View Single Post
Old 21st February 2018, 16:05
#28  
nikmatullah_kassab
Banned
nikmatullah_kassab is offline

Join Date: Dec 2017
Location: Al-Kanisah Al-Maruniyah
Posts: 395
nikmatullah_kassab is a star wannabenikmatullah_kassab is a star wannabenikmatullah_kassab is a star wannabe

Default

Quote:
Originally Posted by rakyat.merdeka99 View Post
Pemikiran yg kaku menurut saya.. Jangan terpaku dengan aturan harus menyembah dewa-dewa..
Saya pikir intinya ya menyembah (berdoa, berterima kasih, bersyukur) kepada Tuhan.
Klo mereka percayanya kepada dewa-dewa, ya mereka menyembah dewa-dewa.
Klo agamanya lain (Islam, katolik, Kristen, dsb-nya), ya doanya ya ke Tuhan mereka masing-masing. Masak harus spesifik ke dewa-dewa lagi?
Dan soal menyembah atau berdoa kepada Tuhan masing-masing di hari Imlek, Apa salahnya klo tahun baru mereka berdoa kepada Tuhan mereka mensyukuri segala berkat, rahmat, perlindungan dll yg Tuhan berikan kepada mereka sepanjang tahun.. Ini sesuatu yg umum menurut saya.. berdoa, bersyukur kepada Tuhan di hari yg baik.. (gak cuman hari raya khan, setiap hari malah bagus).

Menurut saya, tidak ada pertentangan antara budaya Imlek dengan agama apapun.. Itu cuman sebuah tradisi.. dan agama bisa berdampingan dengan tradisi (selama tradisi itu tidak bertentangan dengan ajaran agamanya).
Dan tradisi itu buatan manusia, so harusnya bisa flexible. dibanding dengan aturan agama. So, klo memang secara agama gak boleh, ya, tradisi bisa mengikuti dan vice versa..
Betul, menurut saya pun ini pemikiran yang kaku, tapi apa boleh buat, memang begitulah yang selama ini diyakini oleh banyak warga Tionghoa, paling tidak ketika saya membaca tulisan para praktisi budaya Tionghoa di web tionghoa.info.

Bagi mereka, ada beberapa titik dimana antara budaya dan agama itu benar2 menyatu dan tidak bisa dipisahkan. Salah satunya adalah penghormatan kepada arwah para leluhur saat Tahun Baru Imlek dan malam menjelang pernikahan.

Quote:
Herman Tan says:
14 October 2015 at 20:03
Sebenarnya Agama dan Tradisi kebudayaan pada titik tertentu nyatanya tidak dapat dipisahkan; saling mendukung satu sama lain; karena beberapa tradisi dan kebudayaan justru berkembang dari ritual keagamaan sendiri. Contoh simplenya adalah pai kepada leluhur. Pada moment Perayaan Imlek atau Pernikahan, sembahyang kepada leluhur adalah sebuah kewajiban yang tidak dapat diabaikan/diwakilkan.

Namun pada kenyataannya sebagian orang justru menghindari hal ini (tidak lagi dilakukan; di skip saja) karena dianggap sebagai bentuk penyembahan berhala; namun pada moment acara makan bersama keluarga dan tea pai nya tetap dilakukan. Ini adalah contoh bentuk pengkerdilan/penyederhanaan nilai dari sebuah tradisi dan budaya akibat pengaruh luar. Dulu sewaktu hari Imlek dijadikan hari raya agama Konghucu, sebagian orang yang telah pindah keyakinan mulai ragu untuk merayakan momen tersebut; namun berkat himbauan dari petinggi MATAKIN sendiri yang menganggap Imlek adalah hari raya milik bersama seluruh orang Tionghoa, maka sebagian orang yang telah pindah keyakinan ini dapat terus merayakan momen Imlek; namun dengan pengkerdilan/penyederhanaan makna yang terkandung di dalamnya. Bagi mereka, Imlek hanya sebuah momen jamuan makan malam/makan bersama keluarga; tidak lebih. Mereka tidak akan ikut dalam momen sembahyang leluhur yang dilaksanakan sehari sebelumnya.

Sementara ada juga tradisi kebudayaan yang tidak terikat pada ritual keagamaan, seperti Festival musim gugur Zhongqiu Jie, Festival musim dingin Dong Zhi, dsb. INTINYA, mereka tidak lagi akan menjalankan sebagian atau sepenuhnya sebuah tradisi kebudayaan, jika tradisi kebudayaan tersebut mengandung acara sembahyang-sembahyangan,sujud-sujutan, dan bau-bauan dupa.
Quote:
erfan says:
4 October 2015 at 10:58
“Agama melahirkan budaya, dan budaya tidak pernah meninggalkan inti ajaran agama”
Kitab Yi Jing-salah satu ayat dalam kitab agama Khonghucu.

Maka jelaslah bahwa apa yg selama ini “hanya” kita anggap sebagai tradisi atau budaya bersumber drpd agama. Terima kasih kepada saudara(i) yg masih tetap menjalankan ritual atau yg mnrt anda “hanya sekedar” tradisi. Karena berarti anda TETAP MENGIMANI Ru Jiao agama nenek moyang yg telah berusia 5000 tahun. Dan yg memilih untuk masuk ke kristen katolik hindu ataupun islam spy anda benar2 menjadi umat yg taat dan tulen silahkan semua tradisi anda dihilangkan karena semua itu bersumber dr kitab suci Ru Jiao. Terima kasih. Salam hormat. Hanya pada kebajikan Thian berkenan, wei de dong tian..!
Quote:
Tjia Eng Hiong says:
17 July 2015 at 20:20
Memang benar, TRADISI DAN BUDAYA itu BISA dipisahkan dengan AGAMA; namun pada titik tertentu, tradisi dan budaya dengan agama AKAN MENYATU. Semoga bisa dimengerti.

Ingat, budaya Tionghoa itu berasal dari TIONGKOK; bukan dari Eropa, bukan dari Amerika, bukan pula dari India. Jadi budaya Tionghoa TUMBUH DAN BERKEMBANG bersama AGAMA-AGAMA TIONGHOA, yakni TAO dan KONGHUCU; Jauh sebelum PENGARUH KRISTENISASI masuk ke dataran Tiongkok oleh negara-negara penjajah eropa.

Tidak mungkin anda menjelaskan istilah-istilah Tionghoa dalam pandangan Kristenisasi bukan? lucu kalau sampai muncul teori kalau CAP GO MEH itu karena kasih Yesus kepada umatnya, sehingga bulan akan bersinar terang???

Inilah yang saya maksud, PADA TITIK TERTENTU, Budaya dan Agama akan menyatu. Kalau cuma tradisi dan budaya RINGAN, seperti tradisi memberikan angpao, makan kue pia, minum teh, ya tidak masalah, terserah anda.

Cuma jaga-jaga saja agar jangan sampai nantinya tradisi dan budaya Tionghoa ini di claim oleh agama lain. Maklum, tradisi dan budaya tionghoa paling menjual, liat saja orang kalau mau nikahan, meski sudah pindah agama tapi toh tetap tempel huruf SUANGHIE di pelaminan nya, juga tetap melaksanaan tata cara tradisi tea pai dan pemberian angpao amplop merah. Ya, dari 3 itu saja sudah anda bisa lihat, jadi jangan sampai esok2 bilang kalau 3 tradisi itu dari Kristen.
Quote:
Shella says:
7 July 2015 at 23:28
Mau kaya gmn pun gw tetep mengganggap bahwa org tionghoa kristen/katolik adalah org tionghua tidak murni/ kdg bisa saya anggap fankui juga maaf diskriminasi tp itu hanya tanggapan saya
Quote:
Sarah Tjan says:
16 May 2015 at 12:44
Sebenarnya saya sudah cukup prihatin dengan kaum tionghoa kita. Sekarang hanya tersisa label tionghoa dan ciri-ciri fisik saja yang masih melekat; sementara semua tradisinya sudah ditinggalkan orang.

Lihat artis2/tokoh2 tionghoa ketika diwawancarai, mengatakan bahwa mereka tionghoa, tetapi tidak lagi melakukan tradisinya, pantaskah itu? Apa pandangan publik ketika melihat tradisi imlek sudah dilakukan dengan cara2 kristiani/muslim? Seperti itukah tradisi tionghoa yang sebenarnya? Ketika acara pernikahan tidak lagi melaksanakan sanjitan atau tea pai tidak lagi di kui/soja kepada orang tua, itukah tradisi tionghoa yang sebenarnya?

Ketika berziarah ke kubur menjadi halangan karena tidak boleh sembahyang ke orang tua karena dianggap berhala? Bahkan saya pernah melihat anak2 muda/i sekarang enggan untuk pai kui ketika orang tuanya meninggal dengan alasan takut kena marah pendeta! Padahal itu bentuk penghormatan terakhir kepada orang tua yang telah membesarkan anda! å*©å*ä¸å* (anak tidak berbakti) adalah sebutan yang biasanya terucap ketika kui dilakukan tapi itu sama sekali tidak terucap.

Saya paham tugas dan tanggung jawab dari blog ini untuk tetap menjaga kemurnian tradisi2 tionghoa yang masih tersisa. Jika semua sudah mengikuti cara2 dan pola pemahaman luar, masih pantaskah kita disebut dengan sebutan TIONGHOA? Atau lebih cocok dengan sebutan fankui sekalian? Semoga dimengerti.
Quote:
soe says:
19 March 2015 at 04:32
jika ada agama menyebutkan sebuah tradisi adalah berhala maka sebaliknya agama yg lain jg bs mengatakan lebih menyembah bapak lain dr pada bapak sendiri.. krn itu fakta yg mmg tidak dpt di pungkiri.. jika anda menghargai leluhur anda kenapa anda hilangkan adat mempersembahkan kepada leluhur.. sedangkan anda tidak ragu dan tidak merasa buruk dengan mempersembahakan semua hal kepada agama yg anda anut.. dimana leluhur tidak pernah mengatakan agama tersebut adalah berhala.. jika agama tersebut mengunakan kata2 yg menjelekan agama sebelumnya jd wajar jika sekarang hukum karma berjalan dan kembali di pertnykan kembali knp agam tersebut selalu mengisyaratkan sembahyang leluhur adalah berhala..
Reply With Quote