View Single Post
Old 25th November 2008, 17:29
#1  
San9kakala
Addict Member
San9kakala is offline

San9kakala's Avatar

Join Date: Nov 2008
Location: dihati Tuhan
Posts: 447
San9kakala is a celebrity wannabe

Default ERA MEMAAFKAN.. I (Memaafkan Koruptor? Mungkinkah..)

Dua Bapak Bangsa memimpin banyak Pemimpin. Namun lihat! Sepertinya sebagian Pemimpin kita sedang menghiasi layar kaca dengan berbagai macam kasus yang terjadi di negeri ini. Dengan kata lain inilah cermin (sebagian) Pemimpin kita. Namun mengapa sebagian Para Pemimpin berbeda dengan Bapak Bangsa kita, terlebih lagi kesan Jujur, Adil dan Bijaksana sangat terpancar dari salah satu Bapak Bangsa kita pada pidato "curhat" (ttg sang besan) yang bbrp wkt lalu kita saksikan di siaran-siaran TV?

Berapa banyak lagi pemimpin yang harus berurusan dengan KPK ?

Saya rasa ((jika ada)) (azas) (per’) undang-undang (‘an) berlaku surut, tidak bisa berlaku pada UU wewenang KPK , karena sampai kapanpun (dan sejak dari kapanpun), korupsi tetaplah korupsi, kejahatan adalah kejahatan, dengan kata lain, masing-masing hati nurani kita pasti tahu pada saat kita sedang (/akan) melakukan kejahatan (/penyimpangan).

Berapa banyak lagi pemimpin yang harus berurusan dengan KPK ?

Kejujuran adalah Kunci.

Namun kembali lagi kita pada pertanyaan, berapa banyak lagi pemimpin yang harus akan berurusan dengan KPK ?

Mungkinkah kita mau memaafkan koruptor? Mungkinkah kita bisa memaafkan koruptor?

Dalam era pada masa sekarang ini, dalam kasus kejadian ini (korupsi), saya pribadi masih belum bisa menganggap bahwa hukuman mati adalah sesuatu yang layak bagi para koruptor. Karena bagi saya, jikapun ada uang ribuan triliunan rupiah yang dikorupsi, masih tetap saja bukan’lah sebuah nilai tukar yang layak untuk mengakhiri hidup seseorang (bahkan bagi si koruptor sekalipun). Dengan kata lain, (triliunan) Uang (pun) tetap saja adalah sebuah benda mati buatan manusia, yang tidak seharusnya disandingkan (/disamakan/ditukar) dengan nyawa seseorang. Uang bukan Tuhan, dan uang tidak akan pernah menjadi Tuhan. Kata “Berhala”, sesungguhnya sangat’lah tepat jika kita tujukan kepada benda mati buatan manusia tersebut yang kita kenal sebagai Uang, dan Para Koruptor bisa kita kategorikan dalam Para Penyembah berhala tersebut, namun hendaknya kita pun berhati-hati manakala secara tidak sadar jangan-jangan kitapun termasuk dalam “Penyembah Berhala” walaupun kita tidak berposisi sebagai Si peng’Korup.

Mungkin kita bisa memetik pelajaran yang terjadi pada salah satu pemimpin kita, Anggota Dewan YTH, Saudara AC, yang bbrp wkt lalu juga menghiasi layar kaca, dia pernah Tercela karena Kekhilafannya, namun Terpuji karena Kejujurannya. Walapun hal itu (mungkin) terjadi dengan diawali karena “rasa takut” (kepada KPK ) namun tetap Kejujuran adalah cerminan dari Kasih (Ke’Pasrah’an). Dan Kasih haruslah terbalas dengan Kasih Sayang. Haruskah kita mem’Buta’kan hati nurani kita akan Kasih Sayang dari (Kasih) Kejujuran yang AC akui, bahkan dengan mem“Pertaruh’kan” Kehidupannya dan kehidupan Keluarganya, hanya untuk seonggok “benda mati buatan manusia” ?

Mungkinkah kita mau memaafkan koruptor? Mungkinkah kita bisa memaafkan koruptor? Bagi saya pribadi, sepertinya bisa memaafkan mereka, dengan catatan, Keikhlasan Memaafkan bisa terjadi pada saat mereka (koruptor) ini (melakukan 4M) : Mengakui (Perbuatannya) (/Kekhilafannya),, Meminta Maaf (kepada rakyat),, dan Mengembalikan (“Jarahannya”),
dan (dalam tempo singkat) “Pengembalian Besar-Besaran” ini juga harus langsung diikuti mekanisme cara pemerintah yang menghasilkan “Kesejahteraan Rakyat (yang juga) harus terjadi Dalam Tempo Se’Singkat-Singkat’nya”.

Sudah terlalu lama rakyat kita bersedih, jangan sampai tertunda lagi hak bagi mereka yang pernah tersisih.

(Dan/Namun) Sepertinya untuk masa sekarang ini sangat dibutuhkan UU Istimewa (pendukung) tentang Pem(berian) Maaf’an ini. UU Istimewa yang mengatur tentang amnesty penuh kepada para ex Peng’Korup ini manakala mereka telah melakukan 4M tersebut.

Memang Negara kita adalah Negara hukum. Bagi banyak orang (mungkin) hukum adalah di atas segalanya. Namun bagi saya pribadi terdapat Satu Nilai Luhur yang berposisi di atas hukum, yaitu Nurani.

Namun situasi ini haruslah juga diimbangi dg rasa Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia (Sila 5), dg membongkar kembali seluruh berkas ttg kasus pencurian murni (yg tidak tidak disertai dg kekerasan/penganiayaan/pemerkosaan/pembunuhan) utk juga segera dibebaskan dr segala tuntutan hukum..

Dengan berawal dari rasa “Terimakasih Karena Telah Memaafkan”, semoga menjadi bekal Ke’Maju’an bagi Bangsa Indonesia yang terlandasi oleh Kasih Sayang, serta “Me’Maaf’kan yang pun menjadi (Budaya) modal dasar bagi Ke’Maju’an kita (kelak).

Namun mungkin pertanyaan sesungguhnya justru terletak di

“ mungkinkah para “penjarah” itu mau mengembalikan hak rakyat? Dengan kata lain (ditengah ”pemberian maaf” masyarakat), apakah Keserakahan masih menggelora dalam diri mereka (peng’Korup)? “

Namun Jelas, Era Pengembalian ini harus mempunyai sosialisasi yang menyeluruh serta Tengat Waktu Yang Jelas, dengan sangsi UU Hukuman Tipikor yang Tegas apabila Tengat Waktu ini terlampaui. (Jika Tengat Waktu telah terlampaui) Disini’lah Waktu Yang Tepat untuk pemberlakuan Hukuman Mati Bagi Koruptor.

Mungkinkah para “Peng’korup” masih ter’Buta tentang keberadaan para Kesatria KPK ?
Mungkinkah para “Peng’korup” masih ter’Buta tentang keberadaan para Kesatria KPK yang bisa dengan mudahnya mendapatkan data-data tentang mereka? Mungkinkah para “Peng’korup” masih ter’Buta tentang keberadaan para Kesatria KPK telah beberapa kali “Menangkap Basah” ataupun mengungkap “Yang Telah”?

Mungkinkah mereka belum sepenuhnya sadar bahwa Tidak Akan Ada Koruptor Yang Lolos Dari Jerat KPK , ini semua hanya masalah waktu saja, cepat atau lambat mereka (koruptor) pasti terjerat.

Namun haruskah kita kembali kepada pertanyaan, harus berapa banyak pemimpin lagi yang akan berurusan dengan KPK ? Atau “Era Me’Maaf’kan” kah yang akan terjadi di negri ini?

Begitu banyaknya Kekayaan kita yang hilang, sebanyak itu pula’lah yang diperlukan
untuk Mensejahterakan Bangsa ini. Bahkan terlalu banyak sehingga pun mampu berdampak menguatkan nilai mata uang kita bagi dunia.

Pemerataan kesejahteraan, selain harus Mutlak terjadi pada masyarakat, juga harus terjadi pada sebagian Para Pejabat kita yang Ternyata Belum Sejahtera (, begitupun juga kepada para abdi negara seperti Polisi, ABRI, Guru, termasuk kepada bekas pahlawan perjuangan, dll).

Berikan transparansi (pengertian) kepada public bahwa Kesejahteraan (kenaikan Gaji) bagi para Pejabat (Yang Belum Sejahtera) tersebut, justru membunuh celah bagi mereka untuk ber’korupsi, dan sebaliknya dengan “menahan Kenaikan Gaji” bagi mereka, justru membuat kerugian negara menjadi lebih besar (karena timbul niat untuk ber’korupsi dengan alasan “pemenuhan kebutuhan”) yang justru merugikan bagi masyarakat kita sendiri. Namun ini semua jelas harus terlaksana dengan level susunan “Segmentasi Kejadian dan Mekanisme Cara” yang tepat, jelas, teratur dan transparan.

Negara memfasilitasi pejabatnya dan pejabat (harus) memfasilitasi rakyatnya.
Dengan kata lain, boleh terdapat banyak orang kaya di negri ini, namun Tidak Boleh Ada Yang Miskin.

(Namun,) Jika Seandainya system ini telah berlaku di Indonesia, maka system ini Harus diikuti dengan UU Baru tentang tindak pidana criminal. Tidak ada alasan lagi bagi criminal. Tidak ada celah lagi bagi criminal, sekecil/sebesar apapun. Negara Indonesia bukan lagi menghukum Keterpaksaan sebagai sebuah Kejahatan, namun Indonesia sangat Tegas membenci Keserakahan. Dan Keserakahan adalah satu-satunya alasan kejahatan yang terjadi di Indonesia (dalam Era ini). Bahkan seorang pencopet kecil sekalipun akan mendapat hukuman berat oleh negara, terlebih lagi kepada koruptor, tidak ada ampun bagi mereka (koruptor).

[[ dalam bahasa yang sedikit nyeleneh mungkin saya bisa katakan : “ Lah wong negara sudah memberikan segalanya kok masih ngelunjak toh ?? " ]]

Bahkan Negara akan mampu mem’BLT setiap individu (/kepala keluarga) negeri ini setiap bulan dengan tanpa terkecuali, bahkan kepada kaum kaya sekalipun, bahkan akan terjadi sebuah “slogan”:

“ Jangan Kau Simpan Uang (BLT)’mu, karena dengan Membelanjakannya maka Kau Turut Berpartisipai Membuat Roda Perekonomian Bangsa ini Menjadi Lebih Sehat “

(maksud dari slogan ini adalah pembelanjaan perputaran uang yang terjadi didalam negri, bukan pada “import barang dari luar negri”)

Kesejahteraan Rakyat = Kemudahan Hidup,,
Kemudahan Hidup = (Langkah Menuju) Pen’tiadaan Kejahatan,,
Ke’tiada’an Kejahatan = Kenyamanan,,
Ke’nyaman’an (Ketentraman) = (berdampak timbulnya) Ke’Percaya’an,,
Ke’Percaya’an = Sumber segala Ke’Berkah’an..

Dan level kata “Ke’Percaya’an” yang tertera diatas adalah sebagian dampak dari Ke’Berkah’an lain yang (akan/telah) terjadi di Indonesia (kelak), yang dikarenakan Kejujuran yang telah menjadi Budaya bagi Indonesia.

Ke’Percaya’an adalah anugrah yang salah satu dampaknya adalah Menghasilkan Kekayaan. Dengan kata lain : Semakin Ke’Kaya’an (/kesejahteraan) merata di negri ini, maka Semakin Kaya’lah Kita, Semakin Kaya’lah Indonesia, dan akan Semakin Kaya dan Semakin Kaya lagi.

Dalam bahasa singkat, bisa dikatakan :

Semakin sejahtera rakyatnya, maka semakin sejahtera pula pejabatnya. Semakin sejahtera pejabatnya, semakin sejahtera pula rakyatnya.

Dan akan terjadi sebuah mekanisme (baru) yang mana kita akan bisa memantau bagi siapa saja yang tidak menggunakan uang BLT tersebut, maka pemerintah akan turut serta membantu mengembangkan usaha (bisnis) yang dilakukannya. Dengan kata lain orang yang menggunakan BLT adalah orang-orang (miskin) yang benar-benar membutuhkan BLT, dan orang yang tidak menggunakan BLT adalah orang-orang (tidak miskin) (yang kemungkinan mempunyai usaha/bisnis tertentu) yang akan dibantu oleh pemerintah dalam pengembangan usaha/bisnisnya tersebut. Dengan kata lain, orang yang tidak menggunakan BLT justru sebenarnya adalah orang-orang yang akan (/lebih) beruntung.

(bersambung kebawah!)

Last edited by San9kakala; 21st February 2009 at 05:57..
Reply With Quote