HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Senin, 2024/04/24 11:14 WIB
Polisi Sebut Chandrika Chika 1 Tahun Gunakan Narkoba
-
Senin, 2024/04/24 11:09 WIB
6 Fakta Penangkapan Chandrika Chika Pakai Narkoba Bareng 5 Orang Teman
-
Senin, 2024/04/24 11:43 WIB
Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia Dalam Usia 96 Tahun
-
Senin, 2024/04/24 11:36 WIB
Fans eSports Ramai Usai Jeixy Tersangka Kasus Narkoba
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
|
Thread Tools |
24th October 2007, 10:36 |
#1
|
Registered Member
|
Seputar Info Investasi & Kondisi Pasar
Sumber: http://fkk.umj.ac.id/berita.php?id=77
Saham Terkoreksi Tajam Waspadai Krisis II INN Jakarta, Koreksi signifikan harga saham di dalam negeri belakangan ini patut diwaspadai sebagai pertanda awal krisis ekonomi-keuangan seperti terjadi sepuluh tahun lalu. Untuk itu, pemerintah sudah saatnya mengeluarkan kebijakan yang membuat dana asing tak terlampau gampang lagi keluar-masuk. Di sisi lain, pemerintah juga harus kian serius membenahi iklim investasi di sektor riil. Demikian rangkuman pendapat mantan Menkeu Fuad Bawazier, ekonom Hendri Saparini, pengamat pasar saham Farial Anwar, analis perbankan A Tony Prasetiantono, dan Ketua DPP Partai Golkar Tadjuddin Noor Said. Dihubungi terpisah di Jakarta, kemarin, mereka dimintai pendapat terkait koreksi lumayan signifikan atas harga saham di dalam negeri belakangan ini yang bisa mengikis optimisme bangsa menyangkut perbaikan ekonomi nasional. Mereka sependapat, koreksi tajam harga saham di bursa dalam negeri mungkin saja terus berlanjut dan mengarah menjadi krisis ekonomi-keuangan jilid dua. Kemungkinan tersebut beralasan, karena fundamental ekonomi di dalam negeri belum cukup kokoh untuk mampu menahan arus ke luar dana panas (hot money). Misalnya cadangan devisa praktis hanya ditopang oleh kenaikan harga komoditas primer dan arus masuk hot money. Fuad Bawazier menyimpulkan, Indonesia paling rentan mengalami gejolak ekonomi-keuangan seperti sepuluh tahun lalu. Cepat atau lambat, katanya, gelembung (bubble) aset keuangan di pasar modal akan kempes. "Ini karena fundamental ekonomi nasional belum benar-benar solid," ujarnya. Menurut Fuad, koreksi harga saham di pasar modal dalam negeri belakangan ini boleh jadi merupakan pertanda awal gejolak ekonomi-keuangan dalam skala masif. Karena itu, dia mengingatkan pemerintah agar tidak terlampau percaya diri terhadap kebangkitan ekonomi nasional saat ini. "Pemerintah harus memperkuat infrastruktur perekonomian agar mampu membendung gejolak dahsyat di sektor keuangan. Ini dapat dilakukan dengan membenahi sektor perizinan, birokrasi serta perpajakan," kata Fuad. Dia menilai, saat ini sektor riil masih dirundung berbagai masalah -- dan karena itu mendesak perlu dibenahi. Misalnya kondisi infrastruktur transportasi yang membuat investor enggan menanam modal di sektor riil. Selain itu, keputusan pemerintah menurunkan target penerimaan pajak juga merupakan langkah yang tidak tepat. "Mestinya pemerintah justru meningkatkan target penerimaan pajak. Dengan demikian, pemerintah tertantang meningkatkan investasi di sektor riil. Justru itu, langkah-langkah pembenahan iklim investasi di sektor riil pun benar-benar konsisten dilakukan," ujar Fuad. Bagi Hendri Saparini, pembenahan yang harus dilakukan pemerintah antara lain menyangkut regulasi di pasar modal. Dia menekankan, sudah saatnya pemerintah mengondisikan dana asing (hot money) tidak terlampau gampang lagi ke luar-masuk karena sangat berisiko melahirkan gejolak di sektor keuangan. Tentang itu, dia menyebutkan bahwa insentif perpajakan bagi pemain di pasar saham beralasan dikurangi. "Patut diakui, insentif ini pula yang membuat dana asing mengalir begitu deras ke dalam negeri sehingga melahirkan bubble di pasar modal kita. Kondisi tersebut amat mengkhawatirkan. Jika terjadi arus balik dana ke luar negeri, sektor keuangan kita bisa berguncang hebat," katanya. Menurut Hendri, koreksi tajam harga saham di bursa dalam negeri belakangan ini merupakan indikasi awal arus balik hot money ke luar negeri. "Jika kondisi ini tidak disadari dan dianggap sebagai koreksi biasa, maka pemerintah tidak akan melakukan antisipasi sehingga arus balik itu semakin besar dan tak terbendung lagi," ujarnya. Hendri melihat, masalah-masalah yang harus dicermati serius oleh pemerintah adalah peningkatan cadangan devisa dan ekspor yang hanya karena faktor kenaikan harga komoditas primer dan arus masuk hot money dalam jumlah amat signifikan. Selain itu, perbaikan kinerja perbankan lebih karena pendapatan yang berasal dari bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), bukan karena sektor riil sudah membaik. Di lain pihak, Tony Prasentiantono menyatakan, untuk mengurangi arus masuk hot money, BI harus mempertahankan atau malah menurunkan suku bunga acuan (BI Rate). Selain itu, pemerintah melakukan pengawasan cermat terhadap kondisi pasar saham. Ini, katanya, sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas pasar saham sehingga tidak terkoreksi tajam. Sementara Farial Anwar menilai, untuk mencegah arus balik hot money, pemerintah perlu melakukan perubahan dari sisi regulasi pasar modal. "Perlu pembenahan di sisi aturan dengan membatasi masuknya dana asing ke sektor investasi yang bersifat jangka pendek. Dengan demikian, Indonesia tidak menjadi bulan-bulanan pihak asing melalui permainan di pasar modal," ujarnya. Farial menjelaskan, pemerintah dapat mencontoh kebijakan yang diberlakukan beberapa negara lain di Asia dalam mengurangi keleluasaan dana asing ke luar-masuk sektor keuangan. Ini beralasan, katanya, karena fakta menunjukkan bahwa di pasar modal dalam negeri, pemain asing praktis menjadi pihak yang menentukan pergerakan harga saham. "Biasanya, jika mereka masuk (ke pasar saham), maka investor lokal juga ikut-ikutan masuk. Begitu pula sebaliknya," papar Farial. Kenyataan itu perlu segera diatasi agar dana asing yang masuk ke sektor keuangan di dalam negeri bisa bertahan relatif lama. Langkah yang dapat ditempuh pemerintah untuk itu, menurut Farial, adalah memberlakukan aturan yang menetapkan dana asing yang masuk ke pasar saham juga harus mampir ke sektor riil. "Pokoknya, dana asing harus mengendap dulu dalam jangka waktu tertentu, terutama di sektor riil. Lalu jika mereka (asing) menarik dana dalam jangka pendek, pemerintah perlu mengenakan sanksi," ujarnya. Sementara itu, Tadjuddin Noor Said menyatakan, untuk mengantisipasi krisis ekonomi-keuangan jilid dua, pembenahan regulasi di sektor perbankan juga perlu lebih ditekankan. Selama ini, katanya, keberpihakan perundangan-undangan terhadap sektor riil, terutama UMKM, masih amat kurang. Padahal sektor riil memiliki andil besar dalam menopang perekonomian di saat krisis pada tahun 1997 silam. "Saat ini, sebenarnya kondisi UMKM dan industri kita sudah cukup baik. Mereka tidak lagi mengandalkan bantuan luar negeri lagi. Karena itu, sudah sepantasnya BI juga melakukan keberpihakan terhadap mereka," tutur Tadjuddin. |
Last edited by webmaster; 24th October 2007 at 10:42.. |
24th October 2007, 14:05 |
#5
|
|
Addict Member
|
Quote:
Tapi di tempat kita terlalu banyak TONG KOSONG ... Jadi NYARIIIING deh bunyinya ... Santai Saja ... Baca Koran jangan diambil ati ... Orang2 yg ngaku "Ekspert" atau "Pengamat" whatever ... Itu kebanyakan Omong Kosong ... Seperti juga Pengamat/Komentator Bola di TV .. cuman bikin rame saja ... ngga ada isinya |
|
"The free market punishes irresponsibility. Government rewards it." -- Harry Browne |
24th October 2007, 16:00 |
#6
|
Addict Member
|
Kalau suatu hari Bursa US mengalami resesi, tidak akan ada satupun negara yang kuat menahan koreksi tajam. Contoh aja tahun 1997, apakah ada negara yg tidak mengalami krismon? Indonesia seberapa kuatpun tidak akan bisa menahan resesi global, karena sekarang udah zaman free trade, semua negara kebanyakan saling terhubungkan dalam perdagangan global.
Jika Anda menanam tomat, anda menjualnya ke pedagang, kemudian pedagang menjual ke konsumen di pasar. Kalau tidak ada konsumen yang mau beli, maka dari petani sampai pedagang semuanya merugi, termasuk pemilik lahan, penjual bibit, pupuk, jasa pengangkutan, kuli angkut, sampai tukang parkir pun sepi. Jadi tidak mungkin Indonesia bisa menahan resesi global, karena semua negara secara langsung maupun tidak langsung ada hubungannya. Saya tidak begitu setuju kalau dana asing yang menggerakkan pasar saham Indonesia. Contohnya: sewaktu subprime mortgage mulai mereda, dana asing tidak langsung masuk kembali ke Indonesia, toh pemain lokal semua juga masih bersemangat berdagang di bursa. Memang mesti diakui volume tidak sebanyak biasanya tapi animo pemain bursa tetap besar walaupun asing blm masuk. Kesimpulannya: Jangan percaya 100% apa yang dikatakan para "ahli" ekonomi yang di TV atau dimanapun juga. Percaya pada berita aktual dan fakta saja, itu sudah cukup. Apakah Anda langsung membeli polis asuransi pada setiap orang yang menawarkan Anda asuransi? I don't think so... cheers pals... |
25th October 2007, 09:51 |
#7
|
Registered Member
|
mungkin salah satu solusinya adalah dengan memperbanyak investor lokal di pasar modal.
Dengan semakin banyaknya investor lokal diharapkan jika terjadi hot money maka tidak akan terlalu berdampak pada market kita. Kalo perbandingan investor lokal dan asing jumlahnya hampir sama maka pasar kita pasti lebih kuat. Tapi sayangnya investor lokal masih hanya orang-orang kelas menengah ke atas. Mungkin karena terkendala biaya untuk ikutan masuk ke lantai bursa. Mungkin kalau sekuritas bisa menurunkan harganya, saya rasa akan lebih banyak lagi investor lokal yang meramaikan lantai bursa. Bagaimana ? |
25th October 2007, 10:03 |
#8
|
Registered Member
|
Yup.. gw setuju ama Christ...
Investor lokal kita baru mencapai 0,02% dari jumlah penduduk Indonesia, sementara di negara tetangga udah jauh lebih tinggi (kl ga salah Malaysia 16% dan Singapura sekitar 30%). Makanya begitu investor asing narik dananya langsung deh IHSG ber-darah2 diikuti oleh kepanikan investor lokal meskipun sebenarnya fundamental emiten lokal lagi bagus. Yang harus dilakan adalah sosialisasi investasi bagi masyarakat, the main duty is how to change saving people into investing people. Karena dr kecil kita diajarin untuk menabung, bukan berinvestasi.... |
26th October 2007, 12:49 |
#9
|
Addict Member
|
Yup... setuju juga dengan bung christ & herry869, harus ada sosialisi investasi sehingga tercipta masyarakat investor, lagipula jika mengandalkan bunga tabungan dan deposito saat ini kan sudah rendah sekali. Dengan daya ekonomi masyarakat yg masih lemah saat ini, seharusnya dibuat batasan minimal opening account di sekuritas sehingga masyarakat bisa belajar berinvestasi.
|
14th November 2007, 09:20 |
#10
|
Mania Member
|
Subprime mortgage
Mo sampe kapan yaa imbasnya subprime mortgage itu ???
udh gw perhatiin bbrp hari ini dampaknya variatif...hampir seluruh jenis saham kena dampaknya...IHSG masih ketolong sama saham2 IPO. Ada yg bisa kasih saran/info gak kira2 saham jenis apa yg bisa dibeli ? gw tertarik sama saham2 level menengah ke bawah....tertarik sih mo main INCO cuma gak nahan juga sm modalnya MITI koq ancur yaa ?? tapi kemarin sih udah mulai rebound lagi.. kalo ELTY gimana ? UNSP/W prospek gak yaa ?? thanks b4 for your comment.... |
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer