DetikForum

DetikForum (http://forum.detik.com/index.php)
-   Politik (http://forum.detik.com/forumdisplay.php?f=49)
-   -   Indonesia Vs Uni Eropa: Benarkah Perang Dagang Baru? (http://forum.detik.com/showthread.php?t=2154139)

matamatapolitik 20th August 2019 05:24

Indonesia Vs Uni Eropa: Benarkah Perang Dagang Baru?
 
Seiring perang dagang AS-China menciptakan awan gelap di atas ekonomi global, konflik perdagangan baru membayangi antara Indonesia dan Uni Eropa.




UE telah mengenakan bea balik 8 persen hingga 18 persen pada biodiesel dari Indonesia–produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia–untuk melawan dugaan subsidi pemerintah yang dinikmati oleh produsen di negara tersebut. Jakarta telah berjanji untuk membalas dengan tarif kontra dari 20 persen hingga 25 persen terhadap produk susu UE.

Tarif tersebut kemungkinan akan semakin meningkatkan permusuhan berkelanjutan terkait minyak kelapa sawit antara kedua mitra dagang ini. Awal tahun ini, Uni Eropa membuat gusar Jakarta setelah badan eksekutifnya mengatakan, blok itu akan mengurangi penggunaan minyak kelapa sawit untuk bahan bakar transportasi pada tahun 2030 seiring perkebunan kelapa sawit, dengan beberapa pengecualian, menimbulkan deforestasi.

“Meningkatnya tarif dalam ‘perang dagang‘ yang lebih besar akan merugikan perekonomian Indonesia lebih dari anggota Uni Eropa dalam jangka panjang,” ujar Jarryd de Haan, seorang analis riset di lembaga riset strategis yang berbasis di Australia, Future Directions International, kepada media Jerman DW. “Jadi, tidak mungkin pemerintah Indonesia akan terlibat dalam tarif mata dibalas mata jika ada risiko yang signifikan dari sengketa perdagangan yang meningkat.”

Hampir 10 persen barang Indonesia dikirim ke negara-negara UE dibandingkan dengan kurang dari 1 persen barang Uni Eropa yang mencapai negara Asia Tenggara, menempatkan Indonesia pada posisi yang tidak menguntungkan jika perselisihan semakin meningkat.

Tetapi jika Indonesia benar-benar melanjutkan tarif pembalasan, itu dapat merusak negosiasi perdagangan bebas yang sedang berlangsung yang diadakan oleh kedua belah pihak, kata de Haan.

PAJAK ANTI SUBSIDI
Tarif UE mengikuti investigasi anti-subsidi terhadap produsen biodiesel Indonesia yang diluncurkan pada bulan Desember menyusul keluhan dari industri Eropa.

Investigasi menunjukkan bahwa produsen biodiesel Indonesia mendapat manfaat dari hibah, manfaat pajak dan akses ke bahan baku di bawah harga pasar, Komisi Eropa mengatakan dalam sebuah pernyataan awal pekan ini.

Tarif baru telah diberlakukan sementara seiring penyelidikan berlanjut. Keputusan tentang tugas-tugas definitif akan jatuh tempo pada pertengahan bulan Desember 2019.

“Komisi Eropa akan terus menggunakan instrumen pertahanan perdagangan yang tersedia sejauh mungkin untuk memastikan tingkat permainan yang adil bagi perusahaan-perusahaan Eropa,” kata seorang sumber di Komisi Eropa kepada DW.

Pasar biodiesel UE diperkirakan bernilai $10 miliar per tahun, dengan impor dari Indonesia bernilai sekitar $444 juta.

“Minyak sawit mentah adalah bahan baku utama yang digunakan dalam produksi biodiesel di Indonesia. Namun, fokus investigasi adalah pada kemungkinan subsidi produsen biodiesel Indonesia, terlepas dari bahan baku yang digunakan,” kata sumber itu.

SERANGKAIAN ANCAMAN
Tarif pembalasan Indonesia atas produk susu UE mungkin bukan pukulan signifikan bagi blok 28-negara, mengingat negara Asia Tenggara mengimpor hanya $220 juta produk susu dari para anggotanya.

Tetapi tindakan keras Uni Eropa terhadap impor minyak sawit secara umum akan memberikan pukulan besar bagi Indonesia, yang bersama dengan negara tetangga Malaysia, menyumbang 85 persen dari pasokan global minyak nabati.

Minyak kelapa sawit adalah salah satu ekspor terbesar Indonesia. Minyak nabati menyumbang hampir 10 persen dari barang yang dikirim pada tahun 2017, dengan negara-negara UE menjadi salah satu tujuan utama. Blok ini menggunakan hampir setengah dari total impor minyak sawit untuk biodiesel dan 15 persen lainnya untuk menghasilkan panas dan listrik.

Komisi Eropa mengatakan tidak mengusulkan larangan total atas minyak kelapa sawit dalam bahan bakar nabati tetapi hanya menindak para produsen yang menggunduli banyak hutan untuk lahan perkebunan sawit untuk menghasilkan biofuel dan karenanya melepaskan lebih banyak CO2 ke atmosfer.

Jakarta mengatakan mereka mematuhi norma keberlanjutan dan telah memberlakukan moratorium pada perkebunan kelapa sawit baru untuk melindungi hutannya. Ia memperingatkan bahwa larangan UE yang diusulkan akan membunuh mata pencaharian jutaan petani kecil.

Baik Indonesia dan Malaysia telah bereaksi keras terhadap langkah UE, mengeluarkan serangkaian ancaman, termasuk memboikot barang UE dan menolak pembuatan pesawat Eropa dari setiap kesepakatan jet di masa depan.

Jakarta bahkan mengancam akan menarik diri dari Kesepakatan Iklim Paris dan berencana untuk membawa aturan itu ke Organisasi Perdagangan Dunia, yang menurut Jakarta melanggar peraturan perdagangan global. Indonesia belum mengambil langkah nyata atas kedua ancamannya tersebut.

“Pemerintah Indonesia memang memiliki sejarah menggunakan kebijakan reaksioner sebelum kembali ke yang lebih moderat nanti,” kata de Haan. “Jadi, mungkin saja Indonesia akan bereaksi keras terhadap tarif minyak sawit, tetapi tidak mungkin memiliki konsekuensi jangka panjang yang besar untuk hubungan perdagangan yang lebih luas.”

De Haan memperingatkan agar perselisihan itu tidak disebut perang dagang seperti yang dilaporkan secara luas.

“Saya tidak berpikir itu bisa disebut perang dagang mengingat betapa sedikitnya yang dipertaruhkan untuk UE,” katanya. “Terutama pada tahap ini, Indonesia hanya mengancam akan menerapkan tarif impor yang relatif kecil dan belum mengambil tindakan.”

Sumber: https://www.matamatapolitik.com/indo...baru-in-depth/


All times are GMT +8. The time now is 07:23.


Powered by vBulletin
Copyright © 2000 - 2006, Jelsoft Enterprises Ltd.