DetikForum

DetikForum (http://forum.detik.com/index.php)
-   Sejarah (http://forum.detik.com/forumdisplay.php?f=191)
-   -   Ekslusif! Foto-Foto Bung Karno Shalat di Masjid Amerika 1956 (http://forum.detik.com/showthread.php?t=112845)

iwan007 29th July 2009 04:22

Ekslusif! Foto-Foto Bung Karno Shalat di Masjid Amerika 1956
 
3 Attachment(s)
Masih dalam rangka kunjungan Presiden Sukarno ke Amerika Serikat tahun 1956. Ketika tiba saatnya shalat, Bung Karno dan rombongan menuju salah satu masjid di sana untuk bersujud. Foto-foto berikut terasa sejuk kalau kita resapi dalam hati. Karenanya saya merasa tidak perlu berpanjang kata mengomentari ataupun memuji. Kita nikmati saja deretan foto di bawah ini, sambil membenamkan imaji sedalam-dalamnya….

(btw, caption foto-fotonya (ada 10 foto) liat langsung aja ya)

http://rosodaras.wordpress.com/2009/...erika-serikat/

ybneb 29th July 2009 14:38

Sangat sulit untuk memberikan pengertian kepada Anda untuk tidak mengulangi kesalahan lagi.
Sudah berulang kali kami katakan, membuat thread ttg Soekarno cukup satu saja (ga perlu banyak-banyak) dan ditempatkan di forum sejarah saja. Selain itu, setelah membuat thread...jgn ditinggal begitu saja !

Tengs

iwan007 30th July 2009 06:17

eiiittt sori!!
 
ehh..ehh..sori sori pak momod, bukannya sulit dikasih pengertian, tapi memang nggak baca. Dan, bukan nggak mau diskusi, tapi emang nggak ada yg nanggapi. Mungkin ga menarik threadnya. Kebetulan postingnya tengah malem, orang udah pada tidur!! Juga, bukan promosi blog, pak momod, karena ini bukan blog saya dan bukan saya yg nulis. Saya cuma senang saja!! Btw,thanks 'n sori. tq

iwan007 30th July 2009 06:21

Awak Kapal Ajak Bung Karno Kabur
 
Pulau Bunga, Flores, pulau cantik yang dijadikan tempat pembuangan Bung Karno. Enam tahun hidup dalam pengasingan, cukuplah bagi Sukarno untuk menyelami kehidupan rakyat Ende, pantai indah dan para nelayan yang ramah, kehidupan pelabuhan yang pikuk saat kapal berlabuh, serta masyarakatnya yang ramah sedikit tertutup.

Di sini, Bung Karno hidup bersama Inggit Garnasih sang istri, Ibu Amsi sang mertua, dan Ratna Djuami sang anak angkat yang biasa dipanggil Omi. Tak berapa lama kemudian, barulah bergabung empat orang pembantu, satu di antaranya Riwu Ga yang mengikuti Bung Karno hingga ke era pembuangan di Bengkulu sampai Indonesia merdeka.

Selama dalam masa pembuangan, Bung Karno telah menjelma menjadi “penyelundup” ulung. Ia menjalin komunikasi penuh sandi dengan para awak kapal. Terlebih, kapal-kapal lintas pulau, umumnya diawaki para ABK pribumi, yang semuanya menaruh hormat kepada Sang Tokoh Pergerakan, Sang Musuh Penjajah. Ada kalanya, Bung Karno sendiri yang berdesak-desakan di pelabuhan. Ada kalanya cukup lewat orang suruhan. Dengan bahasa-bahasa tertentu, komunikasi berjalan lancar.

Alhasil, semua kebutuhan Bung Karno terpenuhi dengan mudah. Sampailah suatu ketika, saat Bung Karno sedang menanti paket pesanan rahasia di pelabuhan, tiba-tiba turun seorang awak kapal berbadan tinggi besar, berkulit gelap. Ia menyeruak kerumunan orang dan mendekati Bung Karno. Setelah tiba di hadapan Bung Karno, ia sedikit membungkuk dan berkata bisik, “Bung, katakanlah kepada kami, kami akan menyelundupkan Bung Karno. Saya jamin aman, tidak akan ada orang yang tahu.”

“Terima kasih, saudara. Lebih baik jangan,” kata Bung Karno sambil menatap awak kapal tadi penuh rasa terima kasih. “Terkadang memang terbuka jalan seperti yang saudara katakan itu. Dan sering juga datang pikiran menggoda untuk lari secara diam-diam dan kembali bekerja untuk rakyat kita.”

Si awak kapal menyambar, “Kalau begitu, kenapa tidak dicoba saja, Bung?! Kami akan sembunyikan Bung Karno dan membawa Bung ke tempat kawan-kawan.”

Bung Karno menjawab tenang, “Kalau saya lari, ini hanya saya lakukan untuk memperjuangkan kemerdekaan. Begitu saya mulai bekerja, saya akan ditangkap lagi dan dibuang lagi. Jadi, tidak ada gunanya.”

Awak kapal bertanya lagi, “Apakah Bung Karno tidak bisa bekerja secara rahasia?”

“Itu bukan caranya Bung Karno.”

“Sekiranya di suatu saat berubah pendirian Bung Karno, tak usah ragu, sampaikan kepada kami.”

Bung Karno merangkul awak kapal tadi, dan tanpa ragu mencium kedua pipinya. “Terima kasih. Di suatu masa, kita semua akan merdeka. Begitupun saya.” (roso daras)

http://rosodaras.wordpress.com/2009/...g-karno-kabur/

iwan007 30th July 2009 06:26

gimana pak momod, 'da bener blum penempatannya??

iwan007 30th July 2009 20:58

Wahh sepi ya..bagaimana kalo pak momod yg mengomentari foto2 atau tulisan ini, untuk memancing diskusi??

iwan007 3rd August 2009 08:53

Bung Karno, Ali Sastroamidjojo, dan *******
 
Ternyata, para ******* ikut andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Keberatan dengan kalimat itu? Baiklah. Ratusan *******, ya… 670 ******* kota Bandung, mendukung perjuangan Bung Karno mewujudkan cita-cita Indonesia merdeka. Masih ada yang keberatan dengan kalimat itu?

Biar saja. Sebab, Bung Karno sendiri tidak keberatan. Kepada penulis otobiografinya, Cindy Adams, Bung Karno mengisahkan bagaimana ia mendirikan PNI lantas merekrut para ******* menjadi anggotanya. Tak urung, tercatat 670 ******* berbondong-bondong menjadi anggota PNI. Oleh Bung Karno, mereka dipuji sebagai para loyalis sejati, yang mau menjalankan perintah Bung Karno untuk kepentingan pergerakan.

Keputusan kontroversial Bung Karno itu, bukannya tanpa tentangan. Pada suatu waktu, ia bahkan bertengkar hebat dengan kawan sepertjuangan, Ali Sastroamidjojo ihwal perempuan lacur di tubuh PNI ini. Berikut ini dialog silang pendapat keduanya…

“Sangat memalukan!” Ali memprotes. “Kita merendahkan nama dan tujuan kita dengan memakai perempuan sundal –kalau Bung Karno dapat memaafkan saya memakai nama itu. Ini sangat memalukan!” kecam Ali Sastro bertubi-tubi.

“Kenapa?” sergah Bung Karno, seraya menambahkan, “mereka jadi orang revolusioner yang terbaik. Saya tidak mengerti pendirian Bung Ali yang sempit!”

“Ini melanggar susila!” Ali terus menyerang.

“Apakah Bung Ali pernah menanyakan alasan mengapa saya mengumpulkan 670 orang perempuan lacur?” tanya Bung Karno, dan segera dijawabnya sendiri, “Sebabnya ialah, karen saya menyadari, bahwa saya tidak akan dapat maju tanpa suatu kekuatan. Saya memerlukan tenaga manusia, sekalipun tenaga perempuan. Bagi saya peroalannya bukan bermoral atau tidak bermoral. Tenaga yang ampuh, itulah satu-satunya yang kuperlukan.”

Ali tak kurang argumen, “Kita cukup mempunyai kekuatan tanpa mendidik wanita-wanita ini. PNI mempunyai cabang-cabang di seluruh Tanah Air dan semuanya ini berjalan tanpa anggota seperti ini. Hanya di Bandung kita melakukan hal semacam ini.”

Bung Karno menjelaskan, “Dalam pekerjaan ini, maka gadis-gadis ******* atau apa pun nama yang akan diberikan kepada mereka, adalah orang-orang penting.” Bung Karno bahkan mengultimatum Ali dengan mengatakan, “Anggota lain dapat kulepas. Akan tetapi melepaskan perempuan lacur… tunggu dulu!”

Dengan referensi yang ada di kepalanya, mengalirlah argumen Sukarno yang lain. Ia menarik contoh Madame de Pompadour, yang disebutnya tak lebih dari seorang ******* pada mulanya, tetapi kemudian ia dapat memainkan peran politik yang penting, bahkan akhirnya menjadi salah satu selir raja Louis XV antara tahun 1745 – 1750.

Kemudian Bung Karno juga mencuplik kisah Theroigne de Mericourt, pemimpin besar dari Perancis awal abad ke-19. Bung Karno menunjuk pula barisan roti di Versailles. “Siapakah yang memulainya? Perempuan-perempuan lacur,” ujar Bung Karno dengan mantap.

Sampai di situ, Ali Sastroamidjojo tak lagi mendebat. Sekalipun ekspresi wajahnya belum sepenuhnya menerima, tetapi setidaknya, ia harus mencari bahan-bahan lain sebelum memulai perdebatan sengit kembali dengan Bung Karno. Terlebih jika itu dimaksudkan untuk “mengalahkan” Sukarno.

Alkisah… 670 ******* Kota Bandung, selanjutnya menjadi informan (inforgirl…?) bagi Bung Karno. Alkisah, 670 perempuan lacur Kota Kembang, menjadi mata bagi Bung Karno. Alkisah, 670 wanita sundal Paris van Java, menjadi telinga bagi Bung Karno. (roso daras)

http://rosodaras.wordpress.com/2009/...o-dan-*******/

FarEnd 10th August 2009 14:47

pertamaxxxx........

izafordet 7th February 2014 03:27

Ini asli di Amerika ya ?
baru liat kali ini saya.

pluralboy 8th February 2014 22:38

1956 atau 1961?
 
Kayanya itu foto tahun 1961 deh...
Bung Karno kan ke Amerika tahun 1961 atas undangan dari Presiden Kennedy.
Satu petunjuk dari foto itu adalah Bung Karno sudah memakai kacamata hitam dan membawa tongkat komando (simbol kekuasaan atas militer). Dan memang tahun 1961 adalah era demokrasi terpimpin dimana Bung Karno memiliki kuasa atas sipil dan militer.


All times are GMT +8. The time now is 19:36.


Powered by vBulletin
Copyright © 2000 - 2006, Jelsoft Enterprises Ltd.