HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:43 WIB
Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia Dalam Usia 96 Tahun
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
-
Senin, 2024/04/24 16:41 WIB
2 Bule Nyasar ke Halalbilahal, Kesengsem Magelang Sampai Batalkan ke Bromo
-
Senin, 2024/04/24 16:20 WIB
Disebut Prabowo Tersenyum Berat, Anies: Biasa Saja
-
Senin, 2024/04/24 12:17 WIB
25 Makam Nabi dan Rasul Allah SWT
|
Thread Tools |
16th August 2019, 00:07 |
#1
|
Mania Member
|
Defisit Rp28 Triliun, Indonesia Berjuang Danai BPJS Kesehatan
Indonesia sedang berjuang untuk mengisi lubang besar dalam keuangan sistem asuransi kesehatan wajib nasionalnya.
BPJS Kesehatan—lembaga pemerintah yang mengawasi program ini—telah mengalami defisit selama lima tahun dari enam tahun sejak sistem tersebut diperkenalkan pada tahun 2014. Tahun ini, defisit antara pengeluaran dan pendapatan premi akan meningkat menjadi Rp28 triliun, lebih dari dua kali lipat defisit pada tahun 2018. Dalam upaya untuk menyeimbangkan pembukuan, BPJS akhir bulan lalu mengumumkan rencana kenaikan premi, dan menghapus 5,2 juta orang dari daftar penerima manfaat—beberapa, kata badan itu, sudah meninggal atau tidak pernah menggunakan skema itu. Pemerintah tahun lalu mengalihkan sebagian pendapatan dari pajak tembakau untuk program tersebut. Kenaikan premi belum diterima dengan baik oleh publik. “Peningkatan premi harus diikuti dengan peningkatan layanan. Saya perhatikan kru rumah sakit sering tidak ramah dan mereka membuat alasan bahwa beberapa obat-obatan tidak ditanggung oleh BPJS,” kata seorang pengguna twitter yang tidak puas. Yang lain mengeluh bahwa akan lebih baik mengajak para penerima manfaat untuk secara teratur membayar premi bulanan. Program ini bertujuan untuk membawa jutaan orang yang tidak memiliki asuransi layanan kesehatan—mereka yang tidak cukup kaya untuk membayar asuransi swasta tetapi memiliki pendapatan yang cukup sehingga tidak memenuhi syarat untuk menerima bantuan pemerintah—agar mendapatkan perawatan negara. Asuransi ini memberi semua warga negara akses untuk mendapatkan berbagai layanan di fasilitas publik serta lembaga swasta yang memilih untuk bergabung dengan program tersebut, yang mencakup perawatan dari flu biasa hingga operasi darurat. Hampir 80 persen populasi Indonesia dari 260 juta jiwa sekarang memiliki asuransi kesehatan, meningkat dari sekitar setengahnya ketika program tersebut diluncurkan pada tahun 2014. Lonjakan pendaftaran tersebut digambarkan sebagai sebuah keberhasilan, tetapi bahkan itu masih berada di belakang target pemerintah yaitu 100 persen pada tahun ini. Presiden Joko Widodo sekarang harus memutuskan apakah akan melanjutkan kenaikan premi. “Jika kenaikan (premi) diberlakukan sekarang, para pemilih Jokowi—yang sebagian besar berasal dari kelas berpenghasilan rendah—akan merasa dikhianati setelah mereka mempercayainya untuk memimpin pemerintah lagi,” kata Hasanuddin Ali, CEO Alvara Research Center. “Untuk saat ini, lebih baik menunda kenaikan premi BPJS Kesehatan karena masyarakat masih terlalu lelah dengan gejolak politik setelah pemilu.” Tetapi ini merupakan dilema, Ali menambahkan, karena kekurangan pembayaran premi membebani anggaran pemerintah. Walau defisit fiskal Indonesia masih terkendali dengan baik di sekitar 2 persen dari produk domestik bruto, namun pengeluaran tambahan untuk menutup defisit berisiko menghambat sebagian rencana Jokowi untuk meningkatkan pengeluaran untuk pengembangan sumber daya manusia. Indonesia akan mengumumkan anggarannya untuk tahun 2020 pada Jumat (16/8). Walau hukum Indonesia menyatakan bahwa defisit anggaran tidak boleh melebihi 3 persen dari PDB, namun pemerintah mungkin terbuka untuk membiarkannya melebar untuk memenuhi janjinya untuk infrastruktur dan pengeluaran lainnya. Premi asuransi kesehatan secara otomatis dipotong dari gaji sebagian besar pegawai negeri dan pekerja kantoran. Namun, dengan 79 persen dari total pekerjaan non-pertanian di Indonesia diklasifikasikan sebagai informal, pengumpulan selalu menjadi tantangan bagi badan tersebut. Sarana penyalur pembayaran ini termasuk bank, supermarket, dan kantor pos, tetapi masalahnya adalah kesediaan mereka untuk membayar dan kemampuan untuk membayar, kata juru bicara BPJS Iqbal Anas Ma’ruf. “Kesediaan adalah sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan selain menyediakan lebih banyak saluran untuk membayar premi.” Sebuah peraturan yang dikeluarkan pada tahun 2018 menginstruksikan lembaga-lembaga publik—misalnya, yang terkait dengan pembaruan SIM atau paspor—untuk menghindari memberikan layanan kepada mereka yang belum membayar premi. Tetapi Ma’ruf mengatakan bahwa “masing-masing institusi akan memiliki target mereka sendiri untuk melayani publik”, dan ini sering menyebabkan mereka mengabaikan peraturan tersebut. Agus Pambagio, seorang profesor kebijakan publik di Universitas Indonesia, mengatakan bahwa terdapat pula masalah di sisi penyedia layanan kesehatan. “Ada kurangnya akreditasi yang ketat bagi para penyedia layanan kesehatan, yang mengakibatkan praktik terlarang,” katanya, dan menambahkan bahwa beberapa penyedia layanan kesehatan secara palsu mengklaim telah merawat pasien 30 kali. “Penyedia ini menyalahgunakan klaim tersebut.” Bahkan angka defisit berada di bawah pemeriksaan. Jumlah BPJS sering berbeda dari yang dikeluarkan oleh pihak lain atau yang diumumkan oleh menteri, yang cenderung didasarkan pada audit dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Perbedaan paling mencolok adalah pada tahun 2016, ketika buku-buku resmi BPJS menunjukkan kejutan surplus Rp157 miliar, dibandingkan dengan defisit yang dilaporkan secara luas sebesar Rp9,7 triliun. “BPKP dapat mengaudit BPJS Kesehatan di saat-saat yang tidak terduga,” kata Ma’ruf dari BPJS. “Mungkin ada premi yang belum dikumpulkan dan klaim yang belum dibayarkan ke rumah sakit yang tidak dicatat dalam audit mereka.” Sumber: https://www.matamatapolitik.com/defi...atan-in-depth/ |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer