HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Jumat, 2024/04/16 20:04 WIB
Media Vietnam: Indonesia Alami `Bencana` di Piala Asia U-23
-
Minggu, 2024/04/18 14:31 WIB
Pelatih Red Sparks Tertarik Rekrut Wilda Nurfadilah
-
Sabtu, 2024/04/17 17:34 WIB
Tembus Ranking Tiga Dunia, Jonatan Christie Senang dan Tertantang
-
Sabtu, 2024/04/17 15:29 WIB
Setter Red Sparks Terpesona Sambutan Fans di Indonesia
-
Sabtu, 2024/04/17 16:42 WIB
Menpora Dukung PSSI Protes AFC Buntut Kontroversi Qatar vs Indonesia
-
Kamis, 2024/03/18 11:56 WIB
Jonatan Tak Pernah Menyangka Bisa Juara All England
|
Thread Tools |
15th November 2008, 17:50 |
#1
|
Mania Member
|
Biara Shaolin dan para pendekar gunung Shongshan!
Biara Shaolin dan Shaolin Kung Fu
Letak kuil Shaolin di propinsi Henan China! Biara shaolin yang terkenal, didirikan oleh pendeta buddhis india, batou, pada tahun 495 M, di bawah perlindungan kaisar Xiao Wen DI dari dinasti Wei utara. Pada tahun 527 M, budhidarma, seorang pangeran india yang meninggalkan kehidupan mewahnya untuk menjadi pendeta buddha, tida disana untuk mengajarkan buddhisme. Ketika ia menemukan para pendeta terlalu lemah untuk mempraktikkan meditasi, jalan utama untuk pencerahan, ia mengajarkan mereka serangkaian latihan luar yang dikenal sebagai Delapa Belas Tangan Lohan, dan satu sisatem l;atihan dalam yang dikenal sebagai kitab Metamorfosa otot. Shaolin bukanlah biara biasa adalah biasa bagi kaisar cina sepanjang sejarah untuk berdoa kepada surga setahun sekali untuk kedamaian dan kemakmuran rakyat, dan mereka melaqkukan upacara di salah satu gunung suci cina. Gunung song tempat biara shaolin terletak adalah gunung suci pusat. Oleh karena itu, shaolin sering dikunjungi oleh kaisar-kaisar dan jenderal-jemnderal besar. Beberapa jenderal pensiun ke biara untuk mencari pencerahan spiritual. Merekla adalah ahli beladiri dan ketika mereka melihat para bhiksu berlatih Delapa Tangan Lohan, mereka mengembangkan gerakan fisik menjadi kung fu, yang kemudia dikenal sebagai kung fu Lhan Shaolin. Mereka juga mengembangkan Metamoforsa Otot menjadi chi kung shaolin Ada beberapa jenis kung fu shaolin, masing-masing dengan ciri khusus yang sesuai bagi orang yang berbeda dan kebutuhan berbeda. Namun, bentuk dasarnya adalah kungfu lohan, yang merupakan gaya bagus untuk pengikut yang kuat dan besar karena ini menggunakan keuntungan ukuran dan kekuatan. Chi kung shaolin juga dikembangkan menjadi berbagai jenis, tetapik metamorfosa otot tetap merupakan pendekatan dasar untuk latahian tenaga dalam kungfu shaolin. Kondisi di biara shaolin sangat ideal untuk latihan kung fu. Lingkungannya ada di daerah paling indah di china dan para bhiksunya tidak terganggu masalah duniawi. Kungfu tidak hanya dipraktekkan sebagai sistem pertarungan, tetapi dipelajari dan diteliti sebagai seni oleh murid yang cerdas dan disilpin yang memiliki banyak waktu dan juga oleh beberapa master terbaik dalam kerajan yang mengajarinya. Pencapaiannya kumulatif, dengan setiap generasi master menambahkan teknik dan keterampilan baru pada suatu kumpulan gerakan yang terus berkembang. Tidak heran bahwa biara itu menjadi pusat utama untuk latihan kungfu. Kungfu shaolin pada mulanyua hanya diajarkan kepada para bhiksu tetapi kemudian murid awam juga diterima. Setelah lulus murid awam ini dan juga beberapa bhiksu menyebarkan ke berbagai bagian negara untuk mengajarkan seni ini. Kemudian pepatah ‘kung fu shaolin adalah terbaik di dunia’ diterima luas. Di kemudian hari, kungfu dhaolin dibagi menjadi shaolin utara dan shaolin selatan Volume seni shaolin meluas sangat banyak sehingga tak seorang pun fdapat menpelajari selama hidupnya dan spesialisasi pun di mulai. Berbagai keterampilan secara tradisonal dikenal dengan 72 seni shaolin. Seni ini luas dan menyeluruh untuk kesehatan, perkembangan pribadi dan pencerahanb dan beragam untuk menyewsuaikan pada kebutuhan berbeda bagi orang muda, setengah baya dan tua. Oleh karena banyaknya seni yang ditambahkan selama bertahun-tahun, jumlah ini sebenarnya lebih dari 72. untuk menpertahankan tradisi, ada perubahan kecil pada periode berbeda terhadap seni itu yang melebihi 72, namun seni utamanya tetap sama. Beberapa contoh di antaranya tangan besi, fondasi bungan persik, seni meringankan tubuh, metode pemurnian hati dan berbagai teknik untuk meningkatkan organ indra yang berbeda. Tujuh pulu dua seni shaolin karenanya lebih dari sekedar sistem pertarungan. Dinasti Qing menyaksikan pertumbuhan banyak gaya dari kungfu shaolin selatan. Selain biara shaolin utara di provinsi Henan, biara shaolin lain di bangun di distrik Quanzhou di provinsi Fujian selama dinasti Ming (1368-1644). Kungfu yang diajarkan di sini disebut sebagai kungfu shaolin selatan, untuk menbedakannya dari kungfu shaolin utara dari biara Henan. Kung fu shaolin selatan dicirikan oleh kudfa-kuda yang solid, lengan yang kuat dan teknik tangan yang luas, berlawanan dengan lompatan indah, gerakan dan serangan tendagan yang bervariasi dari kungfu shaolin utara. Biara quanzhou menjadi pusat bagi kaum revolusioner selama dinasti qing. Menurut legenda, kaisar qing Yong Zhen saendiri menyusup ke biara sebagai bhiksu untuk menpelajari kungfu shaolin. Ia kemudian mengirimkan tentara, dibantu olehj lama tibet yang merupakan ahli beladiri untuk menghancurkannya. Oleh karena itu, ketika tibet diserrang oleh tentara komunis dan lama tibet melarikan diri ke bagian lain dunia. Beberapa orang menganggapnya sebagai balasan karma. Di sisi positif, seperti master shaolin yang melarikan diri untuk menyebarkan ajaran shaolin kemana-mana, lama tibet melarikan diri kebagian dunian lain untuk menyebarkan buddhisme vajrayana. Salah satu bhiksu shaolin yang melarikan diri mengubah namanya menjadi jiang nan untuk menghidari kejaran tentara. Setelah 50 tahun berkelana, dengan satu tujuan untuk menemukan pewaris yang cocok, ia mencapai thailand selatan disana ia bertemu dengan master kungfu fengyang yang terkenal dengan pukulan mata funik dan mencari nafkah sebagai seniman yang menpertunjukan kung fu. Bhiksau shaolin tua ini menonton pertunjukkannya setiap malam. Kemudia, suatu malam setelah kerumunan bubar, ia berkata kepada yang fang kun, ‘anak muda, kau telah mendapatkan banyak tepuk tangan untuk pertunjukkanmu, tapi kungfumu hanya seni tangan untuk pertunjukanmu, bukan kungfu asli.’ Sebelum yang fang kun dapat mengatakan apa pun, yang mulia jiang nan melanjutkan, ‘jangan dengarkan kata-kataku. Ujian kungfu adalah pertarungan. Mari cari tempat yang cocok dan kita melakukan pertandingan persahabatan untuk menguji apakah kungfumu hanya seni pertunjukan atau kungfu asli.’ Pada pertarungan berikutnya, yang mulia jiang nan, yang sudah berusia 80 tahun mengatasi yang fa kun yang berusia 20 tahun seperti anak kecil. Ketika yang memohon kepada bhiksu itu untuk menerimanya sebagai murid, master shaolin tua itu meminta satu syarat. ‘tinggallah bersamaku di puncak gunung dan mulai latihan dari awal.’ Lima puluh tahun kemudian, yan fa kun mengajarkan seni shaolin pada ho fatt nam yang mempraktikkan tinju siam, silat melayu dan tujuh gaya kungfu, dan mencari nafkah sebagai petarung tinju siam. Yang fa kun juga meminta satu syarat ‘kau harus mulai dari awal,’ katanya kepada ho fatt nam. Di selatan cina, lima gaya shaolin selatan utama dinamakan sesuai keluarga para master. Menggunakan nama ini bukannya istillah ‘shaolin’ adalah salah satu cara menghindari perhatian tentara qing. Lima gaya utama adalah Hongjiaquan (kungfu keluarga hong), liujiaquan (kungfu keluarga liu), caijiaquan (kungfu keluarha cai, lijiaquan (kungfu keluarga li) dan mojiaquan (kungfu keluarga mo). Dari kelima gaya ini, hojiaquan adalah yang paling terkenal. Ini sering disingkat menjadi hongquan, yang diucapkan sama dengan hongquan dari kung fu shaolin utara. Hongjiaquan dinamakan sesuai master shaolin, hong xi guan dan sangat terkenal dengan kuda-kudanya yang solid dan pukulannya yang kuat Liujiaquan yang dinaman menurut liu san yan terkenal untuk teknik tongkatnya. Caijiaquan dinamakan menurut cai vbai da dan terkenal untuk teknik tendangan. Lijiaquan dinamakan menurut li you san dan terkenal dengan poukulan mata funik. Mojiaquan dinamakan menurut mo qing jiao, juga terkenal untuk tendangannya Beberapa master shaolin menkhususkan pada jurus tertentu yang diambil dari gerakan dan sifat hewan, seperti kekuatan macan dan keanggunan bangau jadi selain menamai sesuai nama master, beberapa dinamai sesuai dengan jurus utamannya, seperti lungxingquan atau kungfu gaya naga, heihuquan atau kung fu macan hitam dan paihequan atau kungfu bangau putih. |
Si Ganteng No.1 Siauw Shiyi Lang Sang Pendekar Berandalan Last edited by shiyilang; 15th November 2008 at 18:12.. |
15th November 2008, 17:52 |
#2
|
Mania Member
|
Biara Shaolin
Biara Shaolin
Begitu nama Biara Shaolin disebut, biasanya yang terlintas di benak kita adalah murid-muridnya, kewajiban, kesederhanaan, heroisme, dan kerja keras. Secara umum Biara Shaolin dikaitkan dengan ketenaran kungfunya yang melegenda di seluruh dunia, di samping sebagai pusat agama Buddha. Meskipun demikian, popularitas Biara Shaolin dalam kaitannya dengan kungfu jauh melebihi kesadaran orang tentang perannya dalam pusat agama Buddha. Sedemikian populernya kungfu Shaolin sehingga sering secara “berlebihan” khalayak mengatakan bahwa semua kungfu di seluruh dunia berasal dari Biara Shaolin. Biara Shaolin telah berulang kali dihancurkan dan dibangun kembali dalam waktu lebih dari seribu tahun sejak pemerintahan Wei Utara (386 - 534), Dinasti SUi, Tang, Song, Yuan, Ming, dan CHing. Masing- masing dinasti ikut berperan dalam pembangunan dan pembesarannya, yang pada akhirnya menjadikannya sebagai harta seni Cina yang besar. Biara Shaolin berlokasi di Provinsi Henan, Cina, sekitar 13 km barat laut Kabupaten Deng Feng, di kaki barat Songshan (Gunung Song). Nama Shaolin ditetapkan setelah mempertimbangkan lokasi biara yang terletak di bawah pepohonan rindang (lin) di lereng utara Puncak SHaoshih dekat Loyang, yang ditanam oleh para juru taman kaisar pada waktu mereka mempersiapkan pembangunan biara. Oleh karena itulah, secara harafiah Shaolin berarti hutan baru atau hutan muda. Songshan yang dikenal sebagai pusat dari “lima gunung” di Cina memiliki panorama indah yang sedemikian menakjubkan. Keindahan alam di Songshan diilustrasikan mampu menggambarkan keelokan dunia, penuh dengan puncak-puncak yang berbentuk aneh, yang oleh bangsa Tionghoa ditinggikan sebagai tempat mutiara budaya yang melimpah. Tempat berdirinya Shaolin She di bawah Puncak Wuru di kaki barat Gunung Song merupakan longsoran batu alam. Disimak dari bentuknya, longsoran tersebut tampak sangat biasa dan sama sekali tak ada keistimewaannya, tetapi dari longsoran inilah lahir aliran Buddha Zen yang gaungnya mampu menembus seluruh pelosok Cina. Hingga kini, Biara Shaolin dianggap sebagai tempat penting bagi pengembangan ajaran Buddha Zen di negara Cina. Dalam hal ini aliran Zen bertindak sebagai katalisator yang mampu menampilkan satu budaya pendalaman ajaran Buddha serta berlatih kungfu dalam kehidupan keseharian. Manurut perkiraan, pada masa pemerintahan Kaisar Ming Di dari Dinasti Han Timur (25 - 220), agama Buddha mulai diperkenalkan di CIna. Selama masa pemerintahan Wei Utara (386 - 534), fanatisme terhadap ajaran Buddha berkembang dengan sangat pesat. Pada masa itu dibangun lebih dari 13.000 kuil Buddha dengan 100.000 biksu dan biarawati. DI samping itu, banyak pula didirikan kuil dan patung. Salah satu mahakarya yang tekenal pada masa itu adalah Perkampungan Gerbang Naga. Biara Shaolin dibangun oleh Kaisar Xiaowen dari Dinasti Wei Utara sebagai fasilitas menetap dan melaksanakan aktivitas misionari bagi Buddhabadra, seorang biksu Buddha India terkenal yang datang ke Cina pada tahun ke-19 saat pemerintahan *** He dari DInasti Wei Utara (495 M). Di Cina Buddhabadra memperoleh nama CIna, Batuo (Bada). Sayangnya, ajaran Buddha Hinayana yang diajarkan Batuo tidak memiliki gaung yang besar. |
Si Ganteng No.1 Siauw Shiyi Lang Sang Pendekar Berandalan Last edited by shiyilang; 16th November 2008 at 10:51.. |
15th November 2008, 17:57 |
#3
|
Mania Member
|
para pendekar gunung songsan, henan China!
Nama Shaolin berasal dari kata Siaw Lim (gunung kecil), karena biara shaolin terletak dipegunungan shongsan, propinsi Henan, Cina. Menurut sejarah, biara shaolin didirikan seorang pendeta india bernama Batuo, sekitar tahun 495 M. Hal ini bisa diketahui dari lukisan2 didinding kuil yang melukiskan orang2 india.[/COLOR][/B] Sekitar tahun 527 M, seorang pendeta budhis india yang berjuluk Bodhidarma (Tat Mo Couwsu) datang dari india kedataran cina untuk menyebarkan ajaran budha (konon ia menyeberang sungai dengan berjalan diatas air). Bodhidarma kemudian menetap dikuil shaolin. Dikuil, ia lalu bermeditasi selama kurang lebih 9 tahun dengan menghadap dinding. Suatu saat Bodhidarma merasa kesal terhadap dirinya sendiri yang tidak bisa konsentrasi dalam meditasinya, karena masih mendengar suara2 dari luar, lalu ia memotong daun telinganya (konon tempat ia membuang daun telinganya lalu tumbuh semacam tumbuh2an). Dan sampai kini orang bisa melihat bekas bayangan tubuhnya yang membekas didinding tempat ia bermeditasi dikuil shaolin. Menurut penyelidikan, Bodhidarma bukanlah pendiri kuil shaolin and bukan pembuat ilmu beladiri shaolin yang pertama, tapi ia diakui sebagai orang yang sangat berjasa dalam pengembangan ilmu beladiri shaolin. Bodhidarma sendiri adalah bekas seorang pangeran india yang menjadi pendeta, sehingga sebagai seorang pangeran tentu saja besar kemungkinan ia mendapatkan pendidikan ilmu beladiri dari ahli2 yoga istana. Suatu ketika bodhidarma melihat biksu2 shaolin banyak yang tidak bisa berkonsentrasi dan diam berlama2 dalam meditasinya, sehingga ia lalu mengajarkan 2 buah kitab yang ditulisnya, dan juga 18 jurus Lohan (Arhat) kepada biksu2 shaolin. Dari dua kitab itu, yang satu hilang entah kemana, dan yang satu lagi adalah kitab Ih Cin Keng (Xin Jin Jing) atau kitab Metamorfosa / Transformasi Tendon dan Otot. Disebutkan bahwa orang yang menguasai kitab ini akan mempunyai tubuh yang kebal dari segala macam senjata. Bentuk asli dari isi kitab Ih Cin Keng ini sendiri tidak diketahui sepenuhnya karena telah lewat waktu ribuan tahun, tapi sebagian dari isinya bisa dilihat pengaruhnya dalam ilmu beladiri shaolin sekarang. Kemudian seni beladiri shaolin terus berkembang seiring waktu, salah satu perkembangan yang penting adalah ketika seorang pangeran bernama Chang Zan Feng berlatih dikuil shaolin. Dalam perjalanannya kekuil, ia melihat seorang kakek penjual kaki lima tanpa sengaja menyenggol seorang preman. Preman ini marah dan berusaha menghajar sikakek tua walau kakek itu telah berulang kali meminta maaf. Karena minta maafnya tidak digubris sipreman yang terus menyerangnya, kakek itu lalu hanya meletakkan satu jari di jempol kaki si preman, akibatnya sipreman langsung pingsan dengan tubuh membiru. Ternyata sikakek merupakan ahli Qin-na (semacam ilmu mencengkram dan menotok cina). Merasa kagum pada kesaktian sikakek, Chang Zan Feng lalu meminta berguru ke sikakek, tapi dengan halus sikakek tua itu menolak dan merekomendasikan temannya seorang pendekar untuk mengajari Chang. Lalu kemudian Chang mengajak sikakek tua itu dan temannya seorang pendekar untuk menetap dikuil shaolin. Dan kemudian ketiga orang inilah yang lalu mengembangkan ilmu2 shaolin menjadi 72 bentuk ilmu shaolin yang diilhami dari sifat2 dan ciri2 dari 5 binatang (macan, ular, bangau, kera, dan naga). Perkembangan penting lainnya adalah ketika kaisar pada saat itu dihasut oleh seseorang bahwa kuil shaolin akan memberontak kepada kekaisarannya, sehingga kaisar lalu mengutus ribuan pasukan untuk menghancurkan kuil shaolin. Penyerangan pertama ribuan pasukan kekaisaran ini bisa dipatahkan oleh perlawanan biksu2 shaolin yang bertahan dikuil. Tapi kemudian pada penyerangan selanjutnya biksu2 shaolin tak mampu lagi menahan serbuan pasukan, sehingga akhirnya kuil2 shaolin dibakar habis dan banyak biksu2nya dibunuh (kisah penghancuran kuil shaolin ini pernah difilmkan dengan judul Shaolin Temple dengan bintang Jet Lee). Dari sekian banyak biksu2 shaolin hanya ada 5 biksu yang berhasil selamat dan melarikan diri keluar kuil dengan membawa sebagian kitab dan barang2 berharga shaolin. 5 biksu ini lalu disebut dengan "5 leluhur" karena pada awalnya ilmu beladiri shaolin hanya terbatas diajarkan dikalangan intern biksu2 saja tak pernah diajarkan keluar kuil, tapi karena peristiwa ini ilmu beladiri shaolin kemudian mulai diajarkan keluar kuil. Disiplin Keras Biksu2 shaolin dibagi dalam beberapa tingkatan, seperti biksu pemula, biksu senior, biksu tingkat tinggi, dll. Sebagai seorang biksu, tentu saja pendikan agama Budha sangat penting diajarkan disana, tapi untuk memperkuat kesehatan tubuh biksunya, ilmu beladiri juga diajarkan kepada biksu2 shaolin. Pada mulanya kuil shaolin tidak menerima murid yang bukan penduduk asli cina (beragama budha), tapi seiring perkembangan zaman, akhir2 ini kuil shaolin mulai menerima murid dari luar cina walau dikenakan biaya mahal. Pengajaran ilmu beladiri shaolin sendiri disesuaikan dengan tingkatan para biksunya, semakin tinggi tingkatannya semakin tinggi juga tingkatan ilmu yang diajarkan kepadanya. Biksu2 yang baru masuk biasanya tidak diajarkan beladiri, tapi lebih disuruh untuk melakukan kegiatan2 yang sifatnya keperluan sehari2 seperti mengambil air dari sungai, menyapu halaman, dll. Setelah selang beberapa waktu kemudian, baru diajarkan ilmu beladiri dasar, yaitu disuruh melatih kuda2 saja selama beberapa bulan atau tahun tanpa diajarkan ilmu beladiri lain . Tapi akibat dari latihan kuda2 ini, biksu2 shaolin dapat berlari puluhan km tanpa lelah, kakinya kuat dihajar lawan, dan bisa menghancurkan lantai batu dengan sekali hentakan kaki ! (di villa Seribu Budha di kuil shaolin, kini bisa dilihat lantai batunya banyak yang berlubang2 akibat latihan biksu2 shaolin). Pendidikan shaolin termasuk pendidikan beladiri yang sangat keras, murid2 disuruh membiasakan diri untuk berlatih setiap saat, seperti tidak disediakan kursi diruang makan lalu murid2 disuruh makan-minum dengan melakukan kuda2, bahkan waktu tidurpun mereka tetap berlatih, seperti tidur diatas sehelai tali yang dibentangkan, atau tidur dengan kaki diikat keatas, atau dalam posisi meditasi. Murid2 dibiasakan disuruh mengambil air dengan 2 gentong besar kesungai yang jaraknya beberapa km dari kuil shaolin bolak balik, lalu setiap pagi diajak berlari jongkok menaiki/menuruni pundakan tangga panjang diluar kuil, dan latihan2 berat lainnya. Dan biksu2 shaolin dilatih bermeditasi selama berjam2 dengan diawasi pengawas bila sedikit saja kelihatan tidak konsentrasi langsung digebuk dengan tongkat. Tapi hasil latihan keras ini dapat membuat biksu2 shaolin punya tubuh yang sangat kuat. Tenaga dalam Shaolin Ilmu beladiri shaolin secara garis besar mempunyai konsep melatih 3 aspek penting yaitu: Shen (melatih konsentrasi dan ketenangan pikiran), Gong (menyerap energi alam / metafisik) dan Chi (melatih energi vital / tenaga dalam). (Irwandi) |
Si Ganteng No.1 Siauw Shiyi Lang Sang Pendekar Berandalan Last edited by shiyilang; 15th November 2008 at 18:01.. |
15th November 2008, 18:04 |
#4
|
Mania Member
|
Asal beladiri kuil shaolin!
Bermula dari P'u-t'i Tamo (Bodhi Dharma), seorang pendeta Budha bangsa India yang datang ke Tiongkok sekitar tahun 505 - 556 AD. P'u-t'i Tamo menetap di kuil Siauw Liem, mengembangkan ajaran Buddha Ch'an (Zen).
Suatu hari beliau tampak terkejut karena hampir sebagian besar para bhiksu terlihat terkantuk-kantuk saat mengikuti pelajaran agama. Sejak itu para bhiksu Siauw Liem diwajibkan berlatih 18 jurus Senam Penyehat Tubuh yang dibawa dari India. Senam tersebut ditujukan untuk menyehatkan tubuh para bhiksu, karena mereka harus duduk berjam-jam mendengarkan pelajaran agama. Senam tersebut ternyata di kemudian hari memberikan warna khusus pada ilmu silat Siauw Liem Sie. Dengan berjalannya waktu, apalagi sepeninggal P'u-t'i Tamo, kedelapanbelas jurus senam penyehat tubuh tersebut hampir saja hilang, dilalaikan oleh para bhiksu. Untunglah, seorang muda ahli Kung Fu tangan kosong dan pedang versi daratan Tiongkok masuk menjadi bhiksu di kuil Siauw Liem. Beliau, yang kelak kemudian berjuluk Ciok Yen Shang Ren, dengan tekun dan sungguh-sungguh mulai membenahi ke-18 jurus tersebut dan mencampurnya dengan ilmu Kung Fu-nya. Terciptalah ilmu yang baru, 72 jurus, yang dinamakan Shaolin Kung Fu, karena tercipta di kuil Siauw Liem. Untuk mencari pendekar ahli Kung Fu yang bisa menyempurnakan ilmunya, beliau mengembara. Ketika berada di kota Lancow, beliau melihat seorang tua dihadang oleh seorang penjahat yang bertubuh kekar. Anehnya, ketika penjahat itu melancarkan serangan, hanya dengan ketukan jari tangan yang tampaknya dilakukan dengan ringan membuat penjahat itu jatuh pingsan. Beliau memperkenalkan diri dan secara jujur menceritakan tujuan pengembaraannya. Ternyata orang tua itu adalah pendekar Kim Na Jiu (Jujitsu versi Kung Fu). Orang tua itu cuma menyebut nama marganya, Lie. Dengan perantaraan orang tua itu, beliau dapat berkenalan dengan pendekar Pai Ie Fung, pendekar tanpa tanding dari propinsi Shansi, Henan dan Hopei. Ketulusan hati Ciok Yen Shang Ren dapat mengetuk hati kedua pendekar tersebut, sehingga mereka mau tinggal di kuil Siauw Liem untuk menyusun suatu ilmu baru berdasar ke-18 jurus Senam Penyehat Tubuh warisan Tatmo Cou Su, ditambah ke-72 jurus Kung Fu Ciok Yen Shang Ren, dan digabungkan dengan ilmu kedua pendekar itu sendiri. Demikian, akhirnya tercipta 182 jurus Shaolin Kung Fu yang dapat dibagi dalam lima macam permainan Kung Fu: Jurus Naga, jurus harimau, Jurus Macan Tutul, Jurus Ular dan Jurus Bangau. |
Si Ganteng No.1 Siauw Shiyi Lang Sang Pendekar Berandalan Last edited by shiyilang; 15th November 2008 at 18:19.. |
15th November 2008, 18:20 |
#7
|
Mania Member
|
Shaolin Monastery
"Shaolin Temple" redirects here. For other uses, see Shaolin Temple (disambiguation). Main gate of the Shaolin Monastery in Henan, China. The Shaolin Monastery or Shaolin Temple (Chinese: 少林寺; pinyin: Shàolínsì), is a Chan Buddhist temple at Song Shan in Zhengzhou City Henan Province of what is now the People's Republic of China. The monastery was built by the Emperor Hsiao-Wen in AD 477, and the first abbot of Shaolin was Batuo, (also, Fotuo or Bhadra (the Chinese transposition of Buddha), an Indian dhyana master who came to China in AD 464 to spread Buddhist teachings. [1] Long famous for its association with Chinese martial arts and particularly with Shaolin Kung Fu, it is the Mahayana Buddhist monastery perhaps best known to the Western world. [2] The Shao in "Shaolin" refers to "Mount Shaoshi", a mountain in the Songshan mountain range. The lin in "Shaolin" means "forest". Literally, the name means "Monastery in the woods of Mount Shaoshi". According to the Continued Biographies of Eminent Monks (AD 645) by Dàoxuān, the Shaolin Monastery was built on the north side of Shaoshi, the western peak of Mount Song, one of the Sacred Mountains of China, by Emperor Xiaowen of the Northern Wei Dynasty. Yang Xuanzhi, in the Record of the Buddhist Monasteries of Luoyang (AD 547), and Li Xian, in the Ming Yitongzhi (AD 1461), concur with Daoxuan's location and attribution. The Jiaqing Chongxiu Yitongzhi (AD 1843) specifies that this monastery, located in the province of Henan, was built in the 20th year of the Tàihé era of the Northern Wei Dynasty, that is, the monastery was built in AD 497. Kangxi, the second Qing emperor, was a supporter of the Shaolin temple in Henan and he wrote the calligraphic inscription that, to this day, hangs over the main temple gate.[citation needed] The monastery has been destroyed and rebuilt many times. Perhaps the best-known story of the Temple's destruction is that it was destroyed in 1644 by the Qing government for supposed anti-Qing activities (giving birth to the famous slogan "Destroy the Qing, restore the Ming!"); this destruction is also supposed to have helped spread Shaolin martial arts through China by means of the five fugitive monks Ng Mui, Jee Shin Shim Shee, Fung Doe Duk, Miu Hin and Bak Mei. This story commonly appears in martial arts history, fiction, and cinema. However, accounts of the Qing Dynasty destroying the Shaolin temple may refer to a southern Shaolin temple, which Ju Ke, in the Qing bai lei chao (1917), located in Fujian Province. Additionally, some martial arts historians, such as Tang Hao and Stanley Henning believe that the story is likely fictional, appearing only at the very end of the Qing period in novels and sensational literature.[citation needed] There is evidence of Shaolin martial arts techniques being exported to Japan in the 18th and 19th centuries. Okinawan Shōrin-ryū karate (小林流), for example, has a name meaning "Small [Shao]lin".[3] Other similarities can be seen in centuries-old Chinese and Japanese martial arts manuals.[4] In 1928, the warlord Shi Yousan set fire to the monastery, burning it for over 40 days, destroying 90% of the buildings including many manuscripts of the temple library.[5] The Cultural Revolution launched in 1966 targeted religious orders including the Monastery. The five monks who were present at the Monastery when the Red Guard attacked were shackled and made to wear placards declaring the crimes charged against them.[5] The monks were jailed after being flogged publicly and parading through the street as people threw rubbish at them.[5] The government purged Buddhist materials from within the Monastery walls, leaving it barren for years. Martial arts groups from all over the world have made donations for the upkeep of the temple and grounds, and are subsequently honored with carved stones near the entrance of the temple. In the past, many people have tried to capitalize on the Shaolin Monastery by building their own schools on Mount Song. However, the Chinese government eventually outlawed this, and so the schools all moved to the nearby towns. A Dharma gathering was held between August 19 and 20, 1999, in the Shaolin Monastery, Songshan, China, for Buddhist Master Shi Yong Xin to take office as abbot. He is the thirteenth successor after Buddhist abbot Xue Ting Fu Yu. In March 2006 Vladimir Putin of Russia became the first foreign leader to visit the monastery. Two luxury bathrooms were recently added to the temple for use by monks and tourists. The new bathrooms reportedly cost three million yuan.[6] Patron saint In his book The Shaolin Monastery (2008), Tel Aviv University Prof. Meir Shahar notes the Boddhisattva Vajrapani is the patron saint of the Shaolin Monastery. A short story appearing in Zhang Zhuo's (660-741) Tang anthology shows how the deity had been venerated in the Monastery from at least the eighth century. It is an anecdotal story of how the Shaolin monk Sengchou (480-560) gained supernatural strength and fighting ability by praying to Vajrapani and being force-fed raw meat.[7] Shaolin abbot Zuduan (1115-1167) erected a stele in his honor during the Song Dynasty.[8] It reads: 1517 stele dedicated to Narayana's defeat of the Red Turban rebels. Guanyin (his original form) can be seen in the clouds above his head. According to the scripture [Lotus Sutra], this deity (Narayana) is a manifestation of Avaokitesvara (Guanyin).[9][10] If a person who compassionately nourishes all living beings employs this [deity's] charm, it will increase his body's strength (zengzhang shen li). It fulfills all vows, being most efficacious. ... Therefore those who study Narayana's hand-symbolism (mudra), those who seek his spell (mantra), and those who search for his image are numerous. Thus we have erected this stele to spread this transmission.[11] Instead of being considered a stand alone deity, Shaolin believes Vajrapani to be an emanation of the Bodhisattva Guanyin. Shahar comments the Chinese scholar A'De noted this was because the Lotus Sutra says Guanyin takes on the visage of whatever being that would best help pervade the dharma. The exact Lotus Sutra passage reads: “To those who can be conveyed to deliverance by the body of the spirit who grasps the vajra (Vajrapani) he preaches Dharma by displaying the body of the spirit who grasps the vajra.”[12] He was historically worshiped as the progenitor of their famous staff method by the monks themselves. A stele erected by Shaolin abbot Wenzai in 1517 shows the deity's vajra-club had by then been changed to a Chinese staff,[13] which originally "served as the emblem of the monk".[14] Vajrapani's Yaksha-like Narayana form was eventually equated with one of the four staff-wielding "Kimnara Kings" from the Lotus Sutra in 1575. His name was thus changed from Narayana to "Kimnara King".[15] One of the many versions of a certain tale regarding his creation of the staff method takes place during the Yuan Dynasty's Red Turban Rebellion. Bandits lay siege to the monastery, but it is saved by a lowly kitchen worker wielding a long fire poker as a makeshift staff. He leaps into the oven and emerges as a monstrous giant big enough to stand astride both Mount Song and the imperial fort atop Mount Shaoshi (which are five miles apart). The bandits flee when they behold this staff-wielding titan. The Shaolin monks later realize that the kitchen worker was none other than the Kimnara King in disguise.[16] Shahar notes the part of the kitchen worker might have been based on the actual life of the monk Huineng (638-713).[17] In addition, he suggests the mythical elements of the tale were based on the fictional adventures of Sun Wukong from the Chinese epic Journey to the West. He compares the worker's transformation in the stove with Sun's time in Laozi's crucible, their use of the staff, and the fact that Sun and his weapon can both grow to gigantic proportions.[18] Statues and paintings of Kimnara were commissioned in various halls throughout Shaolin in honor of his defeat of the Red Turban army. A wicker statue woven by the monks and featured in the center of the "Kimnara Hall" was mentioned in Cheng Zongyou's seventeenth century training manual Shaolin Staff Method. However, a century later, it was claimed that Kimnara had himself woven the statue. It was destroyed when the monastery was set aflame by the KMT General Shi Yousan in 1928. A "rejuvenated religious cult" arose around Kimnara in the late twentieth century. Shaolin re-erected the shrine to him in 1984 and improved it in 2004.[19] The Buddhist monk Bodhidharma erroneously came to be known as the creator of the monastery's arts. This occurred when a Taoist with the pen name "Purple Coagulation Man of the Way" wrote the Sinews Changing Classic in 1624, but claimed to have discovered it. The first of two prefaces of the manual traces this qigong style's succession from Bodhidharma to the Chinese general Li Jing via "a chain of Buddhist saints and martial heroes."[20] Scholars damn the work as a forgery because of it's numerous anachronistic mistakes and the fact that popular fictional characters from Chinese literature, including the "Bushy Bearded Hero" (虬髯客), are listed as lineage masters.[21] In fact, Shahar points out the "Qing scholar Ling Tingkan (1757-1809) dismissed the manual's author as an 'ignorant village master'."[22] |
Si Ganteng No.1 Siauw Shiyi Lang Sang Pendekar Berandalan Last edited by shiyilang; 16th November 2008 at 11:26.. |
15th November 2008, 18:20 |
#8
|
Mania Member
|
Shaolin Kung Fu
Shaolin Kung Fu refers to a collection of Chinese martial arts that claim affiliation with the Shaolin Monastery. Of the tens of thousands of kung fu wushu styles, several hundred might have some relationship to Shaolin; however, aside from a few very well known systems, such as Xiao Hong Quan, the Da Hong Quan, Yin Shou Gun, Damo Sword, etc., it would be almost impossible to establish a verifiable connection to the Temple for any one particular art. Internal and external arts Huang Zongxi described Chinese martial arts in terms of Shaolin or external arts versus Wudang or internal arts in 1669. [1] It has been since then that Shaolin has been popularly synonymous for what are considered the external Chinese martial arts, regardless of whether or not the particular style in question has any connection to the Shaolin Monastery. Some say that there is no differentiation between the so-called internal and external systems of the Chinese martial arts[2][3], while other well known teachers have expressed differing opinions. For example, the Taijiquan teacher Wu Jianquan: Those who practice Shaolinquan leap about with strength and force; people not proficient at this kind of training soon lose their breath and are exhausted. Taijiquan is unlike this. Strive for quiescence of body, mind and intention.[4] In 1784 the Boxing Classic: Essential Boxing Methods made the earliest extant reference to the Shaolin Monastery as Chinese boxing's place of origin.[5][6] Again, this is a misconception, as Chinese martial arts pre-date the construction of the Shaolin Temple by at least several hundred years. [3][7] Legend of Bodhidharma According to the Jingde of the Lamp, after Bodhidharma, a Buddhist monk from India, left the court of the Liang emperor Wu in 527, he eventually found himself at the Shaolin Monastery, where he “faced a wall for nine years, not speaking for the entire time”. According to the Yì Jīn Jīng, after Bodhidharma faced the wall for nine years at Shaolin temple and made a hole with his stare, he left behind an iron chest. When the monks opened this chest they found two books: the “Marrow Cleansing Classic,”[8] and the “Muscle Tendon Change Classic”, or "Yi Jin Jing"[9] within. The first book was taken by Bodhidharma's disciple Huike, and disappeared; as for the second, the monks selfishly coveted it, practicing the skills therein, falling into heterodox ways, and losing the correct purpose of cultivating the Real. The Shaolin monks have made some fame for themselves through their fighting skill; this is all due to their possession of this manuscript.[10] 1517 stele dedicated to Vajrapani's defeat of the Red Turban rebels. Guanyin (his original form) can be seen in the clouds above his head. The attribution of Shaolin's martial arts to Bodhidharma has been discounted by several 20th century martial arts historians, first by Tang Hao on the grounds that the Yì Jīn Jīng is a forgery.[11] Stele and documentary evidence shows the monks historically worshiped the Bodhisattva Vajrapani's "Kimnara King" form as the progenitor of their staff and bare hand fighting styles.[12] Huiguang and Sengchou were involved with martial arts before they became two of the very first Shaolin monks, reported as practicing martial arts before the arrival of Bodhidharma.[13] Sengchou's skill with the tin staff is even documented in the Chinese Buddhist canon. Records of the discovery of arms caches in the monasteries of Chang'an during government raids in AD 446 suggests that Chinese monks practiced martial arts prior to the establishment of the Shaolin Monastery in 497.[14] Monks came from the ranks of the population among whom the martial arts were widely practiced prior to the introduction of Buddhism. There are indications that Huiguang, Sengchou and even Huike, Bodhidarma's immediate successor as Patriarch of Chán Buddhism, may have been military men before retiring to the monastic life. Moreover, Chinese monasteries, not unlike those of Europe, in many ways were effectively large landed estates, that is, sources of considerable regular income which required protection. In addition, the Spring and Autumn Annals of Wu and Yue, the Bibliographies in the Book of the Han Dynasty and the Records of the Grand Historian all document the existence of martial arts in China before Bodhidharma. The martial arts Shuāi Jiāo and Sun Bin Quan, to name two, predate the establishment of the Shaolin Monastery by centuries.[15] Tang Dynasty (618–907) The oldest evidence of Shaolin participation in combat is a stele from 728 that attests to two occasions: a defense of the monastery from bandits around 610 and their role in the defeat of Wang Shichong at the Battle of Hulao in 621. Like most dynastic changes, the end of the Sui Dynasty was a time of upheaval and contention for the throne. Wang Shichong declared himself Emperor. He controlled the territory of Zheng and the ancient capital of Luoyang. Overlooking Luoyang on Mount Huanyuan was the Cypress Valley Estate, which had served as the site of a fort during the Jin and a commandery during the Southern Qi.[16] Sui Emperor Wen had bestowed the estate on a nearby monastery called Shaolin for its monks to farm but Wang Shichong, realizing its strategic value, seized the estate and there placed troops and a signal tower, as well as establishing a prefecture called Yuanzhou.[16] Furthermore, he had assembled an army at Luoyang to march on the Shaolin Temple itself. The monks of Shaolin allied with Wang's enemy, Li Shimin, and took back the Cypress Valley Estate, defeating Wang's troops and capturing his nephew Renze. Without the fort at Cypress Valley, there was nothing to keep Li Shimin from marching on Luoyang after his defeat of Wang's ally Dou Jiande at the Battle of Hulao, forcing Wang Shichong to surrender. Li Shimin's father was the first Tang Emperor and Shimin himself became its second. Thereafter Shaolin enjoyed the royal patronage of the Tang Though the Shaolin Monastery Stele of 728 attests to these incidents in 610 and 621 when the monks engaged in combat, note that it does not allude to martial training in the monastery, or to any fighting technique in which its monks specialized. Nor do any other sources from the Tang, Song and Yuan periods allude to military training at the temple. According to Meir Shahar, this is explained by a confluence of the late Ming fashion for military encyclopedias and, more importantly, the conscription of civilian irregulars, including monks, as a result of Ming military decline in the 16th century.[17] Ming Dynasty (1368–1644) From the 8th to the 15th centuries, no extant source documents Shaolin participation in combat; then the 16th and 17th centuries see at least forty extant sources attest that, not only did monks of Shaolin practice martial arts, but martial practice had become such an integral element of Shaolin monastic life that the monks felt the need to justify it by creating new Buddhist lore.[17] References to Shaolin martial arts appear in various literary genres of the late Ming: the epitaphs of Shaolin warrior monks, martial-arts manuals, military encyclopedias, historical writings, travelogues, fiction, and even poetry.[17] These sources, in contrast to those from the Tang Dynasty period, refer to Shaolin methods of combat unarmed, with the spear, and with the weapon that was the forte of the Shaolin monks and for which they had become famous, the staff.[17][6] By the mid-16th century military experts from all over Ming China were travelling to Shaolin to study its fighting techniques. Around 1560 Yú Dàyóu travelled to Shaolin Monastery to see for himself its monks' fighting techniques, but found them disappointing. Yú returned to the south with two monks, Zongqing and Pucong, whom he taught the use of the staff over the next three years, after which Zongqing and Pucong returned to Shaolin Monastery and taught their brother monks what they had learned. Martial arts historian Tang Hao traced the Shaolin staff style Five Tigers Interception to Yú's teachings.[citation needed] The earliest extant manual on Shaolin Kung Fu, the Exposition of the Original Shaolin Staff Method[18] was written around 1610 and published in 1621 from what its author Chéng Zōngyóu learned during a more than ten year stay at the monastery. Conditions of lawlessness in Henan—where the Shaolin Monastery is located—and surrounding provinces during the late Ming Dynasty and all of the Qing Dynasty contributed to the development of martial arts. Meir Shahar lists the martial arts T'ai Chi Ch'üan, Chang Family Boxing, Bāguàquán, Xíngyìquán and Bājíquán as originating from this region and this time period.[17] In the 1540s and 1550s, Japanese pirates known as wokou raided China's eastern and southeastern coasts on an unprecedented scale. Contemporary Training at the Shaolin Temple While most warrior monks tend to be focused on performance geared toward the touring troupes, a smaller cadre of Shaolin warrior monks seek the traditional route that focuses somewhat more on self-defense and authenticity of techniques. In many ways, the contemporary performing warrior monks are comparable to contemporary wushu artists who focus on beautiful, elaborately dazzling form rather than original martial application and fighting prowess. The 72 Shaolin Arts are more indicative of the older, original Shaolin temple fighting system and theory. Also, performing monks are not pressured to practice or study Zen, while inside the temple, at least a show of deference for the Shaolin customs is expected by the masters of their chosen warrior monk disciples. |
Si Ganteng No.1 Siauw Shiyi Lang Sang Pendekar Berandalan Last edited by shiyilang; 16th November 2008 at 11:24.. |
16th November 2008, 11:03 |
#10
|
Mania Member
|
Shaolin kungfu method
Influence outside of China
Some lineages of Karate have oral traditions that proudly claim Shaolin origins, though in fact most asian martial arts do tend to link back to the Shaolin Temple throughout history.[19] Martial arts traditions in Japan and Korea, and Southeast Asia cite Chinese influence as transmitted by Buddhist monks. Recent developments in the 20th century such as Shorinji Kempo (少林寺拳法) practised in Japan's Sohonzan Shorinji (金剛禅総本山少林寺) still maintains close ties with China's Song Shan Shaolin Temple due to historic links[20]. Japanese Shorinji Kempo Group financial contributions to the maintenance of the historic edifice of the Song Shan Shaolin Temple in 2003 received China's recognition.[21] Shaolin, in popular culture, has taken on a second life. Since the 1970s, it has been featured in many films, TV shows, video games, cartoons, and other media. While much of this is a commercialized aspect of Shaolin, it is also widely credited as keeping the 1500 year old temple in the consciousness of the world, and from vanishing into obscurity like many other ancient traditions. The Abbot of Shaolin, Shi Yong Xin, has decided to embrace modern day pop culture and has used it to the advantage of the temple to keep the temple prominent on the world stage. In the 1970s the television series Kung Fu appeared starring David Carradine as a Shaolin monk on the run in the Wild West whose Shaolin Zen (Ch'an) training is tested along his journey. David Carradine's part was originally to be played by Bruce Lee. Ironically, he was pulled at the last minute before airing for looking "too Chinese" for an American public accustomed to white actors portraying ethnic minority characters for a mainly white audience. In 1977, the cult classic Shaw Brothers film Shaolin Temple was released and in 1982 a film by the same name starring Jet Li is credited as a major reason for the revival of the Shaolin Temple in China after the Cultural Revolution.[citation needed] The film's story tells the legend of the Shaolin Temple. This film is followed by countless other films, including another Shaw Brothers film entitled the The 36th Chamber of Shaolin, which depicts the training of the legendary Shaolin monk San Te. In the 1990s, the American Hip-hop group The Wu Tang Clan arises, often making frequent references to Shaolin, sometimes as a name for their home, Staten Island, New York. The references arise from the group growing up in Staten Island in the late 1970s, and being influenced by movie theaters playing and advertising Kung Fu movies based on the Shaolin fighting style. Video games and cartoons begin to also feature Shaolin, such as the cartoon Xiaolin Showdown. Liu Kang, the main character in the Mortal Kombat series, is a Shaolin monk, and Kung Lao from the same series, is also a Shaolin monk who seeks to avenge the temple's destruction, (led by Baraka in Mortal Kombat's story), they were so popular, they were turned into their own video game, Mortal Kombat Shaolin Monks. Kuririn, a character in the Dragon Ball/Dragon Ball Z universe, is also a Shaolin monk, though he abandons the Shaolin fighting style in favor of Muten-Rôshi's Turtle technique. In 2000's, Shaolin gets pop-culture recognition by appearing on the The Simpsons (TV series), where they visit the Shaolin Temple in the episode Goo Goo Gai Pan, which first airs in 2006. That same year, the Abbot of Shaolin invites the K-Star martial arts reality TV show to film a TV series of foreigners competing to survive Shaolin style training. Two prominent publications about Shaolin were published in 2007, including the first ever photo documentary on the temple entitled Shaolin: Temple of Zen, published by the non-profit Aperture Foundation, featuring the photos of National Geographic photographer Justin Guariglia. The Shaolin Abbot, Shi Yong Xin, has written the foreword attesting the authenticity of the project. These became the first photographs seen of monks practicing classical kung fu inside the temple. American author Matthew Polly, also has written a book recounting his story of his two years living, studying, and performing with the Shaolin monks in China in the early 1990s. A third, more academic book, is to be published by the Israeli Shaolin scholar Meier Shahar in 2008 about the history of the Shaolin Temple. While some of these are clear commercial exploitation of the Shaolin Temple and its legends, they have helped make Shaolin a household name around the world, and kept the temple alive in the minds of many young generations. To date, no other temple in the world has achieved such wide spread recognition. List of styles presently taught at the temple * Xiao Hong Quan - Small flood fist * Da Hong Quan - Big flood fist * Tong Bei Quan - Through the back fist * Liu He Quan - Six harmonies fist * Taizu Chang Quan - Emperor Taizu's long fist( this refers particularly to the 1st Emperor of Sung dynasty who was a military commander) * Qixing Quan - Seven star fist * Da Pao Quan - Big cannon fist * Xiao Pao Quan - Small cannon fist * Chang Hu Xin Yi Men - Forever preserve the heart-mind link/door * Meihuaquan - Plum flower fist * Luohan Quan - Arhat fist * Tongzigong - Shaolin child training * Dan Dao - Single sabre technique * Long – Dragon technique * Qi Lu Quan - Eight animal fist Special Shaolin Training Methods * 72 Shaolin Arts[22] - An encyclopedia of Shaolin arts compiled in the 1930's with the general approval of the then-current Shaolin Abbot, in order to save esoteric training methods in what were to become troubled and chaotic political times. After the cultural revolution, outside of personal knowledge of the hiding Shaolin warrior monks in nearby villages, this was among a series of similar books compiled in order to save the secret teachings from extinction. Thought in contemporary Chinese popular culture almost to be a joke, they are in fact legitimate writings from the 1930's, compiled by historical students of master Shaolin Temple warrior monks. Skills include iron body (both offensive and defensive) techniques, jumping and wall scaling techniques, pole-top leaping dexterity training, pressure-point/nerve manipulation, and a host of other Shaolin kung fu skills and feats. Most of these skills require anywhere from three to ten years to master, according to the authors. Contemporary Training at the Shaolin Temple While most warrior monks tend to be focused on performance geared toward the touring troupes, a smaller cadre of Shaolin warrior monks seek the traditional route that focuses somewhat more on self-defense and authenticity of techniques. In many ways, the contemporary performing warrior monks are comparable to contemporary wushu artists who focus on beautiful, elaborately dazzling form rather than original martial application and fighting prowess. The 72 Shaolin Arts are more indicative of the older, original Shaolin temple fighting system and theory. Also, performing monks are not pressured to practice or study Zen, while inside the temple, at least a show of deference for the Shaolin customs is expected by the masters of their chosen warrior monk disciples. |
Si Ganteng No.1 Siauw Shiyi Lang Sang Pendekar Berandalan Last edited by shiyilang; 16th November 2008 at 11:17.. |
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer