View Single Post
Old 17th February 2017, 15:09
#1  
vanci
Banned
vanci is offline

Join Date: May 2016
Posts: 236
vanci is a celebrity wannabe

Default Dishub DKI : Kerugian karena Macet Jakarta Rp 150 Triliun Pertahun, Begini Solusinya


Jakarta memang nampak mewah dan banyak menjanjikan ‘surga dunia’. Namun Ibu Kota tak bisa lepas dari jerat tumpukan masalah. Dampaknya, warga Jakarta tidak bahagia. Index kebahagiaan warga Ibu Kota hanya 69,21.

Macet akut, merupakan common enemy di Jakarta. Menurut data Dinas Perhubungan DKI, kecepatan berkendara di Ibu Kota cuma setara sepeda santai, 19 Km/Jam. Sementara itu, kendaraan bermotor terus bertambah 10-15% pertahun, namun panjang jalan hanya bertambah 0,01% per tahun. Ini artinya, pada tahun 2020, volume to capacity ratio jalan lebih dari satu atau kendaraan lebih banyak dari luas jalan.

Dilansir oleh Kompas.com, Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat kerugian masyarakat dari dampak kemacetan di sejumlah wilayah Jakarta mencapai Rp 150 triliun per tahun. Banyak biaya sosial yang dihabiskan masyarakat selama mengalami kemacetan di jalan, mulai dari biaya bahan bakar kendaraan hingga biaya kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara.

Solusi LRT

Oleh karena itu, pembangunan berbagai infrastruktur transportasi, terutama yang berbasis rel, mendapat perhatian publik. Bagi para penglaju atau komuter yang tinggal di daerah satelit Bogor, Depok dan Bekasi, proyek macam*light rail transit (LRT) tentu saja membangkitkan harapan besar.*

"Di Jabodetabek, seharusnya lebih dikembangkan moda transportasi berbasis rel seperti LRT ini. LRT bisa jadi solusi kemacetan," kata Muaz HD yang kerap melaju dari Bogor ke Jakarta kepada*Kompas Properti, Kamis.

Namun, kata wirausahawan lulusan IPB ini, LRT akan benar-benar efektif bila infrastruktur transportasi pendukungnya juga dibangun. Infrastruktur tersebut antara lain tempat-tempat parkir yang murah dan luas, serta jaringan transportasi penghubung dengan jumlah memadai.*


Pada gilirannya, volume kendaraan yang melalui Jalan Tol Jagorawi, ataupun Tol Jakarta Cikampek, akan berkurang.

Sebaliknya, jika jumlah moda penghubung sedikit dan jaringan terbatas, para pengguna kendaraan pribadi enggan berpindah ke LRT.*

"Secara teori, yang diuntungkan tentu saja masyarakat. Namun, itu dengan catatan jika sistem transportasi dikelola dan disubsidi pemerintah," tambah Muaz.

Hal senada dikatakan Director Research and Advisory Cushman And Wakefield Indonesia, Arief Rahardjo. Menurut dia, yang paling mendapat banyak manfaat dari kehadiran infrastruktur transportasi tersebut adalah masyarakat dan pengembang.

Masyarakat yang dimaksud Arief adalah para konsumen yang telah membeli dan memiliki rumah di sekitar koridor LRT. Sementara itu, pengembang adalah mereka yang sedang dan akan membangun properti di area yang dilintasi LRT. Pengembang akan menangguk untung dari potensi kenaikan harga properti yang dijualnya.

Apa manfaatnya?

Bagi konsumen, tentu saja waktu tempuh dan biaya transportasi akan semakin efisien. Sementara itu, pengembang bakal punya posisi tawar tinggi dengan penawaran harga properti yang lebih mahal.

"Konsekuensinya memang (pengembang) perumahan di sepanjang koridor LRT tersebut, atau yang mempunyai lokasi strategis dengan hub-transportation, akan menawarkan rumahnya dengan harga yang lebih mahal dengan kompetitor sejenisnya," tutur Arief.
Tak mengherankan jika pada saat pemerintah baru meluncurkan rencana pembangunan LRT Jadebek, banyak pengembang yang mengincar lahan di sekitarnya.

Sebut saja PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN). Mereka membeli lahan seluas 60 hektar di pinggir Jalan Tol Jagorawi yang dekat dengan koridor LRT Jadebek Tahap I.
APLN kemudian mengembangkan apartemen murah bertajuk Podomoro Golf View. Tak tanggung-tanggung, jumlah apartemen yang akan dibangun sebanyak 37.000 unit dari total 25 menara.

Sejak tahun 2016, mereka memasarkan 3 menara apartemen, terdiri dari 4.000 unit kelas menengah ke bawah. Lebih dari 80 persen unitnya telah terjual. Tahun ini, APLN akan kembali menawarkan tambahan 2 menara apartemen sehingga akan tersedia 5.000 unit.
Adapun harga yang dibanderol sekitar Rp 198 juta untuk tipe studio hingga Rp 470 juta untuk tipe tiga kamar tidur.


Selain APLN, pengembang lainnya yang memanfaatkan atau "menjual" akses transportasi LRT adalah PT Ciputra Development Tbk (CTRA).*

CTRA berencana membangun CBD Cibubur. Dalam merealisasikan proyek seluas 28 hektar ini, mereka menggandeng Subentra Land. Penandatanganan nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) telah dilakukan pada Senin (9/5/2016) di Gedung Metropole, Cikini, Jakarta Pusat.

http://properti.kompas.com/read/2017...ng.diuntungkan.

Last edited by vanci; 17th February 2017 at 15:43..
Reply With Quote