HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Minggu, 2024/04/18 11:55 WIB
Klarifikasi Idham Masse Soal Mobil Untuk Ibu Catherine Wilson Mau Ditarik Leasing
-
Minggu, 2024/04/18 11:48 WIB
Ogah Disebut Nganggur, Ferry Irawan Ngaku Ada Proyek Film dan Dicalonkan Jadi Bupati
-
Minggu, 2024/04/18 12:44 WIB
Valerie Thomas Ngaku Dibantu Ortu Berkarier, Tapi Tetap Ada Perjuangan Sendiri
-
Minggu, 2024/04/18 14:36 WIB
Ajak Kekasih Lebaran Bareng Keluarga, Wika Salim Bakal Nikah Tahun Ini?
-
Minggu, 2024/04/18 14:31 WIB
Pelatih Red Sparks Tertarik Rekrut Wilda Nurfadilah
-
Selasa, 2024/04/14 11:47 WIB
Sandra Dewi Hilang di Instagram, Keluarga Lakukan Hal Ini
|
Thread Tools |
14th April 2008, 12:44 |
#1
|
Addict Member
|
Pentingkah Gelar Profesi Bagi Anda?
Berdasarkan KMK No.426 thn 2003 tentang Perijinan usaha dan kelembagaan perusahaan asuransi dan reasuransi, pasal 15 tentang tenaga ahli perusahaan asuransi jiwa, disebutkan bahwa perusahaan asuransi jiwa harus mempekerjakan minimal 1 orang ahli manajemen asuransi jiwa dan 1 orang aktuaris perusahaan.
Utk ahli managemen asuransi jiwa artinya harus memiliki gelar profesi dari AAMAI (Asosiasi Ahli Managemen Asuransi Indonesia), atau dari asosiasi lain di luar negeri yg harus diakui terlebih dahulu oleh AAMAI, contohnya LOMA. Utk aktuaris, harus memiliki gelar profesi dari PAI (Persatuan Aktuaris Indonesia). Bagaimana menurut anda? Pentingkah memiliki gelar profesi tsb? Apakah gelar profesi mencerminkan kemampuan kita atau hanya sebagai syarat? Karena ada orang yg tanpa gelar profesi pun dia sudah ahli, atau ada orang dgn gelar profesi yg banyak tapi belum bisa dibilang ahli (tdk menguasai), yang paling bagus tentunya punya gelar profesi dan memang ahli. |
|
14th April 2008, 13:12 |
#2
|
Addict Member
|
sebaiknya kalo berani mamerin gelarnya, sebanding ma kemampuannya
soalnya ga usah tinggi2 gelar profesi, gw suka miris liat temen2 gw yg S2 tp kemampuan & kelakuannya kaya anak kecil |
mo coba ptc klik blog gw > http://duitdariptc.********.com/ |
14th April 2008, 14:39 |
#3
|
Mania Member
|
Menurut saya yang mathlover maksud bukan gelar formal dari pendidikan S1-2-3-dst.
Yang mau dibahas adalah gelar Profesi, seperti : - Gelar dalam bidang Asuransi - Gelar dalam bidang Investasi - Gelar dalam bidang Perencanaan Keuangan - Dst. Menurut saya, hal ini cukup penting, meskipun seperti komentar joh_dick79, sebaiknya kemampuannya juga sebanding, agar tidak memalukan. |
Life is a Constant Change |
14th April 2008, 18:23 |
#4
|
Addict Member
|
IMHO kalau mau serius menjadi specialist, gelar profesi sebaiknya dimiliki. Ini akan menunjang karir ke depan. Ada teman diangkat jadi direktur di perusahaan baru milik boss-nya gara2 cuman dia yang punya ijin berhubungan sama Bapepam.
Saya tak ada gelar profesi, tapi saya tahu kalau gelar profesi seperti CFA, bila telah didapat, maka gelar dan kemampuan orangnya tak akan beda jauh. |
|
14th April 2008, 18:28 |
#5
|
|
Mania Member
|
Quote:
Kalau saya pernah koleksi 2 gelar Perencanaan Keuangan |
|
Life is a Constant Change |
14th April 2008, 18:45 |
#6
|
|
Addict Member
|
Quote:
Sebagai contoh : AAAIJ, AAIJ (utk AAMAI), FLMI (utk LOMA), ASAI, FSAI (utk PAI), dll. Gelar tersebut diperoleh melalui beberapa ujian tertulis yg diselenggarakan oleh Asosiasi yg bersangkutan. |
|
|
14th April 2008, 21:49 |
#7
|
Mania Member
|
Memang bukan berarti orang yang memiliki gelar profesi lebih menguasai bidang profesi yang ditekuninya tersebut. Namun disini saya melihat bahwa Pemerintah dalam menjalankan fungsinya sebagai regulator mencoba untuk membuat standarisasi pengelolaan bisnis perasuransian di Indonesia melalui KMK No.426 thn 2003 tersebut.
Mungkin dalam kata lain begini : sulit bagi pemerintah untuk melakukan pengawasan melekat bagi setiap perusahaan asuransi di Indonesia, dan tentunya Pemerintah khawatir apabila sebuah perusahaan asuransi tidak dikelola dengan baik dalam setiap aspek didalamnya, dana yang telah dihimpun oleh masyarakat pada perusahaan asuransi akan menjadi tidak produktif, atau katakanlah tidak mampu memenuhi ekspektasi tertanggung dalam hal membayar klaim. Untuk itulah Pemerintah mengeluarkan peraturan yang "paling tidak" dirasa dapat mengurangi kemungkinan terjadinya kondisi tersebut. Lha wong orang beli asuransi itu dasarnya adalah untuk mentransfer risiko bukan? Seandainya terjadi 'kerugian' atau 'kematian' tentunya perusahaan asuransi harus bayar klaim (tentunya apabila kondisi sesuai dengan polis)... Nah kalo duit yang buat bayar klaim gak ada karena udah kebanyakan bayar klaim akibat praktik underwriting yang kurang prudent gimana? Terus ternyata penyebab terjadinya praktik underwriting yang kurang prudent tersebut karena orang2 didalam perusahaan tersebut kurang paham mengenai bagaimana sebuah bisnis asuransi dikelola... Ini dia yang mau dihindari pemerintah... Asuransi khan salah satu manfaatnya adalah sebagai pendorong kegiatan bisnis dengan memberi kepastian di masa yang akan datang bukan? Kalau kegiatan bisnis berjalan berarti ada barang/jasa yang dihasilkan.. dan korelasi antara jumlah barang/jasa yang dihasilkan berbanding terbalik dengantingkat inflasi toh... Makanya pemerintah melihat pentingnya pengelolaan bisnis asuransi yang sehat agar manfaat tersebut bisa terasa... Saya belum lama masuk dalam dunia asuransi kerugian, dan saat ini masih ada beberapa subjek yang harus saya ambil untuk meraih A3IK (belum lulus ). Tetapi saya yakin masa depan bisnis ini cukup menjanjikan... Ayo bersama kita membentuk masyarakat Indonesia yang Insurance Minded... |
|
15th April 2008, 07:52 |
#8
|
|
Addict Member
|
Quote:
bisnis asuransi memang bisnis dgn risiko yg besar, sehingga dibutuhkan managemen risiko yg baik, sebagai contoh : produk 1-year term insurance dgn UP = 10 jt, rate premi = 0,1 permil premi = 0,1/1000 * 10jt = 1000 perak jadi dgn menerima premi sebesar 1000 perak, perusahaan asuransi harus menanggung risiko sebesar 10 jt dlm satu tahun ke depan. bagaimana bisa dalam 1 tahun uang 1000 perak bisa menjadi 10 jt??? nah disini lah salah satu peran pemegang2 gelar profesi tsb 1. melalukan proses underwriting yg baik, menseleksi risiko calon2 tertanggung 2. harus tercapai hukum bilangan besar, sehingga asumsi mortality rate (dlm mortality table) akan mendekati mortality rate sesungguhnya, disamping utk mengumpulkan premi yg banyak, agar dapat membayar klaim masa depan. Disamping itu pemerintah juga melakukan pengawasan2 yg ketat, setiap closing triwulan dan tahunan, perusahaan asuransi wajib melaporkan kondisi kesehatan perusahaannya. Di sini indikator2 yg dilaporkan adalah RBC (Risk Base Capital), Rasio kecukupan Investasi, hasil underwriting bersih, total premi, reserves (IBNR, cadangan klaim, benefits reserves), dll. Dan juga sebelum perusahaan asuransi dpt meluncurkan produk2 baru, perusahaan asuransi tsb harus melaporkan produk barunya itu ke Depkeu, utk diperiksa, dilakukan pengujian kemudian disahkan. Pengujian disini meliputi : - tarip premi harus cukup, tdk terlalu besar dan tdk terlalu kecil, dicek mengunakan metode profit testing atau asset share - asumsi2 perhitungan tarip premi harus sesuai dgn UU, seperti mortality table yg dipakai, tingkat bunga aktuaria, tingkat bunga investasi dll - ketentuan underwritingnya - target marketnya dll Nah di sini orang yg berwenang membuat produk tsb adalah pemegang gelar profesi aktuaris, karena hanya aktuaris yg boleh membuat produk, dan si penguji dari pihak Depkeu juga harus pemegang gelar profesi aktuaris. |
|
|
15th April 2008, 09:08 |
#9
|
|
Addict Member
|
Quote:
thank's |
|
If You Could Dream It,Surely You can reach it |
-
Ogah Disebut Nganggur, Ferry Irawan Ngaku Ada Proyek Film
-
Klarifikasi Idham Masse Soal Mobil Untuk Ibu Catherine Wilson Mau Ditarik Leasing
-
Valerie Thomas Ngaku Ada Peran Ortu Di Karier, Tapi Tetap Ada Perjuangan Sendiri
-
Ajak Kekasih Lebaran Bareng Keluarga, Wika Salim Bakal Nikah Tahun Ini?
-
Viral Ibu Melahirkan Bayi Kembar Beda 22 Hari, Ada Cerita Sedih di Baliknya
-
Wanita Bersamurai Tusuk Penjaga Toko di Tangerang hingga Tewas, Ini Pemicunya
-
Viral Sarung Motif Spanduk Pecel Lele, Netizen Minta Jangan Dipakai Salat
-
Pria RI Viral Rela Habiskan Rp 34 Juta Demi Istri Nonton Konser Taylor Swift
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer