|
|
31st October 2018, 20:12
|
|
Groupie Member
Join Date: Dec 2008
Location: Planet Keron
Posts: 32,179
|
Quote:
Originally Posted by kumalraj
Kalaupun bukan karyawan memangnya bagaimana seorang menhub untuk memecat direktur teknis? Lion Air itu BUMN dan menhub itu komisaris? Biarpun komisaris juga kalau pecat direktur itu perlu RUPS dan si direktur punya hak untuk membela diri di RUPS.
Jadi cara bagaimanapun tidak bisa menhub pecat direktur teknis Lion Air. Kalaupun bisa, itu tidak melepaskan tanggungjawab perusahaan.
Kalau menurut UU No. 1 Tahun 2009 itu, tidak ada hak seorang menhub untuk pecat direktur atau karyawan perusahaan penerbangan. Yang bisa dilakukan menhub itu hanya tiga yaitu peringatan, pembekuan sertifikat dan pencabutan sertifikat.
Jadi kalau benar begitu, si menhub tidak memecat direktur teknis Lion Air. Yang dilakukan dia itu pencabutan sertifikat si direktur teknis. Itu otomatis membebastugaskan dia karena tanpa sertifikat dia tidak bisa bekerja sebagai direktur teknis.
Tapi itu jelas tidak akan membantu Lion Air melepas tanggungjawab. Si direktur teknis tetap direktur Lion Air hanya tidak bisa melakukan tugasnya alias dibebastugaskan. Kalaupun benar dipecat juga tidak akan membantu Lion Air. Pemecatan tidak berlaku surut. Pelanggaran yang dilakukan si direktur teknis itu kalau ada merupakan tanggungjawab Lion Air juga karena dia itu direktur teknisnya Lion Air.
|
Jauh lebih aneh lagi keterangan kemenhub yang bilangnya itu pembebas tugasan demi penyelidikan, lah emang bisa skorsing ?. Pemberhentian paksa "calon tersangka" jauh lebih ngepas, karena keputusan bukan dari internal perusahaan.
Seperti yang ente tulis diatas, kewenangan kemenhub jika merujuk ke undang-undang ya tiga hal diatas : teguran, pembekuan dan pencabutan izin perusahaan. Berhubung menterinya untuk memberi peringatan pun kagak berani ama pemiliknya, maka ambil "diskresi" sendiri.
Kita tak akan pernah tahu apakah memberikan izin terbang pesawat untuk terbang pagi dimana pada malamnya mengalami masalah itu kebijakan direktur teknis atau kebijakan perusahaan, kemenhub sudah memojokan direktur teknis sebagai penanggung jawabnya dengan tindakan ini.
|
|
|
31st October 2018, 20:18
|
|
Mania Member
Join Date: Apr 2018
Posts: 1,137
|
Quote:
Originally Posted by hagegeh
proses investigasi biasanya begitu, kalau masih orangnya yg dicurigai terlibat masih aktif
nanti barbuk ilang semua
|
pihak asuransi nya yang nyewa detektif dong.
|
|
|
31st October 2018, 22:53
|
|
Mania Member
Join Date: May 2010
Posts: 7,652
|
ternyata Lion Air adalah BUMN
|
|
|
31st October 2018, 23:42
|
|
Mania Member
Join Date: Mar 2015
Posts: 1,849
|
Quote:
Originally Posted by 4e853460
Quote:
Originally Posted by hagegeh
proses investigasi biasanya begitu, kalau masih orangnya yg dicurigai terlibat masih aktif
nanti barbuk ilang semua
|
pihak asuransi nya yang nyewa detektif dong.
|
Dengan di bebas tugaskannya seluruh staff maintenance dan direktur teknik nya, barang bukti yang ada bisa terselamatkan, dan segala macam rekam jejak dari orang-orang tersebut paling tidak untuk yang 2 bulan terakhir bisa dipelajari tanpa "gangguan-gangguan" dari yang bersangkutan.
Kemungkinan ini juga permintaan [syarat?] dari Boeing dan juga NTSB [National Transportation Safety Board] dari AS, yang mengirimkan 5 orang penyelidiknya ke jakarta. Maksudnya jelas untuk meng-isolasi orang-orang yang kemungkinan punya "andil" dalam kecelakaan ini. Istilahnya barbuk yang ada diberikan garis polisi, dan orang-orang yang kemungkinan terlibat dikeluarkan dari TKP untuk melancarkan investigasi.
Boeing 777 Max 8 adalah jenis pesawat fly-by-wire, jadi ada juga kemungkinan terjadi computer malfunction ataupun permasalahan dengan pitot tube. Kalau melihat kejadian di hari sebelumnya, pagi itu PK LQP sepertinya mengalami masalah yang sama, yaitu tidak akuratnya angka indikator kecepatan dan ketinggian. Padahal para teknisi di Bandara Soetta telah "memperbaiki" dan pesawat naas ini diputuskan layak terbang untuk berangkat ke Pangkal Pinang pagi itu.
Kapten pesawat PK LQP [nama kode dari pesawat Lion Air ini] yang berangkat dari Denpasar ke Jakarta, memutuskan untuk tetap terbang ke Jakarta walaupun terdapat gangguan teknis. di dalam log nya dituliskan:
================== A: PK LQP, B737 Max 8
D: 28.10.2018
O: Airspeed unreliable and alt disagree shown after take off. STS was also running to the wrong direction, suspected because of speed difference. Identified that CAPT instrument was unreliable and handover control to FO. Continue NNC of Airspeed Unreliable and ALT disagree. Decide to continue flying to CGK at FL280, landed safely rwy 25L
R: DPS CGK LNI 043
E: AFML
R: Capt William Martinus / 133031, FO M Fulki Naufan / 144291
=============
Setelah melengkapi checklist NNC, mereka memutuskan untuk terbang ke Jakarta, walaupun dengan indikator Airspeed dan Altimeter yang tidak dapat diandalkan". Mereka terbang di ketinggian 28000 kaki, dan mendarat dengan selamat di Jakarta di landasan 25L.Ternyata, kejadian yang terjadi pada malam sebelumnya sepertinya terulang lagi pagi itu.
Data ketinggian dan kecepatan pesawat, seperti yang terekam oleh Flightradar24 pagi itu terlihat tidak normal untuk sebuah pesawat yang akan naik ke ketinggian jelajah sekitar 25000 kaki.
Berbeda dengan pilot/co-pilot pesawat pada malam sebelumnya, crew PK LQP pagi itu hanya sempat mengirimkan permohonan untuk RTB sebelum pesawat tersebut hilang dari radar dan jatuh di sekitar Teluk Karawang.
|
|
|
1st November 2018, 06:08
|
|
Mania Member
Join Date: Apr 2018
Posts: 1,137
|
Quote:
Originally Posted by theflyingblade
Dengan di bebas tugaskannya seluruh staff maintenance dan direktur teknik nya, barang bukti yang ada bisa terselamatkan, dan segala macam rekam jejak dari orang-orang tersebut paling tidak untuk yang 2 bulan terakhir bisa dipelajari tanpa "gangguan-gangguan" dari yang bersangkutan.
Kemungkinan ini juga permintaan [syarat?] dari Boeing dan juga NTSB [National Transportation Safety Board] dari AS, yang mengirimkan 5 orang penyelidiknya ke jakarta. Maksudnya jelas untuk meng-isolasi orang-orang yang kemungkinan punya "andil" dalam kecelakaan ini. Istilahnya barbuk yang ada diberikan garis polisi, dan orang-orang yang kemungkinan terlibat dikeluarkan dari TKP untuk melancarkan investigasi.
Boeing 777 Max 8 adalah jenis pesawat fly-by-wire, jadi ada juga kemungkinan terjadi computer malfunction ataupun permasalahan dengan pitot tube. Kalau melihat kejadian di hari sebelumnya, pagi itu PK LQP sepertinya mengalami masalah yang sama, yaitu tidak akuratnya angka indikator kecepatan dan ketinggian. Padahal para teknisi di Bandara Soetta telah "memperbaiki" dan pesawat naas ini diputuskan layak terbang untuk berangkat ke Pangkal Pinang pagi itu.
Kapten pesawat PK LQP [nama kode dari pesawat Lion Air ini] yang berangkat dari Denpasar ke Jakarta, memutuskan untuk tetap terbang ke Jakarta walaupun terdapat gangguan teknis. di dalam log nya dituliskan:
================== A: PK LQP, B737 Max 8
D: 28.10.2018
O: Airspeed unreliable and alt disagree shown after take off. STS was also running to the wrong direction, suspected because of speed difference. Identified that CAPT instrument was unreliable and handover control to FO. Continue NNC of Airspeed Unreliable and ALT disagree. Decide to continue flying to CGK at FL280, landed safely rwy 25L
R: DPS CGK LNI 043
E: AFML
R: Capt William Martinus / 133031, FO M Fulki Naufan / 144291
=============
Setelah melengkapi checklist NNC, mereka memutuskan untuk terbang ke Jakarta, walaupun dengan indikator Airspeed dan Altimeter yang tidak dapat diandalkan". Mereka terbang di ketinggian 28000 kaki, dan mendarat dengan selamat di Jakarta di landasan 25L.Ternyata, kejadian yang terjadi pada malam sebelumnya sepertinya terulang lagi pagi itu.
Data ketinggian dan kecepatan pesawat, seperti yang terekam oleh Flightradar24 pagi itu terlihat tidak normal untuk sebuah pesawat yang akan naik ke ketinggian jelajah sekitar 25000 kaki.
Berbeda dengan pilot/co-pilot pesawat pada malam sebelumnya, crew PK LQP pagi itu hanya sempat mengirimkan permohonan untuk RTB sebelum pesawat tersebut hilang dari radar dan jatuh di sekitar Teluk Karawang.
|
apa ada buku manual nya kah. kalau masih ada garansi nya.
|
|
|
1st November 2018, 06:24
|
|
Mania Member
Join Date: Apr 2018
Posts: 1,137
|
Quote:
Originally Posted by theflyingblade
Dengan di bebas tugaskannya seluruh staff maintenance dan direktur teknik nya, barang bukti yang ada bisa terselamatkan, dan segala macam rekam jejak dari orang-orang tersebut paling tidak untuk yang 2 bulan terakhir bisa dipelajari tanpa "gangguan-gangguan" dari yang bersangkutan.
Kemungkinan ini juga permintaan [syarat?] dari Boeing dan juga NTSB [National Transportation Safety Board] dari AS, yang mengirimkan 5 orang penyelidiknya ke jakarta. Maksudnya jelas untuk meng-isolasi orang-orang yang kemungkinan punya "andil" dalam kecelakaan ini. Istilahnya barbuk yang ada diberikan garis polisi, dan orang-orang yang kemungkinan terlibat dikeluarkan dari TKP untuk melancarkan investigasi.
Boeing 777 Max 8 adalah jenis pesawat fly-by-wire, jadi ada juga kemungkinan terjadi computer malfunction ataupun permasalahan dengan pitot tube. Kalau melihat kejadian di hari sebelumnya, pagi itu PK LQP sepertinya mengalami masalah yang sama, yaitu tidak akuratnya angka indikator kecepatan dan ketinggian. Padahal para teknisi di Bandara Soetta telah "memperbaiki" dan pesawat naas ini diputuskan layak terbang untuk berangkat ke Pangkal Pinang pagi itu.
Kapten pesawat PK LQP [nama kode dari pesawat Lion Air ini] yang berangkat dari Denpasar ke Jakarta, memutuskan untuk tetap terbang ke Jakarta walaupun terdapat gangguan teknis. di dalam log nya dituliskan:
================== A: PK LQP, B737 Max 8
D: 28.10.2018
O: Airspeed unreliable and alt disagree shown after take off. STS was also running to the wrong direction, suspected because of speed difference. Identified that CAPT instrument was unreliable and handover control to FO. Continue NNC of Airspeed Unreliable and ALT disagree. Decide to continue flying to CGK at FL280, landed safely rwy 25L
R: DPS CGK LNI 043
E: AFML
R: Capt William Martinus / 133031, FO M Fulki Naufan / 144291
=============
Setelah melengkapi checklist NNC, mereka memutuskan untuk terbang ke Jakarta, walaupun dengan indikator Airspeed dan Altimeter yang tidak dapat diandalkan". Mereka terbang di ketinggian 28000 kaki, dan mendarat dengan selamat di Jakarta di landasan 25L.Ternyata, kejadian yang terjadi pada malam sebelumnya sepertinya terulang lagi pagi itu.
Data ketinggian dan kecepatan pesawat, seperti yang terekam oleh Flightradar24 pagi itu terlihat tidak normal untuk sebuah pesawat yang akan naik ke ketinggian jelajah sekitar 25000 kaki.
Berbeda dengan pilot/co-pilot pesawat pada malam sebelumnya, crew PK LQP pagi itu hanya sempat mengirimkan permohonan untuk RTB sebelum pesawat tersebut hilang dari radar dan jatuh di sekitar Teluk Karawang.
|
eh itu pilot yang jadi bali ke cengkareng kok sakti ya, gak pake speedo meter. emang itu boeing bisa sampe kecepatan suara kah.
|
|
|
1st November 2018, 06:31
|
|
Mania Member
Join Date: Apr 2018
Posts: 1,137
|
Quote:
Originally Posted by 4e853460
eh itu pilot yang jadi bali ke cengkareng kok sakti ya, gak pake speedo meter. emang itu boeing bisa sampe kecepatan suara kah.
|
harus nya sih aman saja kalau pesawat, itu bodi pesawat bisa di pake jungkir balik guling guling di udara juga gak papa.
|
|
|
1st November 2018, 06:41
|
|
Addict Member
Join Date: Mar 2017
Posts: 973
|
Quote:
Originally Posted by theflyingblade
Dengan di bebas tugaskannya seluruh staff maintenance dan direktur teknik nya, barang bukti yang ada bisa terselamatkan, dan segala macam rekam jejak dari orang-orang tersebut paling tidak untuk yang 2 bulan terakhir bisa dipelajari tanpa "gangguan-gangguan" dari yang bersangkutan.
Kemungkinan ini juga permintaan [syarat?] dari Boeing dan juga NTSB [National Transportation Safety Board] dari AS, yang mengirimkan 5 orang penyelidiknya ke jakarta. Maksudnya jelas untuk meng-isolasi orang-orang yang kemungkinan punya "andil" dalam kecelakaan ini. Istilahnya barbuk yang ada diberikan garis polisi, dan orang-orang yang kemungkinan terlibat dikeluarkan dari TKP untuk melancarkan investigasi.
Boeing 777 Max 8 adalah jenis pesawat fly-by-wire, jadi ada juga kemungkinan terjadi computer malfunction ataupun permasalahan dengan pitot tube. Kalau melihat kejadian di hari sebelumnya, pagi itu PK LQP sepertinya mengalami masalah yang sama, yaitu tidak akuratnya angka indikator kecepatan dan ketinggian. Padahal para teknisi di Bandara Soetta telah "memperbaiki" dan pesawat naas ini diputuskan layak terbang untuk berangkat ke Pangkal Pinang pagi itu.
Kapten pesawat PK LQP [nama kode dari pesawat Lion Air ini] yang berangkat dari Denpasar ke Jakarta, memutuskan untuk tetap terbang ke Jakarta walaupun terdapat gangguan teknis. di dalam log nya dituliskan:
================== A: PK LQP, B737 Max 8
D: 28.10.2018
O: Airspeed unreliable and alt disagree shown after take off. STS was also running to the wrong direction, suspected because of speed difference. Identified that CAPT instrument was unreliable and handover control to FO. Continue NNC of Airspeed Unreliable and ALT disagree. Decide to continue flying to CGK at FL280, landed safely rwy 25L
R: DPS CGK LNI 043
E: AFML
R: Capt William Martinus / 133031, FO M Fulki Naufan / 144291
=============
Setelah melengkapi checklist NNC, mereka memutuskan untuk terbang ke Jakarta, walaupun dengan indikator Airspeed dan Altimeter yang tidak dapat diandalkan". Mereka terbang di ketinggian 28000 kaki, dan mendarat dengan selamat di Jakarta di landasan 25L.Ternyata, kejadian yang terjadi pada malam sebelumnya sepertinya terulang lagi pagi itu.
Data ketinggian dan kecepatan pesawat, seperti yang terekam oleh Flightradar24 pagi itu terlihat tidak normal untuk sebuah pesawat yang akan naik ke ketinggian jelajah sekitar 25000 kaki.
Berbeda dengan pilot/co-pilot pesawat pada malam sebelumnya, crew PK LQP pagi itu hanya sempat mengirimkan permohonan untuk RTB sebelum pesawat tersebut hilang dari radar dan jatuh di sekitar Teluk Karawang.
|
Kali ini setuju dg ente tong
Kecepatan pesawat ga sinkron dg ketinggisn..
Masa masih diketinggian 1500 kaki kecepatan sdh 600 km lebih per jam
Sayang permintaan Naik ke ketinggisn 5000 kaki terlambat direspon ATC
|
|
|
1st November 2018, 06:42
|
|
Mania Member
Join Date: Apr 2018
Posts: 1,137
|
Quote:
Originally Posted by theflyingblade
Dengan di bebas tugaskannya seluruh staff maintenance dan direktur teknik nya, barang bukti yang ada bisa terselamatkan, dan segala macam rekam jejak dari orang-orang tersebut paling tidak untuk yang 2 bulan terakhir bisa dipelajari tanpa "gangguan-gangguan" dari yang bersangkutan.
Kemungkinan ini juga permintaan [syarat?] dari Boeing dan juga NTSB [National Transportation Safety Board] dari AS, yang mengirimkan 5 orang penyelidiknya ke jakarta. Maksudnya jelas untuk meng-isolasi orang-orang yang kemungkinan punya "andil" dalam kecelakaan ini. Istilahnya barbuk yang ada diberikan garis polisi, dan orang-orang yang kemungkinan terlibat dikeluarkan dari TKP untuk melancarkan investigasi.
Boeing 777 Max 8 adalah jenis pesawat fly-by-wire, jadi ada juga kemungkinan terjadi computer malfunction ataupun permasalahan dengan pitot tube. Kalau melihat kejadian di hari sebelumnya, pagi itu PK LQP sepertinya mengalami masalah yang sama, yaitu tidak akuratnya angka indikator kecepatan dan ketinggian. Padahal para teknisi di Bandara Soetta telah "memperbaiki" dan pesawat naas ini diputuskan layak terbang untuk berangkat ke Pangkal Pinang pagi itu.
Kapten pesawat PK LQP [nama kode dari pesawat Lion Air ini] yang berangkat dari Denpasar ke Jakarta, memutuskan untuk tetap terbang ke Jakarta walaupun terdapat gangguan teknis. di dalam log nya dituliskan:
================== A: PK LQP, B737 Max 8
D: 28.10.2018
O: Airspeed unreliable and alt disagree shown after take off. STS was also running to the wrong direction, suspected because of speed difference. Identified that CAPT instrument was unreliable and handover control to FO. Continue NNC of Airspeed Unreliable and ALT disagree. Decide to continue flying to CGK at FL280, landed safely rwy 25L
R: DPS CGK LNI 043
E: AFML
R: Capt William Martinus / 133031, FO M Fulki Naufan / 144291
=============
Setelah melengkapi checklist NNC, mereka memutuskan untuk terbang ke Jakarta, walaupun dengan indikator Airspeed dan Altimeter yang tidak dapat diandalkan". Mereka terbang di ketinggian 28000 kaki, dan mendarat dengan selamat di Jakarta di landasan 25L.Ternyata, kejadian yang terjadi pada malam sebelumnya sepertinya terulang lagi pagi itu.
Data ketinggian dan kecepatan pesawat, seperti yang terekam oleh Flightradar24 pagi itu terlihat tidak normal untuk sebuah pesawat yang akan naik ke ketinggian jelajah sekitar 25000 kaki.
Berbeda dengan pilot/co-pilot pesawat pada malam sebelumnya, crew PK LQP pagi itu hanya sempat mengirimkan permohonan untuk RTB sebelum pesawat tersebut hilang dari radar dan jatuh di sekitar Teluk Karawang.
|
wah, apa pesawat nya juga pake os android. fly by wire bukan nya juga di pake drone.
|
|
|
1st November 2018, 06:46
|
|
Mania Member
Join Date: Apr 2018
Posts: 1,137
|
Quote:
Originally Posted by djuragan_luwak
Kali ini setuju dg ente tong
Kecepatan pesawat ga sinkron dg ketinggisn..
Masa masih diketinggian 1500 kaki kecepatan sdh 600 km lebih per jam
Sayang permintaan Naik ke ketinggisn 5000 kaki terlambat direspon ATC
|
kalau roket malah speed nya ada step-step nya juga loh. apa nya itu juga tegnologi fly by wire kah.
|
|
|
detikNews
........
|