Teori IQ, EQ, dan SQ
Sering kali kita mendengar istilah IQ, EQ dan SQ, tapi tidak paham dengan apa yg dimaksud. Semoga artikel di bawah ini bisa dapat memberikan secercah pengetahuan buat rekan detik-ers semuanya :cheers:
Selayang Pandang IQ, EQ dan SQ Oleh: Ubaydillah, AN Jakarta, 19 Mei 2004 Manusia adalah makhluk yang paling cerdas, dan Tuhan, melengkapi manusia dengan komponen kecerdasan yang paling kompleks. Sejumlah temuan para ahli mengarah pada fakta bahwa manusia adalah makhluk yang diciptakan paling unggul dan akan menjadi unggul asalkan bisa menggunakan keunggulannya. Kemampuan menggunakan keunggulan ini dikatakan oleh William W Hewitt, pengarang buku The Mind Power, sebagai faktor yang membedakan antara orang jenius dan orang yang tidak jenius di bidangnya. Sayangnya, menurut Leonardo Da Vinci, kebanyakan manusia me-nganggur-kan kecerdasan itu. Punya mata hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan, punya perasaan hanya untuk merasakan tetapi tidak untuk menyadari, punya telinga hanya untuk mendengar tetapi tidak untuk mendengarkan dan seterusnya. Penemuan Seputar Kecerdasan Thorndike adalah salah satu ahli yang membagi kecerdasan manusia menjadi tiga, yaitu kecerdasan Abstrak -- Kemampuan memahami simbol matematis atau bahasa, Kecerdasan Kongkrit -- kemampuan memahami objek nyata dan Kecerdasan Sosial – kemampuan untuk memahami dan mengelola hubungan manusia yang dikatakan menjadi akar istilah Kecerdasan Emosional ( Stephen Jay Could, On Intelligence, Monash University: 1994) Pakar lain seperti Charles Handy juga punya daftar kecerdasan yang lebih banyak, yaitu: Kecerdasan Logika (menalar dan menghitung), Kecerdasan Praktek (kemampuan mempraktekkan ide), Kecerdasan Verbal (bahasa komunikasi), Kecerdasan Musik, Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan ke dalam diri), Kecerdasan Interpersonal (berhubungan ke luar diri dengan orang lain) dan Kecerdasan Spasial (Inside Organizaion: 1990) Bahkan pakar Psikologi semacam Howard Gardner & Associates konon memiliki daftar 25 nama kecerdasan manusia termasuk misalnya saja Kecerdasan Visual / Spasial, Kecerdasan Natural (kemampuan untuk menyelaraksan diri dengan alam), atau Kecerdasan Linguistik (kemampuan membaca, menulis, berkata-kata), Kecerdasan Logika (menalar atau menghitung), Kecerdasan Kinestik / Fisik (kemampuan mengolah fisik seperti penari, atlet, dll), Kecerdasan sosial yang dibagi menjadi Intrapersonal dan Interpersonal (Dr. Steve Hallam, Creative and leadership, Colloquium in Business, Fall: 2002). Kecerdasan Intelektual, Emosional & Spiritual 1. Seputar Kecerdasan Intelektual Sudah bertahun-tahun dunia akademik, dunia militer (sistem rekrutmen dan promosi personel militer) dan dunia kerja, menggunakan IQ sebagai standar mengukur kecerdasan seseorang. Tetapi namanya juga temuan manusia, istilah tehnis yang berasal dari hasil kerja Alfred Binet ini (1857 – 1911) lama kelamaan mendapat sorotan dari para ahli dan mereka mencatat sedikitnya ada dua kelemahan (bukan kesalahan) yang menuntut untuk diperbaruhi, yaitu: a. Pemahaman absolut terhadap skor IQ . Steve Hallam berpandangan, pendapat yang menyatakan kecerdasan manusia itu sudah seperti angka mati dan tidak bisa diubah, adalah tidak tepat. Penemuan modern menunjuk pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu hanya 42% yang dibawa dari lahir, sementara sisanya, 58% merupakan hasil dari proses belajar. b. Cakupan kecerdasan manusia : kecerdasan nalar, matematika dan logika Steve Hallam sekali lagi mengatakan bahwa pandangan tersebut tidaklah tepat, sebab dewasa ini makin banyak pembuktian yang mengarah pada fakta bahwa kecerdasan manusia itu bermacam-macam. Buktinya, Michael Jordan dikatakan cerdas selama berhubungan dengan bola basket. Mozart dikatakan cerdas selama berurusan dengan musik. Mike Tyson dikatakan cerdas selama berhubungan dengan ring tinju. 2. Seputar Kecerdasan Emosional (EQ) Daniel Golemen, dalam bukunya Emotional Intelligence (1994) menyatakan bahwa “kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20 % dan sisanya yang 80 % ditentukan oleh serumpun faktor-faktor yang disebut Kecerdasan Emosional. Dari nama tehnis itu ada yang berpendapat bahwa kalau IQ mengangkat fungsi pikiran, EQ mengangkat fungsi perasaan. Orang yang ber-EQ tinggi akan berupaya menciptakan keseimbangan dalam dirinya; bisa mengusahakan kebahagian dari dalam dirinya sendiri dan bisa mengubah sesuatu yang buruk menjadi sesuatu yang positif dan bermanfaat 3. Seputar Kecerdasan Spiritual Danah Zohar, penggagas istilah tehnis SQ (Kecerdasan Spiritual) dikatakan bahwa kalau IQ bekerja untuk melihat ke luar (mata pikiran), dan EQ bekerja mengolah yang di dalam (telinga perasaan), maka SQ (spiritual quotient) menunjuk pada kondisi ‘pusat-diri’ ( Danah Zohar & Ian Marshall: SQ the ultimate intelligence: 2001). Kecerdasan ini adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri yang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik kenyataan apa adanya ini. Kecerdasan ini bukan kecerdasan agama dalam versi yang dibatasi oleh kepentingan-pengertian manusia dan sudah menjadi ter-kavling-kavling sedemikian rupa. Kecerdasan spiritual lebih berurusan dengan pencerahan jiwa. Orang yang ber – SQ tinggi mampu memaknai penderitaan hidup dengan memberi makna positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan memberi makna yang positif itu, ia mampu membangkitkan jiwanya dan melakukan perbuatan dan tindakan yang positif. Penerapan IQ-EQ-SQ Dalam Kehidupan IQ, EQ, dan SQ bisa digunakan dalam mengambil keputusan tentang hidup kita. Seperti yang kita alami setiap hari, keputusan yang kita buat, berasal dari proses : 1. merumuskan keputusan, 2. menjalankan keputusan atau eksekusi, 3. menyikapi hasil pelaksanaan keputusan. Rumusan keputusan itu seyogyanya didasarkan pada fakta yang kita temukan di lapangan realita (apa yang terjadi) – bukan berdasarkan pada kebiasaan atau preferensi pribadi suka – tidak suka. Kita bisa menggunakan IQ yang menonjolkan kemampuan logika berpikir untuk menemukan fakta obyektif, akurat, dan untuk memprediksi resiko, melihat konsekuensi dari setiap pilihan keputusan yang ada. Rencana keputusan yang hendak kita ambil – hasil dari penyaringan logika, juga tidak bisa begitu saja diterapkan, semata-mata demi kepentingan dan keuntungan diri kita sendiri. Bagaimana pun, kita hidup bersama dan dalam proses interaksi yang konstan dengan orang lain. Oleh sebab itu, salah satu kemampuan EQ, yaitu kemampuan memahami (empati) kebutuhan dan perasaan orang lain menjadi faktor penting dalam menimbang dan memutuskan. Banyak fakta dan dinamika dalam hidup ini, yang harus dipertimbangkan, sehingga kita tidak bisa menggunakan rumusan logika – matematis untung rugi. Kita pun sering menjumpai kenyataan, bahwa faktor human touch, turut mempengaruhi penerimaan atau penolakan seseorang terhadap kita (perlakuan kita, ide-ide atau bahkan bantuan yang kita tawarkan pada mereka). Salah satu contoh kongkrit, di Indonesia, budaya “kekeluargaan” sangat kental mendominasi dan mempengaruhi perjanjian bisnis, atau bahkan penyelesaian konflik. Kesimpulan Perlu diakui bahwa IQ, EQ dan SQ adalah perangkat yang bekerja dalam satu kesatuan sistem yang saling terkait (interconnected) di dalam diri kita, sehingga tak mungkin juga kita pisah-pisahkan fungsinya. Berhubungan dengan orang lain tetap membutuhkan otak dan keyakinan sama halnya dengan keyakinan yang tetap membutuhkan otak dan perasaan. Seperti kata Thomas Jefferson atau Anthony Robbins, meskipun keputusan yang dibuat harus berdasarkan pengetahuan dan keyakinan sekuat batu karang, tetapi dalam pelaksanaannya, perlu dijalankan se-fleksibel orang berenang. Aplikasi keputusan dengan IQ, EQ, dan SQ ini hanyalah satu dari sekian tak terhitung cara hidup, dan seperti kata Bruce Lee, strategi yang paling baik adalah strategi yang kita temukan sendiri di dalam diri kita. “Kalau kamu berkelahi hanya berpaku pada penggunaan strategi yang diajarkan buku di kelas, namanya bukan berkelahi (tetapi belajar berkelahi)”. Selamat mencoba. (Jr) dikutip dari http://www.e-psikologi.com/pengembangan/190504.htm |
gantian akh... gw yg berpartisipasi...di tritnya mba peace_maker
wah, mo komentar apa yach... hmm sambil baca dulu yach sekalian posting pembukaan dulu aj dech wow, info & sharing yg bagus nih mba... makacih atas pencerahannya |
Quote:
nasehat bapak sewaktu meningglkan kampung dulu : bukan hanya logika tapi juga etika, estetika, serta semangat spiritual ntuk menjadikan hidup menjadi bahagia... dan kesemuanya didapatkan melalui proses, dalam hidup itu sendiri.. pembelajaran adalah proses... |
Quote:
Quote:
|
hebat mbak!:clap:
minta ijin copy ya?:cheers: |
Quote:
kalau mengambil artikel dari situs resmi begini memang lebih baik kalau dicantumkan sumbernya dari mana. |
Quote:
gw ijin dulu:cheers: |
Quote:
skalian kasih tanggapannya dong... |
Quote:
singkat kata kita tidak bisa hanya mengandalkan IQ. tapi juga harus menggunakan EQ dan SQ dalam mengambil suatu keputusan. |
Mau nambahin dikit mpiss...
Mudah² jadi bahan referensi yg berguna khususnya buat para orangtua... Quote:
|
trit yang bagus mpis...:clap::clap:
gw punya kasus neh, klo kita tau sesuatu yang kita lakukan merupakan kesalahan tapi tetep melakukannya bahkan menjadi kebiasaan, atau melihat suatu kebenaran tapi tidak mau mengikuti padahal kita sebenarnya mampu.... Q yang mana yang perlu diasah, trs gimana caranya ngasah... |
Quote:
btw artikel lo bagus bgt charlie :gembira: Tuhan itu maha adil, menciptakan manusia dgn segala kekurangan dan kelebihannya. Ada org yg memang mempunyai otak kiri yg lebih besar daripada otak kanannya. Ada org yg ahli Kimia tapi jago sekali main gitar dengan tekniknya yg nggak kalah sama dewa Budjana. Ada seorg Sarjana teknik yg pintar bermain bola tapi pandai memasak dsb. Jadi sbenarnya setiap orang itu punya kelebihan masing2, cuma tergantung bagaimana dia mengasahnya. Lebih beruntung sekali apabila org tersebut tahu kekurangan dia ataupun kelebihannya sendiri. Jadi kl menurut gw tidak ada seorang manusia yang lebih hebat daripada manusia lainnya, tp yg ada hanyalah orang yg tau dan mengerti potensi dirinya, serta bisa memaksimalkan dan menggali potensi tersebut yg membuat dia mempunyai nilai 'lebih' dibanding manusia lainnya. Semua ilmu itu tidak ada yg jelek kok, pasti ada manfaatnya, hanya tergantung kepada manusia yg mengolahnya, semuanya tergantung kepada minat dan sense yg sesuai. :vanish: |
Baru nyadar gw trit gw di sticky :lipsrsealed:
ini trit pertama gw yg di sticky momod lain, aduh jd terharu :bigcry: :gembira: sori oot dikit :smartass: |
Quote:
Kl menurut gw itumah termasuk denial alias pengingkaran terhadap diri sendiri. Belum lama ini gw ngikutin training ttg Motivasi, pembicaranya membahas ttg 'Perubahan'. Secara naluriah, manusia itu takut menghadapi perubahan apabila sudah terbiasa melakukan suatu kebiasaan. Walaupun mungkin kita sendiri sangat sadar dan tahu bahwa kebiasaan itu belum tentu baik dan benar, bahkan mungkin kita anggap salah, karena tidak sesuai dengan norma dan nilai yg kita anut atau pahami. Cuma tentunya menghadapi perubahan itu tentunya butuh waktu dan adaptasi. Contoh kasus, seorang pecandu rokok yang bisa menghabiskan min. 4 bungkus rokok sehari tahu bahwa dia telah menderita kecanduan rokok yg akut ( no offense ya buat para smoker :smoking: ), karena konsumsi rokok yg berlebihan. Mungkin memang tidak ada aturannya berapa batang rokok yg kita hisap yg membuat seseorang dpt dikatakan kecanduan, tp kita tahu bahwa hal ini tidak baik, apalg kl ternyata org tersebut sebenarnya punya masalah kesehatan dgn paru2nya yg tdk sehat karena kebiasaan merokoknya tersebut, nah ini kl menurut gw sudah termasuk kategori salah. Untuk mengatasi hal tersebut dibutuhkan keylock atau kontrol diri yg harus kuat seta diperlukan disiplin tingkat tinggi untuk dapat merubah kebiasaan yg kurang baik tersebut. Atau kalau kita tidak sanggup/bisa merubah kebiasaan yg kurang baik itu sendiri, kita perlu bantuan orang lain yg bisa mengingatkan kalau kita salah, harus berubah dan berusaha menjadi lebih baik lagi. Ehm kalau kita melihatnya dari segi Kecerdasan atau Q/quotient, menurut gw semuanya berperan, karena kita tahu bhw yg kita lakukan itu tidak baik dan butuh perubahan yg signifikan walaupun harus melewati proses yg tidak mudah, karena butuh waktu dan pengorbanan. Tapi apabila kita punya tekad yg kuat dan bisa mengontrol diri untuk berubah atau minimal mengurangi perbuatan/ tindakan kita yg kurang baik tersebut, tanpa kita sadari kita sudah mempunyai keinginan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya, dan apabila kita sudah merasa sedikit nyaman atau tidak merasa terlalu terbebani dengan target yg hendak kita capai, gw rasa itu sudah mempermudah diri kita sendiri untuk menghadapi perubahan tersebut. Jadi intinya adalah bekerja, berdoa dan berusaha. Keknya jawaban gw kurang ilmiah deh :sweatdrop: Kalau ada yg bisa menambahkan silahkan , atau memberikan koreksi, ditunggu tanggapannya :cheers: |
masih tentang merokok nih.
gw mao nambahin yaow... kita tetap melakukan kebiasaan itu (merokok) karena ada unsur emosional yang mendukung kebiasaan itu, dalam hal ini, sensasi rasa bla3x dalam merokok. bisa jadi, karena kebiasaan merokok tersebut membuat orang yang merokok tersebut menyenangkan , mengasyikkan, membuat ia lebih berharga atau apapun alasannya. nah, untuk mengubah kebiasaan tersebut,maka kita perlu mencari kebiasaan baru yang memiliki nilai emosional sepadan atau yang lebih memicu alasan emosi yang lebih mendalam, dalam diri kita. (contohnya apa ya kira-kira??) untuk bisa membuat kebiasaan baru (yang berarti berhenti merokok) terasa lebih menyenangkan, ada dua cara. cara pertama adalah dengan memperbesar rasa senang yang bisa diperoleh dengan kebiasaan baru. pikirkan hal-hal yang bermanfaat dan kegunaan yang kita peroleh karena kebiasaan baru tersebut. cara kedua adalah dengan memperbesar rasa sakit kebiasaan yang lama. bayangkan dan perburuk situasinya seandainya kebiasaan lama (merokok) itu terus menerus dilakukan. apa hal buruk yang bisa terjadi? gitu deh menrutu saya... |
Quote:
tapi apa benar EQ dan SQ itu artinya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual? coba liat kamus yg bnr dah |
Quote:
gw ada bukunya soal kecerdasan emosional ....yg berjudul emotional intelligence.... EI =emotional intelligence..... kalo SQ...... apakah sama artinya IQ? :sweatdrop:maaf gaptek jg sama2 Q c... hahaha |
Quote:
IQ intellectual intelegence....kecerdasan..intelegensia umum IQ biasa diukur dengan tes IQ SQ.....diukur dengan apa ya??? rajin ibadah barangkali??? |
Quote:
|
uda sering baca yang seperti ini:sleeping:
|
klo bingung jabarinnya ikut training ESQ aja.lebih santai bahasnya.enak pake makan2 dan coffee break ala hotel.gampang koq
|
training ESQ mbayarnya mahal yah?
|
Nice thread nih, walau bacanya bikin mata lelah karena kecil2 :D. Tapi salut deh buat semua yang berpartisipasi
|
^^yups...
Keren nih TS bermutu infonya.... thanks.... :thatsrite: |
Quote:
|
perasaan si bill gates, warren buffet, sultan brunei dan orang2 terkaya di dunia lainnya ga kenal istilah IQ lah, EQ lah, SQ lah.
itu kan kerjaan orang2 yg cari makan dari menjadi pembicara aja. Quote:
|
daftar ikutan di sejarah filsafat brain/IESQ........... :hi5:
salam kenal bagi yang belum.........: hi: |
dulu prnh gw ikut esq gitu:kabur:
|
Quote:
|
salam buat semua ya
|
memang manusia memiliki potensi yang besar akan otaknya. dan sayangnya nggak semua orang bisa mengeksplorasi potensi tersebut. Dan lingkungan juga sangat mempengaruhi seseorang dalam memaksimalkan potensinya so hati2 terhadap anak anda selalu dampingi dan pantau perkembangannya agar potensi IQ, SQ dan EQ bisa maksimal dikembangkan
|
Quote:
|
ternyata jurusan bahasa seharusnya ber iq tinggi..
sipp.. aku setuju.. |
Makasih infonya om!
|
****** kebo
|
kon.tol kebo
|
gmn cr x mngendlikn sma biar selaras
|
Quote:
|
kalau kita bisa menguasanya kesemuanya IQ SQ dan EQ,, baru bisa dikatakan jenius......................,,
wow ,, masih belajar nich tentang keq ginian |
artikel yg menarik, makasih udah di share
|
All times are GMT +8. The time now is 07:19. |
Powered by vBulletin
Copyright © 2000 - 2006, Jelsoft Enterprises Ltd.