|
|
18th February 2018, 10:07
|
|
Mania Member
Join Date: Sep 2016
Posts: 6,000
|
agama kan juga budaya..
|
|
|
18th February 2018, 14:23
|
|
Banned
Join Date: Dec 2010
Posts: 15,195
|
Quote:
Originally Posted by doellpaten
Adapun masa pemerintahan Kaisar Han Wu Di (1 - 87 SM); jadi bukan baru ditetapkan di abad 19 seperti argumen beberapa pihak, melainkan sudah sejak ribuan tahun yang lalu. Penanggalan Imlek adalah suatu sistem penanggalan yang sudah sangat tua umurnya, sekitar 4.700-an tahun yang lalu. Kaisar Huang Di yang hidup pada 2696 SM 2598 SM adalah penggagas pertama penanggalan Imlek.
Huang Di dianggap sebagai Bapak Tionghoadengan sebutan Kaisar Kuning. Bagi umat Khonghucu (Rujiao) mengakuinya sebagai salah satu Nabi atau Raja Suci (dimana ulasan tersebut terdapat dalam Kitab Wujing). Jadikan semakin rancu, kong hu cu itu agama apa budaya, karena tergantung asumsi, wong nabinya selain nabi kong hu chu juga ada Huang Di, karena pd jamannyalah kalender imlek diberlakukan....
|
Tadi ikutan ke klenteng , disana dibilang HuangDi adalah Dewa.
|
|
|
18th February 2018, 16:12
|
|
Addict Member
Join Date: Mar 2017
Posts: 254
|
Quote:
Originally Posted by doellpaten
Kalo klenteng itu rumah ibadah kaum kong hu cu, kenapa kok patung budha yg dipajang di klenteng???
Jangan2 kong hu cu yg beragama budha...
|
Yang sembahyang Di Klenteng ITU orang tionghoa Agama Buddha, Makanya ada dewi Kwan Im juga, puji pujian pake Kitab budha juga...
Yang dibagian Depan Klenteng buat warga Konghucu dengan dewa2nya..
|
|
|
19th February 2018, 16:30
|
|
Mania Member
Join Date: Jun 2011
Posts: 3,540
|
Quote:
Originally Posted by henymahendra
Uskup Agung berkuasa memindahkan Hari pantang umat Katolik, untuk kebaikan gereja agar smbangan warga tionghoa tidak tersendat2
|
Apa hubungannya?
Imlek itu dirayakan keluarga besar bukan perayaan gereja
Ga pernah dengar gue ada sumbangan imlek ke gereja
Dan apa hubungannya pantang ama sumbangan?
Loe kalau ga paham seseagama jangan asal jeplak
|
|
|
20th February 2018, 18:12
|
|
Mania Member
Join Date: Sep 2012
Posts: 3,550
|
Quote:
Originally Posted by pancadahana
beragama katholik, berarti imlek itu budaya..
|
Setau saya, imlek itu budaya deh. Namanya aza tahun baru China (mungkin termasuk juga Jepang, Korea dan sekitarnya).
Klo dalam perjalanannya trus dimasukan dalam sebagai hari besar agama tertentu ya, terserah aza. Gak masalah. Itu milik umum koq. Klo ada yg mau pakai ya silahkan. Asal jangan di monopoli seolah-olah itu hari raya mereka aza. Yang penting semuanya rukun..
|
|
Masihkah anda FITNAH hari ini?
Jangan sia-siakan JIWA anda, segera tukar dengan 1 nasi bungkus (Aliran Fitnahiyah)
|
20th February 2018, 18:23
|
|
Mania Member
Join Date: Sep 2012
Posts: 3,550
|
Quote:
Originally Posted by nikmatullah_kassab
Puasa dan pantang dalam agama Katolik bukan soal boleh makan ini, boleh makan itu, atau apa. Tapi lebih untuk menunjukkan bentuk pertobatan dan pembersihan diri selama 40 hari dalam menyambut Paskah, hari kebangkitan Tuhan yang sangat sakral.
Jadi memang sangat fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi diri masing2. Contohnya pantang makan daging itu memang anjuran dari Gereja. Tapi pantang makan daging akan jadi sia-sia kalau orang itu memang biasanya gak pernah makan daging, mungkin karena dia vegetarian, atau dia memang miskin banget sehingga cuma bisa makan sayur dan telor. Jadi ya harus cari pantangan lainnya.
Sangat dianjurkan pantang dari hal2 yang selama ini kita sukai. Misalnya anda kecanduan rokok, nah cobalah selama 40 hari ini atau minimal tiap Jumat (karena hari Jumat adalah hari sengsara Yesus) anda tidak merokok. Atau misalnya selama ini anda kecanduan main Mobile Legend, atau nonton drama Korea, nah coba dihindari dulu hal2 kesukaan anda ini selama masa Prapaskah.
Nah, sekarang tentang Tahun Baru Imlek (bukan "Imlek" thok ya, karena "Imlek" sendiri adalah nama penanggalan atau kalender), sebenarnya orang2 Tionghoa yang masih beragama tradisional menganggap bahwa Tahun Baru Imlek itu memang perayaan keagamaan. Seperti yang disebutkan dalam komen2 di website ini:
http://www.tionghoa.info/tahun-baru-...a-atau-budaya/
http://www.tionghoa.info/alasan-maki...-di-indonesia/
juga sempat sekilas dibahas di thread ini: http://forum.detik.com/alasan-makin-...-t1570622.html.
|
Setuju, Puasa dan pantang keknya lebih flexible.. pilih sendiri tantangannya aza.. wkwkwkwkwk.. sendiri yg nentuin, sendiri yg laksanain, sendiri yg pertanggungjawabkan ke Tuhan.. gak usah dipaksa-paksa, apalagi sampai harus razia segala.
Urusan agama itu urusan ama Tuhan. Biarin aza lah. Toh klo masuk surga-neraka juga sendiri-sendiri..
Quote:
Mereka juga menuding bahwa Tionghoa Katolik ini cuma mau enaknya aja. Mau terima angpau, mau makan-makan, tapi gak mau menyembah dewa dewi atau leluhur, padahal menurut orang2 Tionghoa yang "tradisional" pemujaan seperti itu tidak pernah terpisahkan dari ritual Tahun Baru Imlek.
Kalau memang seperti itu sih, menurut saya yang bukan Tionghoa, sebaiknya Tionghoa Katolik ini gak usah jadi Tionghoa sekalian saja ya. Jadi benar2 membaur dengan etnis di sekitarnya. Kalau dia di Jawa ya jadi orang Jawa, buang nama Tionghoa-nya dan buang semua kebudayaan Tionghoa-nya. Kasihan kalau dia jadi orang Tionghoa tapi dibilang "lupa diri" oleh sesama Tionghoa hanya karena dia menjadi Katolik.
|
Pemikiran yg kaku menurut saya.. Jangan terpaku dengan aturan harus menyembah dewa-dewa..
Saya pikir intinya ya menyembah (berdoa, berterima kasih, bersyukur) kepada Tuhan.
Klo mereka percayanya kepada dewa-dewa, ya mereka menyembah dewa-dewa.
Klo agamanya lain (Islam, katolik, Kristen, dsb-nya), ya doanya ya ke Tuhan mereka masing-masing. Masak harus spesifik ke dewa-dewa lagi?
Dan soal menyembah atau berdoa kepada Tuhan masing-masing di hari Imlek, Apa salahnya klo tahun baru mereka berdoa kepada Tuhan mereka mensyukuri segala berkat, rahmat, perlindungan dll yg Tuhan berikan kepada mereka sepanjang tahun.. Ini sesuatu yg umum menurut saya.. berdoa, bersyukur kepada Tuhan di hari yg baik.. (gak cuman hari raya khan, setiap hari malah bagus).
Menurut saya, tidak ada pertentangan antara budaya Imlek dengan agama apapun.. Itu cuman sebuah tradisi.. dan agama bisa berdampingan dengan tradisi (selama tradisi itu tidak bertentangan dengan ajaran agamanya).
Dan tradisi itu buatan manusia, so harusnya bisa flexible. dibanding dengan aturan agama. So, klo memang secara agama gak boleh, ya, tradisi bisa mengikuti dan vice versa..
|
|
Masihkah anda FITNAH hari ini?
Jangan sia-siakan JIWA anda, segera tukar dengan 1 nasi bungkus (Aliran Fitnahiyah)
Last edited by rakyat.merdeka99; 20th February 2018 at 22:30..
|
20th February 2018, 18:28
|
|
Mania Member
Join Date: Sep 2012
Posts: 3,550
|
Quote:
Originally Posted by doellpaten
Kalo klenteng itu rumah ibadah kaum kong hu cu, kenapa kok patung budha yg dipajang di klenteng???
Jangan2 kong hu cu yg beragama budha...
|
Emang gak boleh?
Khan Budha-Kong Hu Cu berdekatan.. so, bisa aza mereka menyembah atau menghormati sosok yang sama.. Kwan Im, Budha, dsb-nya..
Gak masalah menurut saya, ASAL, masing-masing pihak tidak memonopoli sosok yang bersangkutan. (Menurut saya sungguh menggelikan klo ada manusia yg menganggap bisa memonopoli Tuhan). Malah menrut saya akan indah klo kedua umat yg berbeda itu bisa saling beribadah ke "tetangga"nya.. klo ada.. hehehehehe..
Dan soal persamaan ini, bukan cuman monopoli Budha-Kong Hu Cu aza koq.
Kristen-Islam-Yahudi, bukankah sama-sama mengakui Nabi Musa, Abraham, dsb-nya? Gak masalah.. ASAL jangan dimonopoli..
Peace..
|
|
Masihkah anda FITNAH hari ini?
Jangan sia-siakan JIWA anda, segera tukar dengan 1 nasi bungkus (Aliran Fitnahiyah)
Last edited by rakyat.merdeka99; 20th February 2018 at 22:20..
|
21st February 2018, 16:05
|
|
Banned
Join Date: Dec 2017
Location: Al-Kanisah
Al-Maruniyah
Posts: 395
|
Quote:
Originally Posted by rakyat.merdeka99
Pemikiran yg kaku menurut saya.. Jangan terpaku dengan aturan harus menyembah dewa-dewa..
Saya pikir intinya ya menyembah (berdoa, berterima kasih, bersyukur) kepada Tuhan.
Klo mereka percayanya kepada dewa-dewa, ya mereka menyembah dewa-dewa.
Klo agamanya lain (Islam, katolik, Kristen, dsb-nya), ya doanya ya ke Tuhan mereka masing-masing. Masak harus spesifik ke dewa-dewa lagi?
Dan soal menyembah atau berdoa kepada Tuhan masing-masing di hari Imlek, Apa salahnya klo tahun baru mereka berdoa kepada Tuhan mereka mensyukuri segala berkat, rahmat, perlindungan dll yg Tuhan berikan kepada mereka sepanjang tahun.. Ini sesuatu yg umum menurut saya.. berdoa, bersyukur kepada Tuhan di hari yg baik.. (gak cuman hari raya khan, setiap hari malah bagus).
Menurut saya, tidak ada pertentangan antara budaya Imlek dengan agama apapun.. Itu cuman sebuah tradisi.. dan agama bisa berdampingan dengan tradisi (selama tradisi itu tidak bertentangan dengan ajaran agamanya).
Dan tradisi itu buatan manusia, so harusnya bisa flexible. dibanding dengan aturan agama. So, klo memang secara agama gak boleh, ya, tradisi bisa mengikuti dan vice versa..
|
Betul, menurut saya pun ini pemikiran yang kaku, tapi apa boleh buat, memang begitulah yang selama ini diyakini oleh banyak warga Tionghoa, paling tidak ketika saya membaca tulisan para praktisi budaya Tionghoa di web tionghoa.info.
Bagi mereka, ada beberapa titik dimana antara budaya dan agama itu benar2 menyatu dan tidak bisa dipisahkan. Salah satunya adalah penghormatan kepada arwah para leluhur saat Tahun Baru Imlek dan malam menjelang pernikahan.
Quote:
Herman Tan says:
14 October 2015 at 20:03
Sebenarnya Agama dan Tradisi kebudayaan pada titik tertentu nyatanya tidak dapat dipisahkan; saling mendukung satu sama lain; karena beberapa tradisi dan kebudayaan justru berkembang dari ritual keagamaan sendiri. Contoh simplenya adalah pai kepada leluhur. Pada moment Perayaan Imlek atau Pernikahan, sembahyang kepada leluhur adalah sebuah kewajiban yang tidak dapat diabaikan/diwakilkan.
Namun pada kenyataannya sebagian orang justru menghindari hal ini (tidak lagi dilakukan; di skip saja) karena dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala; namun pada moment acara makan bersama keluarga dan tea pai nya tetap dilakukan. Ini adalah contoh bentuk pengkerdilan/penyederhanaan nilai dari sebuah tradisi dan budaya akibat pengaruh luar. Dulu sewaktu hari Imlek dijadikan hari raya agama Konghucu, sebagian orang yang telah pindah keyakinan mulai ragu untuk merayakan momen tersebut; namun berkat himbauan dari petinggi MATAKIN sendiri yang menganggap Imlek adalah hari raya milik bersama seluruh orang Tionghoa, maka sebagian orang yang telah pindah keyakinan ini dapat terus merayakan momen Imlek; namun dengan pengkerdilan/penyederhanaan makna yang terkandung di dalamnya. Bagi mereka, Imlek hanya sebuah momen jamuan makan malam/makan bersama keluarga; tidak lebih. Mereka tidak akan ikut dalam momen sembahyang leluhur yang dilaksanakan sehari sebelumnya.
Sementara ada juga tradisi kebudayaan yang tidak terikat pada ritual keagamaan, seperti Festival musim gugur Zhongqiu Jie, Festival musim dingin Dong Zhi, dsb. INTINYA, mereka tidak lagi akan menjalankan sebagian atau sepenuhnya sebuah tradisi kebudayaan, jika tradisi kebudayaan tersebut mengandung acara sembahyang-sembahyangan,sujud-sujutan, dan bau-bauan dupa.
|
Quote:
erfan says:
4 October 2015 at 10:58
âÂÂAgama melahirkan budaya, dan budaya tidak pernah meninggalkan inti ajaran agamaâÂÂ
Kitab Yi Jing-salah satu ayat dalam kitab agama Khonghucu.
Maka jelaslah bahwa apa yg selama ini âÂÂhanyaâ kita anggap sebagai tradisi atau budaya bersumber drpd agama. Terima kasih kepada saudara(i) yg masih tetap menjalankan ritual atau yg mnrt anda âÂÂhanya sekedarâ tradisi. Karena berarti anda TETAP MENGIMANI Ru Jiao agama nenek moyang yg telah berusia 5000 tahun. Dan yg memilih untuk masuk ke kristen katolik hindu ataupun islam spy anda benar2 menjadi umat yg taat dan tulen silahkan semua tradisi anda dihilangkan karena semua itu bersumber dr kitab suci Ru Jiao. Terima kasih. Salam hormat. Hanya pada kebajikan Thian berkenan, wei de dong tian..!
|
Quote:
Tjia Eng Hiong says:
17 July 2015 at 20:20
Memang benar, TRADISI DAN BUDAYA itu BISA dipisahkan dengan AGAMA; namun pada titik tertentu, tradisi dan budaya dengan agama AKAN MENYATU. Semoga bisa dimengerti.
Ingat, budaya Tionghoa itu berasal dari TIONGKOK; bukan dari Eropa, bukan dari Amerika, bukan pula dari India. Jadi budaya Tionghoa TUMBUH DAN BERKEMBANG bersama AGAMA-AGAMA TIONGHOA, yakni TAO dan KONGHUCU; Jauh sebelum PENGARUH KRISTENISASI masuk ke dataran Tiongkok oleh negara-negara penjajah eropa.
Tidak mungkin anda menjelaskan istilah-istilah Tionghoa dalam pandangan Kristenisasi bukan? lucu kalau sampai muncul teori kalau CAP GO MEH itu karena kasih Yesus kepada umatnya, sehingga bulan akan bersinar terang???
Inilah yang saya maksud, PADA TITIK TERTENTU, Budaya dan Agama akan menyatu. Kalau cuma tradisi dan budaya RINGAN, seperti tradisi memberikan angpao, makan kue pia, minum teh, ya tidak masalah, terserah anda.
Cuma jaga-jaga saja agar jangan sampai nantinya tradisi dan budaya Tionghoa ini di claim oleh agama lain. Maklum, tradisi dan budaya tionghoa paling menjual, liat saja orang kalau mau nikahan, meski sudah pindah agama tapi toh tetap tempel huruf SUANGHIE di pelaminan nya, juga tetap melaksanaan tata cara tradisi tea pai dan pemberian angpao amplop merah. Ya, dari 3 itu saja sudah anda bisa lihat, jadi jangan sampai esok2 bilang kalau 3 tradisi itu dari Kristen.
|
Quote:
Shella says:
7 July 2015 at 23:28
Mau kaya gmn pun gw tetep mengganggap bahwa org tionghoa kristen/katolik adalah org tionghua tidak murni/ kdg bisa saya anggap fankui juga maaf diskriminasi tp itu hanya tanggapan saya
|
Quote:
Sarah Tjan says:
16 May 2015 at 12:44
Sebenarnya saya sudah cukup prihatin dengan kaum tionghoa kita. Sekarang hanya tersisa label tionghoa dan ciri-ciri fisik saja yang masih melekat; sementara semua tradisinya sudah ditinggalkan orang.
Lihat artis2/tokoh2 tionghoa ketika diwawancarai, mengatakan bahwa mereka tionghoa, tetapi tidak lagi melakukan tradisinya, pantaskah itu? Apa pandangan publik ketika melihat tradisi imlek sudah dilakukan dengan cara2 kristiani/muslim? Seperti itukah tradisi tionghoa yang sebenarnya? Ketika acara pernikahan tidak lagi melaksanakan sanjitan atau tea pai tidak lagi di kui/soja kepada orang tua, itukah tradisi tionghoa yang sebenarnya?
Ketika berziarah ke kubur menjadi halangan karena tidak boleh sembahyang ke orang tua karena dianggap berhala? Bahkan saya pernah melihat anak2 muda/i sekarang enggan untuk pai kui ketika orang tuanya meninggal dengan alasan takut kena marah pendeta! Padahal itu bentuk penghormatan terakhir kepada orang tua yang telah membesarkan anda! Ã¥*©å*Âä¸ÂÃ¥* (anak tidak berbakti) adalah sebutan yang biasanya terucap ketika kui dilakukan tapi itu sama sekali tidak terucap.
Saya paham tugas dan tanggung jawab dari blog ini untuk tetap menjaga kemurnian tradisi2 tionghoa yang masih tersisa. Jika semua sudah mengikuti cara2 dan pola pemahaman luar, masih pantaskah kita disebut dengan sebutan TIONGHOA? Atau lebih cocok dengan sebutan fankui sekalian? Semoga dimengerti.
|
Quote:
soe says:
19 March 2015 at 04:32
jika ada agama menyebutkan sebuah tradisi adalah berhala maka sebaliknya agama yg lain jg bs mengatakan lebih menyembah bapak lain dr pada bapak sendiri.. krn itu fakta yg mmg tidak dpt di pungkiri.. jika anda menghargai leluhur anda kenapa anda hilangkan adat mempersembahkan kepada leluhur.. sedangkan anda tidak ragu dan tidak merasa buruk dengan mempersembahakan semua hal kepada agama yg anda anut.. dimana leluhur tidak pernah mengatakan agama tersebut adalah berhala.. jika agama tersebut mengunakan kata2 yg menjelekan agama sebelumnya jd wajar jika sekarang hukum karma berjalan dan kembali di pertnykan kembali knp agam tersebut selalu mengisyaratkan sembahyang leluhur adalah berhala..
|
|
|
|
21st February 2018, 17:18
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2016
Location: Kampung Keling
Posts: 24,386
|
Sebenarnya sama saja, berdoa ke dewa versi Cina minta bantuan sama berdoa ke Bunda Maria minta bantuan. Sama-sama minta ke Tuhan untuk bantuan, dewa versi Cina dan Bunda Maria hanya perantara saja.
|
|
King of Losers
|
25th February 2018, 23:14
|
|
Mania Member
Join Date: Sep 2012
Posts: 3,550
|
Quote:
Originally Posted by nikmatullah_kassab
Betul, menurut saya pun ini pemikiran yang kaku, tapi apa boleh buat, memang begitulah yang selama ini diyakini oleh banyak warga Tionghoa, paling tidak ketika saya membaca tulisan para praktisi budaya Tionghoa di web tionghoa.info.
Bagi mereka, ada beberapa titik dimana antara budaya dan agama itu benar2 menyatu dan tidak bisa dipisahkan. Salah satunya adalah penghormatan kepada arwah para leluhur saat Tahun Baru Imlek dan malam menjelang pernikahan.
|
Seribu orang, punya seribu pendapat. saya bisa mengerti itu.
Quote:
penghormatan kepada arwah para leluhur saat Tahun Baru Imlek dan malam menjelang pernikahan.
|
Saya tidak melihat itu sebagai suatu yg eksklusif dari agama tertentu. Saya pikir adalah hal yang sangat wajar dan bagus klo kita menghormati para leluhur saat hari raya (dalam hal ini Imlek) atau pun menjelang pernikahan.
Jangankan menghormati arwah leluhur kita, jiwa para pahlawan negri ini (yg bukan sodara/keluarga) kita aza kita hormati koq di hari-hari tertentu atau dalam momen tertentu. Itu agama? Tradisi? Budaya? terserahlah..
Dan secara logika, etika, moral, nurani, memang klo mo menikah ya minta restu dan hormat ke ortu. Keknya orang yg gak beragama juga begitu..
(ini saya bicara secara umum ya, klo pernikahannya gak disetujui ortu atau keluarga, gak ngerti deh, urusannya gimana. Tapi paling enggak, ybs telah berusaha minta restu dan ternyata tidak dikasih..)
Walau demikian, saya bisa mengerti kegalauan hati para generasi tua melihat lunturnya tradisi di kalangan generasi muda. Ini sulit dicegah dan terjadi di semua suku-bangsa. Di era dimana pengaruh luar datang dengan cepat, dan mobilitas yg tinggi dari manusia, sulit untuk mempertahankan KEMURNIAN suatu tradisi. Cepat atau lambat, tradisi yg lama akan tergantikan atau berubah secara bertahap.
Dalam konteks trit ini (China) bandingkan saja tradisi China dari tanah leluhur (Tiongkok) dengan China perantauan.. pasti sudah berbeda bercampur dengan tradisi/kearifan lokal. bahasanya juga sudah berubah, bercampur bahasa setempat. China mungkin contoh yg ekstrem karena orang China tersebar ke mana-mana..
Klo utk yg suku lainnya, mungkin bandingkan antara suku Jawa di pulau Jawa dengan yg di Suriname.. liat aza nanti, setelah generasi ke 4 atau 5.. liat berapa banyak tradisi dari Jawa yg sudah beradaptasi dengan budaya setempat atau malah hilang.. Mungkin setelah generasi 5, yg bisa ngomong bahasa Jawa gak sampai 50%.
|
|
Masihkah anda FITNAH hari ini?
Jangan sia-siakan JIWA anda, segera tukar dengan 1 nasi bungkus (Aliran Fitnahiyah)
|
detikNews
........
|