"Jawanisasi" Mencengkram Berbagai Bidang
Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan bagaimana seorang hafidz membaca kitab suci Al-Quran dalam langgam Jawa. Tentu saja ada pro kontra di situ, apakah sebenarnya ini dibenarkan atau tidak.
Tapi jauuuhhhhh sebelum itu, dari penglihatan saya, "Jawanisasi" sudah lama mewabah dalam Gereja Katolik di Indonesia. Sejak Konsili Vatikan II tahun 1965, terjadi pembaharuan dalam bidang peribadahan di Gereja Katolik sedunia, di antaranya bentuk tata ibadah ekaristi yang baru dan diizinkannya penggunaan bahasa dan budaya lokal (inkulturasi), setelah sebelumnya ibadah ekaristi hanya bisa dirayakan dalam bahasa Latin. Tetapi ketika "inkulturasi" ini diterapkan dalam Gereja di Indonesia, terlihat bahwa budaya Jawa-lah yang dominan. Di antaranya yang bisa saya sebutkan: 1) Panggilan "Romo" terhadap imam/pastor. "Romo" diambil dari bahasa Jawa kromo inggil yang berarti "ayah", dan juga nama tokoh utama dalam wiracarita Ramayana. 2) Penggunaan gong pada saat konsekrasi (peristiwa saat imam mendoakan roti dan anggur yang menjelma menjadi tubuh dan darah Kristus). Di Roma / Vatikan dan gereja2 di Eropa biasanya digunakan lonceng. 3) Sikap umat menyembah roti dan anggur yang menjadi tubuh dan darah Kristus, mirip dengan sikap berdoa umat Hindu dan Kejawen, dengan tangan dikatupkan (anjali mudra) di atas dahi. Masih banyak lagi yang lainnya. Terasa sekali bahwa Jawanisasi, terutama pada saat Soeharto menjabat sebagai presiden dengan latar belakang kultur Jawa-nya yang kental (tidak seperti Soekarno yang ibunya orang Bali dan belajar di sekolah Belanda). Kebijakan transmigrasi yang gencar dilakukan, di mana orang2 dari Jawa dipindahkan ke pulau lain dengan alasan "pemerataan penduduk", dipandang secara sinis oleh banyak pihak sebagai upaya "men-Jawa-kan" pulau-pulau lain. Terbukti, di Provinsi Lampung saat ini sekitar 60% penduduknya adalah suku Jawa, sementara di provinsi2 lain di Sumatera bagian tengah dan selatan jumlahnya sekitar 20-30%. Nama-nama desa berbau Jawa seperti Wonosari, Sidomulyo, Sukorejo, dll dengan mudah kita temukan di Sumatera. Efeknya adalah konflik antar etnis yang sudah beberapa kali terjadi antara penduduk asli dengan transmigran Jawa ini. Penduduk asli cemburu karena orang2 Jawa ini diberi pembekalan, pelatihan, sehingga mereka berhasil mengolah hasil alam di tempat yang baru. Selain transmigrasi, Jawanisasi juga terlihat pada aparatur pemerintahan. Orang Jawa ataupun orang2 dengan nama berbau Jawa (apapun etnisnya) lebih gampang menjadi PNS. Kepala daerah, terutama gubernur, diutus oleh pemerintah pusat (bukan melalui pemilihan) dan kebanyakan dari mereka adalah orang Jawa. Bagaimana bisa Jawanisasi ini mewabah??? Apa sebenarnya kehebatan etnis Jawa, selain jumlah mereka sebagai etnis terbesar di Indonesia, yang membuat mereka seakan-akan menguasai segala aspek di bangsa ini, termasuk agama??? |
ada banyak faktor:
- penduduknya paling besar dan menyebar - dlm sebuah pertarungan sering terjadi situasi: kalo memang susah ditaklukan kenapa tdk diakomodasi sj? - lebih acceptable - mgk jawa dianggap pihak lain cocok dijadikan the leading culture untuk nusantara - dan mgk masih banyak lg |
Quote:
tp kalopun benar, Tuhan tetap adil saya kira toh di bidang lain jg terjadi sukuisasi alias suku lain jg kebagian misalnya: padangisasi di dunia perdagangan cinaisasi di dunia perdagangan batakisasi di dunia hukum mulai jaksa, hakim, sampai pengacara jd tenanglah semua akan kebagian :kewl-pics: |
setahu saya orang jawa itu terkenal karena kerisnya, jaman dahulu di jawa itu banyak kisah tentang keris-keris buatan empu-empu kondang bahkan ada silsilah dan sejarahnya.
|
Quote:
|
Quote:
|
Quote:
|
Quote:
|
Quote:
2. Gong ngga cuma di jawa. Di kalimantan lulu malah belajar nari di atas gong 3. Pernah ke gereja di thailand? Btw tapi emang setuju tentang jawanisasi. Semua disuruh makan nasi :mad: |
Quote:
Lantas kenapa begitu di Indonesia umat Katolik jadi menyapa para imam dengan sebutan "Romo"? Kenapa harus mengambil kata dari bahasa Jawa? Apakah memang tidak ada padanan lain dalam bahasa Indonesia sebagai sapaan itu? Dalam bentuk tulisan, biasanya sapaan "Romo" disingkat jadi "Rm." Syukurlah, sekarang gereja-gereja Katolik di Indonesia sudah mulai "aware" terhadap penulisan sapaan ini seperti format di Roma dan negara2 lain. Gelar "Rm." dikoreksi menjadi "RD" (reverendus dominus) untuk imam diosesan, dan "RP" (reverendus pater) untuk imam dari ordo dan di belakangnya singkatan ordonya. |
All times are GMT +8. The time now is 11:44. |
Powered by vBulletin
Copyright © 2000 - 2006, Jelsoft Enterprises Ltd.