|
|
18th October 2017, 13:28
|
|
Groupie Member
Join Date: Aug 2010
Posts: 12,434
|
Quote:
Originally Posted by OmniScience
Kritik dan hujatan itu berlaku 2 arah wan ...
Atau menurut pengamatan anda, cmn 1 arah ?
|
Normal nya itu 1 arah..... Kritik dan hujatan itu untuk mengontrol penguasa. Kalau berlebihan, sudah ada polisi.... yg selama rejim ini juga terbukti sangat berperan membungkam tukang kritik.
Penguasa yang butuh tim propaganda buzzers sebaiknya terang2an membentuk lagi Kementerian Penerangan.....
... mumpung Harmoko masih hidup...
|
|
Last edited by FoeLung; 18th October 2017 at 13:31..
|
22nd October 2017, 07:43
|
|
Banned
Join Date: Dec 2010
Posts: 15,195
|
Quote:
Originally Posted by fOx-trOt
Trit didis kah ?
|
Bump , supaya jangan terdis.
|
|
|
22nd October 2017, 10:22
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Ana kasih contoh lagi permainan propaganda sampah pemerintah ya :
Quote:
Saat Kampanye, Anies Nyebur ke Banjir, Sekarang Hanya Lewat CCTV
WARTA KOTA, JAKARTA- Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan memantau lokasi-lokasi banjir di Jakarta akibat hujan lebat di kantor jakarta smart city di gedung G lantai 3 Balaikota DKI Jakarta, Kamis (19/10/2017).
Hal tersebut berbeda jauh dengan aksinya saat kampanye Pilkada Gubernur DKI. Kala itu, Anies terjun langsung ke area banjir di Cipinang, Jakarta Timur.
Pantauan Wartakotalive.com, Anies memantau lewat sebuah monitor besar yang bisa memertontonkan kamera CCTV milik Pemprov DKI di setiap titik
|
Padahal :
Quote:
Berbasah Kaki, Anies Melayat ke Kediaman Ridwan, Warga Cipete yang Tewas Kesetrum Akibat Banjir
[Image]
http://cdn2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/anies-baswedan-ke-cipete_20171020_053152.jpg
[/Image]
|
Di hari yang sama bahkan sebelum berita yang diatas keluar...
Buzzer dalam menyebarkan sampah sungguh luar biasa..
|
|
|
22nd October 2017, 10:25
|
|
Mania Member
Join Date: Jun 2017
Posts: 4,613
|
politik itu perubahannya detik per detik , bukan hitungan jam.
|
|
|
22nd October 2017, 10:29
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Originally Posted by KEBO-IJO
kekuasaan itu terlalu enak untuk dilepas begitu saja... betul ?
tetapi mari dielaborasi lebih dalam dulu hal berikut ini...
1. ketika budaya membaca menjadi kebiasaan di belahan dunia lain, di Indonesia masih berkembang budaya "dibacakan". apa-apa harus dibacakan, mulai dari hal sepele sampai hal semessy.. bahkan doa aja masih harus dibacakan orang lain padahal bisa baca sendiri.
2. ketika budaya mendengar (melalui radio) menjadi trend dunia mendapat informasi justru radio masih menjadi barang mewah. Sebagian besar dari kita di Indonesia kembali tertinggal.
3. ketika televisi mulai masuk dan menjadi media informasi lagi2 kita hanya menjadikannya media hiburan.
4. ketika internet menjadi saluran informasi baru lagi2 kita terjebak dalam pemanfaatan yang sangat minimal. sekedar sarana main game online, media narsis dan sekarang cenderung sebagai media belanja.
Jadi pada dasarnya kita ini adalah bangsa yang mengalami gegar budaya. dari bangsa yang malas membaca tiba2 loncat menjadi bangsa yang kebanjiran bacaan. dari banjir bacaan itu cenerung kita suka dengan apa yang disukai banyak orang. istilah kerennya viral.
jadi kalau sekarang mau ngetop di indonesia ga perlu pinter tetapi yang penting bisa memviralkan diri di internet. jadi pemimpin yang pinter ga menjadi penting tetapi jadi pemimpin yang viral lebih penting saat ini.
pemimpin sekarang ga penting ngomong kerjaan. lebih penting bisa ngevlog, selfie, bikin sensasi manjat menara atau sibuk besanan. itu yang bakal menjadi viral dan menyenangkan rakyat. kalau rakyat bisa berbondong2 komen di internet sudah jadi indikasi pemimpin itu disukai.
terus TS bisa kasih saran apa untuk menghentikan budaya viral tersebut dalam ajang perang siber terutama dalam perpolitikan Indonesia.
monggo
|
Saran nya simple.. tidak tebang pilih membasmi sumber hoax.. kalo hoax menguntungkan dipelihara.. kalo hoax merugikan ditebang..
Selain itu, biasakan data Driven... Bukan opini Driven... 1.000.000 opinion fals opinion not count as one right after all...
Basmi para buzzer.. terutama buzzer politik.. biarkan saja pihak yang dirugikan klarifikasi langsung ke pihak penyebar kebencian.. biar clear masalahnya.. bukannya malah penyebar kebencian ya dilindungi..
|
|
|
22nd October 2017, 10:34
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Originally Posted by moksa.
Tema yg sangat menarik, kang...
Dalam konteks pemilu dan demokrasi secara umum, sebenernya tidak jauh-jauh bagaimana mempengaruhi dan merebut opini publik. Yang membedakan dan berkmbang adalah media dan strategi yang digunakan.. yg klasik menggunakan pengerahan massa sebagai media, kini berkembang mengumbar peluru di dunia maya..
Yang jadi oertanyaan saya, di manakah peran ethics dalam hal ini?? Atau lebih mendasar lagi, apakah masih diperlukan adanya ethics dalam perang ini ??
~moksa
|
Gak ada etika wan.. fitnah.. sebar kebohongan... Sebar sampah.. "all you can eat"-lah.. yang penting menang
|
|
|
22nd October 2017, 11:03
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Originally Posted by mudunpapat
dalam perang medsos, antara tim dan simpatisan, mana yg lebih menentukan ?
|
Yang menang yang punya modal dan udah terlatih menggunakan alat2 tersebut...
Cuman memang ada fenomena aneh di Pilgub DKI.... Dunia nyata mengalahkan dunia Maya
..
|
|
|
22nd October 2017, 11:29
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Ane lebih mudah memahami lemparan topik dari kebo ijo ini dibandingkan mencoba memahami peristilahan dari TS yang sepertinya coba membuat sebuah istilah baru tapi sayangnya malahan jadi mbulet krn TS juga tidak diberi penjelasan yang gamblang tp terjebak utk menyerang pretorian yg sebenarnya mengharapkan ada penjelasan tersebut.
Back ke pertanyaan kebo ijo ini, menurut ane kondisi kaum yg disebut milenial ini sangat miskin literasi....dan itu bukan hanya kaum milenial sebagai pembaca tetapi juga medianya. Nah, peran media ini menjadi krusial dalam mengarahkan atau membuat framing atas sebuah isu politik. Framing ini sangat tergantung pada sudut padang dan cara menempatkan diri. Media yang berbeda bisa memberitakan sesuatu dengan angle yang berbeda....padahal obyek beritanya sama. Gak heran bila kmd media yg seharusnya netral menjadi bulan-bulanan netizen krn yang disampaikan dianggap tidak mewakili kepentingan (politik) dari segolongan netizen tersebut.
Parahnya,----kembali ke persoalan rendahnya literasi----, media juga literasinya rendah. Contoh terbaru adl kasus penipuan mahasiswa S3 yg dibesarkan media sebagai asisten profesor tp ternyata hanya tipu2 belaka. Dan kmd berbagai institusi Top seperti univ ternama di Bandung pun mengundangnya sebagai dosen tamu. Padahal apa susahnya cross check dulu ke universitas atau bertanya pada himpunan pelajar utk konfirmasi berita? karena daya literasi yang rendah kemudian semua dimakan mentah2. Padahal utk kasus itu sudah lama jadi perbincangan di kalangan perhimpunan pelajar di sana. Dan sayangnya kondisi kaum milenial ini juga setali 3 uang...sama2 literasi rendah sehingga informasi pun diserap mentah2. Jadi klop lah
Apa akibatnya? semua informasi masuk tanpa filter yang benar. Semua diserap, apabila cocok dengan kepentingan politik maka dijadiin bahan senjata utk menyerang dan bila gak cocok maka medianya atau sumber beritanya yg akan diserang abis2an. Hoax bisa dengan mudah menyebar dengan cepat melalui pesan berantai antargrup WA dan forward di twitter, instagram, youtube, dan facebook. Dikit2 viral...dikit2 viral....bahkan media pun mengangkat berita hanya dengan dasar sebuah viral.
Parahnya daya literasi ini yg kmd dimanfaatkan oleh kepentingan politik. Apakah menjadi upaya "kudeta politik" atau "propaganda penguasa" maka dua2nya sama saja...tergantung siapa yang lagi diatas angin saja.
Masih bagus kebo ijo menyebutkan adanya perubahan dari membaca menjadi dibacakan...menurut ane malahan lebih parah...dibacakan pun (misal nonton youtube) kaum milenial gak sanggup lama-lama kok...palingan 3 menitan liat video atau di-skip2 cari bagian yang dianggap perlu aja. Kaum milenial ini gak mau nonton video 30 menit apalagi 1 jam dan kmd menelaah isi beritanya. Seringnya malahan cuman baca judulnya saja atau ikut2an komen orang. Oleh karena orang2 macam jonru, abujanda, dennysiregar, dll mendadak jadi seleb krn mereka inilah yg bisa memberikan asupan "gizi" bagi para netizen sebagai senjata utk perang di dunia maya.
Lalu apa yg laku dan paling mudah menjadi propaganda bagi kaum yg malas dan rendah literasi ini? hancurkan logika mereka dengan sebaran meme2...krn satu lembar meme sudah cukup dipercaya sebagai sebuah kebenaran mutlak...hoax atau bukan itu urusan belakang. Kaum ini paling mudah dikomporin...paling mudah dipermainkan oleh isu...liat aja istilah cyber army, pasukan nasi bungkus nasi kotak, kecebong, IQ sekolam, kaum bumi datar, dan juga segala macam stempel agama/antiagama....semua dilemparkan oleh para pemilik kepentingan agar dimakan mentah2 oleh netizen...dan ini sangat berhasil krn kemudian netizen berperang dengan saling hujat, saling menghinakan, dan parahnya....ini jadi kepuasan tersendiri bagi netizen.
Inilah yg dimanfaatkan dalam segala ruang oleh para pencari kekuasaan agar kepentingan mereka segera tercapai...baik itu utk merongrong kewibawaan pemerintah atau saling menjatuhkan lawan politik.
Kalo dari ane sarannya sederhana saja...tingkatkan (bu)daya literasi.
|
Sama juga kalo literasi ya dari gol tertentu... Ujung2 ya bukan data Driven atau fact Driven tapi opini Driven... Seperti saat ini..
Terutama kaum milenial gen y dan gen z yang sangat labil ...
|
|
|
22nd October 2017, 11:38
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Originally Posted by FoeLung
Eeh... ada mbah moksa... #ciumtanganbolakbalik
soal media massa, sy setuju nih... itu cuman perbedaan media. Nggak masalah.
Yang jadi masalah besar big problem itu ada dua :
1. Penggunaan (media/alat) kekuasaan . Walaupun ini seperti centutz, tidak nyata keliatan tapi aromanya menyengat.
2. Soal waktu.
Dulu propaganda hanya saat kampanye. Saat SBY juga rakyat sudah melek medsos/internet, tapi jika pesta udah selesai, semua pihak adem ayem aja.
Sekarang ini keliatan pemenang sibuk menjaga kekuasaannya 24 jam dalam sehari, 5 tahun dalam 1 periode. Seolah2 setiap detik ada yg mau nyolong kursinya.
|
1. Sebenernya medsos utamanya digunakan jaman Obama sih.. timsesnya bener2 efektif menggunakannya.. sehingga ditiru dimana-mana termasuk Indonesia... Cuman disini lembaga survei nya juga ikut2an.. bikin opini..
2. Obama juga cuman jaman kampanye doank.. tapi Obama figur yang strong..begitu juga SBY.. berbeda dengan Jokowi jadi perlakuannya beda wan..
|
|
|
22nd October 2017, 11:50
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Originally Posted by dawetayu
Bingung
Mohon pencerahan, ini mau benturin kudeta versus propaganda? Atau bandingin?
Kalo ngeliat penjelasannya justru kayak berkorelasi..
Jadi yang mau dijelasin kudeta bisa jadi alat propaganda? Atau perbandingan pro con kudeta dengan pro con propaganda?
Asli binun
|
Intinya.. pertarungan di media online antara pihak yang mau menurunkan legitimasi pemerintah sekarang vs yang mempertahankan legitimasi pemerintah sekarang yang berujung api dalam sekam...
Ya korelasi lah.. karena pihak yang sekarang mempertahankan adalah pihak yang berhasil menjatuhkan legetimasi pemerintah sebelumnya.... Hanya sekarang di posisi mempertahankan...
Sayangnya caranya gak cantik.. tebang pilih sangat keliatan
|
|
|
detikNews
........
|