapatnya dengan cukup memuaskan dengan IPK yang sangat bagus.
***
Masuk semester 2 Adi sudah tidak sanggup pulang lagi pergi rumah - kampus karena jarak antara kampus dan rumah cukup jauh. Rumah disisi selatan dan kampus disisi utara kota bandung cukup membuat dia kelelahan. Untuk mencapai kampus dia harus 3 kali naik angkutan umum. Pertama Naek angkot sampai Terminal leuwipanjang kemudian dilanjut naek bus Damri jurusan ledeng sampai Gegerkalong selanjutnya disambung dengan Angkot yang langsung sampai disamping kampus.
Akhirnya Adi memilih tinggal di asrama karena biaya sewanya jauh lebih murah daripada biaya kost disekitar kampus. Walaupun Adi harus sedikit terisolasi karena letak asrama yang berada dibelakang kampus nun jauh dari peradaban. Lumayanlah masih ada uang saku yang bisa dia sisihkan.
Di asrama Adi satu kamar dengan 2 orang yang berbeda jurusan yaitu Abdul asal lampung anak Listrik, Yudha asal Gresik anak Elektro. Dua orang ini akhirnya menjadi teman yang lebih dekat dari teman-teman sekelasnya dikampus. Dalam kamar asrama mereka disediakan 2 ranjang tingkat 2, 2 lemari pakaian dari kayu dan 4 meja untuk penghuni kamar. Jadi sebenarnya kamar tersebut masih bisa menamping 1 orang lagi, tapi sepertinya sangat jarang mahasiswa yang mau terisolasi seperti mereka.
Walaupun banyak penghuni asrama lain yang akrab, tapi karena mereka bertiga tidur dalam 1 kamar, maka otomatis keakraban mereka jauh melebihi teman-teman asrama yang lain. Karena kearaban itulah Adi mengetahui kalau 2 tahun sebelumnya Abdul pernah masuk jurusan Telkom salah satu jurusan favorit di Poltek selain teknik elektro dan teknik penerbangan sedangkan Yudha pernah kuliah di Geologi ITB. Merekapun masih menyimpan KTM mereka tersebut untuk kenang-kenangan.
Beberapa minggu setelah semester kedua dimulai, bapak Adi memberikan sejumlah uang untuk membeli sebuah komputer untuk menunjang kegiatan kuliahnya. Adipun mengajak mereka untuk mendiskusikan masalah komputer yang akan dia beli. Mereka sepakat tidak membeli komputer yang sudah jadi tapi merakitnya part per part.
"Oke hari minggu kita berangkat ke Kandaga. Sabtunya kita ke warnet buat nyari tutorial ngerakit komputer, sekalian kita cari bandingan harga biar kita ada pegangan waktu belanja disana."
Mereka sudah berada di Kandaga, berkeliling membeli part dari toko yang berbeda-beda, mencari harga yang termurah dengan type yang sama sampai akhirnya terkumpul juga partnya yaitu:
- 1 processor intel pentium II + cooler dan motherboard
- 2 keping memory SDRAM 32Mb, hardisk ATA 40GB, cdrom RW 4x, mouse + keyboard
- 1 buah Monitor tabung 14 inch dan speaker.
- Casing + power supply dan 1 buah pita printer + sebuah flashdisk 64Mb
- CD windows 98 CD kumpulan aplikasi termasuk didalamnya office 97, BAJAKAN!
Sampai di asrama mereka langsung merakit part-part komputer tersebut. Rasa penasaran membuat mereka melupakan hal lain. Abdul memegang dan membaca proses perakitan sesuai dengan artikel yang telah mereka print, Adi dan Yudha memasang part demi part yang sudah mereka beli.
"Puyeng gue udah 3 jam ngga ada kehidupan sama sekali dari komputer." Adi berkata hampir menyerah.
"Coba gue liat lagi tutorial ama handbook yang dikasih bareng motherboardnya, Dul." Yudha berkata.
Adi yang sudah agak nyerah hanya tiduran di kasur melihat Abdul dan Yudha membaca dan ngotak ngatik komputer barunya. Lama-lama Adi kembali penasaran setelah hampir 2 jam melihat Abdul dan Yudha mengotak-atik tapi komputer tetep belum menyala.
"Coba deh sini handbook motherboardnya, kita baca pelan-pelan sekali lagi." Adi akhirnya turun dari kasur.
"Ini processor udah bener. Memory udah pas. Power supply udah masuk tapi tetep ngga ada respon juga ya." Adi berkata bingung.
Saking bingung dan sedikit frustasi, Adi tekan-tekan semua tombol yang ada di casing termasuk tombol kecil untuk mereset komputer dan,...
"TIT!" komputer merespon, menampilkan nama bios motherboad dan jumlah memory yang terpasang. Mereka saling pandang lalu tertawa ngakak.
"Sialan, salah colok nih, power ketuker ama reset. Hahaha." Adi berkata diiringan suara tawa mereka bertiga.
Hampir tengah malam barulah komputer itu menampakkan kehidupannya. Namun karena ingat besok harus kuliah, komputer tersebut belum mereka install windows dan aplikasi lainnya.
Besoknya sepulang kuliah Adi mulai install windows dan aplikasi lainnya. Jam 8an malam komputer sudah siap digunakan. Yang pertama kali mereka lakukan adalah memainkan game minesweeper dan solitaire. Mereka berlomba menciptakan score waktu tercepat menyelesaikan game minesweeper. Selanjutnya diinstall game heroes, game itu menjadi game favorit mereka bertiga.
Komputer itu membuat kamar mereka lebih ramai dengan teman-teman yang berkumpul baik yang meminjam untuk menyelesaikan tugas kuliah maupun bergabung untuk memainkan game. Adi sendiri mulai belajar otodidak tentang aplikasi komputer mulai dari office, photoshop sampai visual basic. Biasanya dia akan ke warnet mencari tutorial untuk menggunakan aplikasi-aplikasi yang dia install di komputernya. Flashdisk 64MB sangat membantu mengurangi biaya print tutorial-tutorial tersebut.