View Single Post
Old 22nd May 2018, 04:28
#20  
n3g4r4w4n
Registered Member
n3g4r4w4n is offline

Join Date: Jun 2015
Posts: 4
n3g4r4w4n is a new comer

Default

Quote:
Originally Posted by keribo_kebo View Post
begini jadi inget kejadian yang menimpa salah satu kel. Saya.

Kejadian tahun 2000an awal di jambi, mobil yg di kendarai bapak saya remnya blong nabrak manula sampai tewas.

Akhirnya si supir di proses, tapi tetep tanggung jawab materil di penuhi sesuai permintaan keluarga korban dan tentunya sesuai sama keuangan bapak saya waktu itu. Karna koopertif dan mau tanggung jawab plus minta maaf akhirnya tuntas.

Tapi tetep mantan karyawan dipenjara seinget gue ada 1 tahun.

Sama toh kayak rasyid yg tanggung jawab keluargnya, dan kooperatif. Gak usahlah pake bilang karma karma segala.

Siapa sih yg mau kecelakaan sampe ada korban, gak ada.
Yg bilang karma situ tau gimana emang yg bawa mobil nebus kesalahannya? Pake bilang karma pula duh mulutnye mau gue selepet

Kalo ternyata abis selesai sama pihak kepolisian yg bikin salah nebus dosa dosanya pake nazar ini itu, sedekah ke yatim dll.

Mau ngemeng ape lu pada?
Saya gak akan bahas ini karma atau bukan. Buat saya, itu di luar kapasitas saya sebagai manusia.
Kita bahas kasusnya aja.
Ga ada yang mau kecelakaan. That's true. Makanya namanya kecelakaan. Tidak ada mens rea, yang ada culpa atau kelalaian. Tapi anda lupa bahwa dalam hukum pidana dilarang menggunakan analogi. Setiap perkara mempunyai nilai tersendiri bagi hakim. Setiap kasus juga punya "kepentingan" masing-masing. Jadi kasus lain tidak ada relevansinya dibahas di kasus Rasyid Rajasa (RR).
Kasus RR merupakan kasus yang unik, karena Hakim menerapkan Restorative Justice (RJ) untuk terdakwa. Apakah itu sah demi hukum? Sah-sah saja sebenarnya. Hanya saja Hakim tidak patut menerapkan putusan itu. Mengapa? Karena filosofi RJ bertujuan untuk memulihkan kerugian korban dan memperbaiki "jaring" masyarakat yang rusak karena suatu kejahatan. Berdasarkan filosofi tersebut, maka penerapan RJ mutlak memerlukan pemulihan kerugian korban. Dan faktanya kerugian korban adalah nyawa. Lalu bagaimana itu bisa dipulihkan? Disinilah ketidakpatutan penerapan RJ.
Lalu bagaimana dengan fakta persidangan? Bukankah ada selang waktu dari jam 01.00 WIB s.d. jam 05.00 WIB yang tidak ditanyakan oleh hakim???

Disadari atau tidak oleh kaum awam, patut diakui bahwa dalam kasus ini ada intervensi politik di dalamnya. Itu wajar, karena namanya bapak pasti tidak ingin anaknya menderita nestapa. Tapi hukum tidak bisa disandingkan dengan "perasaan" bapak nya RR. Tujuan Hukum adalah kepastian, keadilan dan kemanfaatan.
Semua punya persepsi, anda pun pasti punya persepsi. Tapi uraian ini adalah persepsi saya
Reply With Quote