View Single Post
Old 31st March 2011, 20:10
#10  
a215_tea
Addict Member
Malea215_tea is offline

a215_tea's Avatar

Join Date: Jul 2010
Location: Negeri Singa
Posts: 449
a215_tea is a star wannabea215_tea is a star wannabea215_tea is a star wannabe

Default

“Astaga? Apalagi yang ingin kalian tahu,” Aku memasang badan agar mereka tidak bisa melihat apa yang terjadi di dalam, “Nyonya rumah terbaring sekarat, dia butuh segera dibawa ke rumah sakit. Tuan rumah tidak akan kemana-mana, lihat, dengan memakai tongkat, tangkapan kalian tidak akan bisa kabur dari sini, bahkan berjalan seratus meter pun dia tidak akan kuat.”

Petugas polisi saling lirik satu sama lain.

“Kalian akan terus menonton, atau lebih baik menunggu di ruang depan.” Aku melotot, “Percayalah, setelah Nyonya rumah dibawa pergi oleh ambulans, kalian dengan mudah bisa memborgol Tuan Liem. Dan besok kalian akan mendapatkan kenaikan pangkat atas tangkapan hebat ini.”

Komandan polisi terlihat ragu-ragu, aku sudah balik kanan, kasar menutup pintu.

“Kau naik ke atas ranjang dorong.” Aku mendesis.

Om Liem bingung.

“Pasangkan infus dan semua belalai selang di tangannya.” Aku menyuruh perawat yang juga masih bingung dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi.

“Aku, aku tidak bisa membiarkan ini, Thom.” Dokter berseru tertahan, sepertinya dia orang pertama yang mengerti apa yang akan kulakukan.

“Kau akan membiarkannya, Dok.” Aku menatapnya galak, meraih stick golf di pojok kamar, “Aku akan memukul siapa saja yang menghalangiku. Kau naik ke atas ranjang.”

Om Liem patah-patah naik, berbaring, aku segera menyuruh dua perawat bekerja di bawah ancaman stick golf. Mereka takut-takut segera menyelimuti tubuh tua itu, memasang masker di wajah, memasang penutup kepala, infus, alat bantu pernafasan, apa saja yang bisa membuat kamuflase.
Adalah penting segera membawa Om Liem kabur. Tanpa tanda-tangan Om Liem, tidak ada satu pihak pun yang bisa membekukan Bank Semesta atau mengambil-alih perusahaan lain. Aku tidak bisa melarikan Om Liem begitu saja dari rumah, melewati belasan polisi yang sejak empat jam lalu tidak sabaran. Aku akan menukar Tante dengan Om Liem. Rencana ini nekad, meski perawat sudah berusaha membuat tampilan Om Liem yang terbaring tidak dikenali lagi dengan selimut dan peralatan medis, jika ada salah-satu petugas polisi yang detail memeriksa, mereka dengan cepat akan tahu. Tetapi dalam situasi panik, darurat, pukul dua dini hari, tetap ada kemungkinan skenario ini berhasil.

“Berjanjilan, Tante akan baik-baik saja setelah kami kabur.” Aku berbisik pada Tante Liem sebelum mendorong ranjang darurat yang di atasnya sudah terbaring tubuh gemetar Om Liem.

Tante masih menatapku bingung. Dan sebelum dia mengucapkan satu patah, aku sudah mengucapkan kalimat terakhir, “Percayalah, berikan aku waktu dua hari, semua kekacauan akan dibereskan.”

Tante menelan ludah, mulutnya kembali tertutup.

“Kalian,” Aku menunjuk empat perawat yang masih gentar melihat stick golf yang kupegang, “Bantu aku berpura-pura seperti situasi darurat. Berteriak-teriak, suruh menyingkir polisi yang berjaga di ruang tengah. Dan kau, Dok, pimpin rombongan paling depan, bertingkahlah seperti dokter yang galak dalam situasi darurat. Kau paham?”

Dokter di hadapanku menelan ludah, aku mengacungkan stick golf tinggi-tinggi.

“Ram, kau tetap tinggal di sini, pastikan kau mengurus Tante. Kalian tahan polisi selama kalian bisa, berbual, karang alasan, bilang Om Liem tiba-tiba sakit perut, ada di toilet, atau bilang Om Liem memanjat jendela, kabur ke taman belakang. Berikan kami waktu lima belas menit menuju bandara, Ram. Pastikan kau membangunkan salah-satu staf perusahaan untuk menyiapkan tiket, paspor dan dokumen perjalanan kami. Segera menyusul ke bandara. Ada penerbangan ke Frankurt, transit di Dubai pukul 3 dini hari, 45 menit lagi. Kita lakukan ini demi Om Liem, orang yang telah membantu banyak kalian selama ini.” Aku mendesis, menatap tajam semua orang dalam kamar.

Mereka balas menatapku tegang. Mereka sepertinya sudah sempurna paham apa yang akan terjadi.

Aku menatap pintu kamar lamat-lamat, lima detik berlalu, menghela nafas, mendesis, “Sekarang atau tidak sama sekali. Semuanya ikut aku!”

Aku mendorong pintu kamar, mulai berteriak-teriak panik.

Dokter yang sedetik terlihat ragu, juga ikut berseru-seru, menyuruh semua orang yang berdiri di ruang tengah menyingkir. Ranjang darurat didorong dengan kecepatan tinggi oleh dua perawat, dua lainnya menyibak siapa saja, membuat petugas polisi rebah jimpah reflek memberikan jalan.

Jangan biarkan, bahkan sedetik sekalipun, jangan biarkan mereka tahu adalah Om Liem yang terbaring di atas ranjang, atau semua rencanaku akan gagal total.

Milan Forever,
Reply With Quote