View Single Post
Old 14th November 2017, 19:39
#3  
ari2002
Groupie Member
ari2002 is offline

ari2002's Avatar

Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
ari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legendari2002 Super Legend

Default

Manfaat reklamasi :

Quote:
Mengeruk Pasir dari Kabupaten Serang demi Pulau Buatan

Pantai Lontar di Kabupaten Serang, Banten, terkena imbas kerusakan ekosistem laut akibat proyek reklamasi Teluk Jakarta. Dari April hingga Mei 2016 lalu, dalam waktu tiga hari saja, 41 tinting atau piece jaring nelayan rusak dihantam dua kapal Belanda, Queen of Netherland dan Vox Maxima.

“10 tinting itu sepuluh biji, sepuluh jaring. Kalau diuangkan 10 tinting ini hampir Rp15 jutaan atau Rp20 jutaan,” ungkap Marsad, pengurus TPI Lontar. Satu tinting jaring biasanya sepanjang 30 meter.

Dua kapal Belanda itu milik Van Oord dan Boskalis. Berdasarkan kajian dari peneliti Belanda, yang terbit pada April 2017, dua perusahaan Belanda itu disubkontrakkan untuk desain dan konstruksi Pulau C, D, G, dan N di Teluk Jakarta.

Dari catatan riset tersebut, Boskalis sangat berhati-hati dalam menjalin kerja sama untuk proyek reklamasi. Pada April 2015, perusahaan itu menerima asuransi kredit ekspor dari Atradius Dutch State Business (Atradius DSB) sebesar 209,4 juta Euro. Hal itu mencakup risiko keuangan jika perusahaan Indonesia tak melakukan pembayaran.

Astradius DSB merupakan Badan Kredit Ekspor Belanda, anak perusahaan pembiayaan swasta dari Spanyol, Atradius Group, yang hanya beroperasi sebagai agen bagi pemerintah Belanda dan di bawah tanggung jawab Kementerian Keuangan Belanda.

Di kawasan pantai Desa Lontar, ada empat perusahaan penambang pasir, termasuk PT Jetstar, PT Samudera Banten Jaya, PT Gora Gahana, dan PT Moga Cemerlang Abadi. Kegiatan pengerukan pasir sempat dihentikan pada 2013 lantaran demonstrasi nelayan. Namun, kegiatan keruk itu dimulai lagi sejak pemerintah memberi lampu hijau proyek reklamasi Teluk Jakarta.

Sebelum dikeruk untuk reklamasi, pada Juni 2014, Balai Penelitian Sumberdaya Pesisir dan Kerentanan Departemen Kelautan dan Perikanan melakukan penelitian. Hasilnya, perkampungan Lontar mengalami masalah lingkungan.

Beberapa di antaranya erosi pantai, air pantai menjadi sangat keruh, dan kehidupan biota laut menghilang. Penelitian ini menemukan bahwa ladang budidaya perairan telah beralih menjadi tambang pasir.

“Penambangan pasir di wilayah laut itu ibarat momok yang membawa kerusakan alam dan ekonomi. Kebijakan lebih pada kepentingan asing daripada kebutuhan rakyatnya,” keluh Marsad.


Penelitian Djumadi Parluhutan untuk studi pascasarjana di Institut Pertanian Bogor juga menyebutkan areal penyedotan pasir laut oleh PT Jetstar telah mencaplok areal tangkapan nelayan.

Edi, kepala seksi Pemerintahan Desa Lontar, mengakui hal itu. Menurutnya, aktivitas kapal pengeruk pasir laut telah mengganggu wilayah tangkap nelayan dan petani budidaya rumput laut.

“Pendapatan nelayan menurun. Yang ditambang itu areal nelayan untuk mencari ikan,” terangnya.


Ia berkata, sejauh ini, perusahaan pengeruk pasir laut itu tak bertanggung jawab untuk melakukan pemulihan areal tambang atau biaya kegiatan desa. Namun, ia mengakui, PT Jetstar membagi dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) kepada warga Desa Lontar.


Pada 2014 hingga 2015, dana CSR PT Jetstar dikelola pemerintahan Desa Lontar. Para pengurus RT dan RW dilibatkan untuk membagi uang bulanan sekitar Rp300 ribu setiap kepala keluarga di desa itu. Namun, menjelang proyek reklamasi Teluk Jakarta dieksekusi, pengelola CSR PT Jetstar diubah, termasuk kepada sebuah koperasi yang dikelola oleh aparat keamanan Indonesia.

Menurut Edi, koperasi itu tak membagi rata besaran dana yang diberikan kepada warga. Selain itu, pengelolaannya pun tidak transparan.

Menurut Julani, sekretaris Pemerintahan Desa lontar, bila tak ingin ada penambangan pasir di desanya, harus dihentikan dulu reklamasi Teluk Jakarta.

“Saya capek," keluhnya. "Kewenangan tidak ada, tapi kalau ada masalah, kami yang kena."

Reply With Quote