Tabiat Barat tersebut tidak berubah hingga kini. Saat ini mereka datang laksana ksatria pasukan Salib ke negara-negara yang kata mereka menjadi sarang teroris. Mereka datang dengan membawa slogan kosong bahwa dunia saat ini sedang terancam oleh Dracula baru yang disebut teroris. Padahal, semua itu cuma kedok mereka untuk melakukan penjajahan gaya baru.
Memang beralasan kalau Barat berusaha menenggelamkan nama Mehmed II. Selain menyangkut dendam lama dalam Perang Salib --dimana Mehmed II merupakan tokoh yang mampu merebut benteng terbesar Pasukan Salib, Konstatinopel --usaha untuk menenggelamkan nama Mehmed II juga bertujuan agar umat Islam --terutama generasi mudanya --tidak mempunya tokoh pujaan yang ideal. Tentu akan bisa diramalkan kalau generasi Islam mempunyai idola seperti Saladin dan Mehmed II, yang kedua-duanya begitu gigih membebaskan Islam dari dominasi bangsa Barat. Kalau ini terjadi tentu saja negara seperti Amerika Serikat akan terusir dari Afganistan, Irak, Indonesia, karena generasi muda Islam akan bersatu untuk menendangnya keluar. Begitu juga dengan Israel --yang menurut John Parkins Israel merupakan Infanteri Amerika Serikat di Timur Tengah --akan terusir dari Palestina, dan rakyat Palestina pun akan merdeka.
Tokoh seperti Mehmed II memang teladan yang ideal sebagai simbol perlawanan terhadap Barat. Ia selain dikenal ulung dalam strategi perang juga seorang yang mencintai ilmu pengetahuan. Semasa hidupnya ia mengundang ilmuan dari berbagai macam negara dan agama untuk menerjemahkan segala macam buku ke dalam bahasa Turki. Tak mengherankan kalau perpustakaan di Turki pada masanya menjadi salah satu perpustakaan paling lengkap di dunia. Karya-karya Yunani, Mesir dan Arab terkumpul menjadi satu sehingga siapun yang ingin belajar akan menemukan luasnya samudera ilmu pengetahuan.
Yang perlu juga dicatat dari Mehmed II adalah toleransinya. Sebagaimana Saladin, ketika memasuki Konstatinopel ia tidak merusak satu pun tempat ibadah agama Kristen maupun Yahudi. Semua tempat ibadah milik non muslim tetap ia biarkan berdiri dan umatnya ia lindungi. Ini tidak hanya dilakukan Mehmed II ketika menaklukkan Konstatinopel. Sewaktu menaklukkan Bosnia hal serupa ia lakukan. Ketika menaklukkan kota tersebut ia menulis surat yang berbunyi:
”Saya Sultan Khan Sang Pemenang mengatakan pada seluruh dunia.
Berdasarkan perintah sultan, Ordo Fransiscan di Bosnia di bawah perlindunganku. Dan aku memerintahkan agar tidak seorangpun orang yang disakiti dan gereja yang diganggu! Meraka seharusnya hidup dalam damai di kerajaanku. Orang-orang ini akan menjadi imigran yang berhak atas keamanan dan kebebasan. Mereka dapat kembali ke tempat tinggal mereka yang berlokasi di perbatasan kerajaanku.
Tidak ada satupun pejabat di kerajaanku, apakah itu wasir, bendahara atau pelayan yang akan merusak kehormatan mereka dengan menyakiti orang-orang yang kulindungi!
Tidak ada seorangpun dari mereka yang dapat dihina, dibahayakan atau diserang kehidupannya, harta bendanya dan gerejanya!
Begitu pula apa dan siapa yang mereka bawa dari Negara mereka mempunyai hak yang sama.
Dengan mendeklarasikan perintah ini, aku bersumpah dengan pedangku atas nama suci Allah yang telah menciptakan bumi dan langit, dan rasul-Nya, Muhammad, dan 124.000 pengikut beliau, bahwa tak seorangpun dari rakyatku yang akan bertindak atau berlaku dari kebalikan dari perintah ini. ”
Tiga sifat Mehmed II --anti Barat, pecinta ilmu pengetahuan dan mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perbedaan agama --tentu sifat yang ideal. Jika umat Islam meniru keteladanannya maka tentu saja minyak yang ada di Timur Tengah tidak akan dikuras oleh Amerika Serikat, dan negara tempat mereka berada akan menjadi negara yang benar-benar merdeka.
Sayangnya pemimpin di negara-negara Islam tidak mempunyai sifat dan watak seperti Mehmed II. Mereka justru menjual negara mereka kepada barat. Pun, memberikan sumber daya alam yang cukup berharga, minyak, kepada tuan-tuan asing. Sungguh tragis memang. Sementara itu, generasi mudanya lebih memuja pahlawan-pahlawan ciptaan Barat seperti Rambo, Superman, Spiderman. Pahlawan-pahlawan ”impor” dari Barat itu selain melenakan --membuat manusia menjadi individualis karena merasa mampu menyelamatkan dunia seorang diri --juga tidak mengajarkan semangat perlawanan terhadap dominasi Barat.
Tidak mudah memang melepaskan diri dari dominasi Barat. Jerat-jerat itu begitu kuat mengikat kesadaran manusia. Walaupun begitu bukan berarti harus menyerah. Tentu pasti ada jalan keluarnya. Salah satu jalan keluarnya adalah selalu kritis terhadap sejarah. Mengapa jalan ini bisa menjadi jalan keluar? Karena kekritisan terhadap sejarah akan membuat seseorang tidak mudah diperdaya karena mengetahui peristiwa yang sebenarnya. Bila setiap individu kritis terhadap sejarah maka Barat pun tidak akan leluasa melakukan penjajahan sejarah. Inilah pentingnya membuat sejarah yang mandiri.
Sumber: Orhan Basarab, Sultan Mehmed II Sang Pembantai Dracula, Darul Ikhsan, 2007, Cetakan I
|