|
|
11th August 2018, 08:37
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Dampak Terjungkalnya Rupiah, Perusahaan Mulai Kelimpungan, Utang Membengkak
Quote:
Dampak Terjungkalnya Rupiah, Perusahaan Mulai Kelimpungan, Utang Membengkak
SERAMBINEWS.COM - Gejolak rupiah dengan tren melemah ternyata bukan sebentar lalu menguat kembali.
Rupiah masih melemah dan penantian menguat segera, sepertinya masih sulit untuk menjauh dari kisaran Rp 14.000.
Karena sentimen eksternal terus mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Perang dagang antara Amerika Serikat melawan China dan akan menyeret Uni Eropa, menjadi petaka seluruh pelosok negeri, tak terkecuali Indonesia.
Meskipun AS belum resmi menabuh genderang perang dagang dengan Indonesia, sepak terjang Presiden AS Donald Trump sudah bikin susah pengusaha.
Kondisi perekonomian dunia saat ini seperti pepatah gajah bertarung melawan gajah, pelanduk mati di tengah.
Bagaimana tidak, akibat ulah Trump, dollar AS menguat tak terkira, dan sebaliknya rupiah terjungkal merana. Rupiah saat ini terus terpuruk di dasar Rp 14.000 sejak pertengahan Juni 2018.
Menguatnya dollar AS jelas merepotkan pengusaha yang punya kewajiban dollar AS.
Maklum saat ini sebagian besar perusahaan Indonesia mengandalkan impor bahan baku dari luar yang musti dibayar pakai dolar. Tak hanya itu pendanaan untuk investasi maupun modal kerja sebagian juga berasal dari lembaga keuangan asing.
Tak ayal pengusaha musti menyiapkan dollar saban bulan untuk menutupi kewajiban. Nah sayangnya, sebagian besar penghasilan mereka, didapat dengan mata uang rupiah.
Dalam catatan Statistik Utang Publik di Bank Indonesia, tercatat total utang valuta asing atawa Valas perusahaan Badan Usaha milik Negara (BUMN) non lembaga keuangan per akhir Maret 2018 mencapai US$ 27.717 juta atau setara dengan Rp 369,26 triliun dengan perhitungan kurs saat itu Rp 13.756/dollar AS.
Sementara posisi utang valas lembaga keuangan publik secara bruto mencapai pada periode yang sama mencapai US$ 43.577 juta, setara Rp 554,79 triliun (kurs Rp 13.756).
Ya, utang valas korporasi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir memang melonjak tajam. Salah satunya dari BUMN yang mendapatkan tugas pemerintah untuk membangun proyek infrastruktur.
Misalnya PT PLN yang mendapat beban merealisasikan janji proyek setrum 35.000 megawatt. PLN Dalam paparan manajemen PLN, per September 2017 lalu total utang valas PLN mencapai US$ 22,092 miliar atau 64% dari total utang mereka. Sedangkan rupiahnya mencapai Rp 298,06 triliun.
“Suka tidak suka, ini jadi beban buat kami karena sebagian pembayaran kami memakai dollar AS,” kata Sofyan Basir, Direktur Utama PT PLN. Ia pun berharap gejolak nilai tukar ini tidak berlangsung lama.
Menurut Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto melemahnya rupiah membuat biaya pembelian atau impor komponen pembangkit listrik. Beruntung, beberapa waktu lalu PLN sudah melakukan lindung nilai senilai US$ 30 juta di tiga bank.
Selain PT PLN, perusahaan berbiaya dolar tapi mayoritas penghasilan dalam rupiah seperti PT Garuda Indonesia Tbk juga kelimpungan dengan kondisi ini.
Helmi Imam Satriyono, Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk menyebut, saat ini sekitar 75%–80% pendapatan Garuda dalam bentuk rupiah.
Padahal biaya operasional seperti pembelian bahan bakar avtur, pembelian suku cadang, perawatan pesawat dan ongkos-ongkos lain mayoritas menggunakan dolar.
Selain biaya operasional Garuda juga memiliki kewajiban membayar cicilan maupun sewa pesawat kepada pihak lessor memakai dolar AS.
Jumlahnya sekitar 25% dari total beban operasional perusahaan bulanan. Mengutip laporan keuangan perusahaan pada akhir Maret 2018 posisi utang ke pihak lessor telah mencapai US$ 77,27 juta.
Hanya saja Helmi merasa Garuda masih beruntung lantaran telah menerapkan kebijakan lindung nilai atau hedging. Helmi menyebut porsi hedging valas Garuda sekitar 30% dari total kebutuhan dollar. “Ini cukup efektif,” terangnya.
Revisi nilai proyek
Perusahaan yang harus berurusan dengan valas lantaran butuh beberapa bahan baku impor untuk pekerjaan di proyek mereka adalah perusahaan konstruksi.
Sebagian dari mereka bakal kesulitan lantaran tak bisa serta merta langsung mengubah kontrak secara sepihak lantaran harga barang sudah berubah akibat rupiah loyo.
Menurut Direktur Keuangan PT PP Agus Purbianto, untuk proyek-proyek konstruksi yang sifatnya single year, biasanya kenaikan harga material yang sudah diantisipasi sekitar 2% hingga 3%.
Artinya kalau ada lonjakan harga di atas 3% bisa jadi bakal menyebabkan berkurangnya keuntungan di satu proyek tersebut.
Namun, beda dengan proyek yang sifatnya multi years. Biasanya kontraktor dan pemilik proyek telah bersepakat untuk melakukan penyesuaian harga atawa price adjustment.
Nah pada saat itulah manajemen PTPP akan melakukan renegosiasi ulang agar tetap bisa menjaga margin yang mereka targetkan di proyek tersebut.
Dampak lain dari melemahnya rupiah adalah membengkaknya rasio utang perusahaan. Terutama perusahaan yang punya utang valas, tapi menyampaikan laporan keuangan dalam mata uang rupiah
Agus Purbianto menyebut, di PT PP saat ini porsi utang valasnya sangat kecil sehingga tak perlu memberikan perlakuan khusus seperti hedging.
Menurut Agus, nilai utang valas sekitar US$ 3 juta, imbang dengan aset valas yang dimiliki PTPP yakni sebesar US$ 3,2 juta
Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan juga menyatakan hal senada. Ia menyebut kewajiban valas emiten berkode saham WSKT di bursa efek Indonesia ini masih kurang dari 5%.
Kalaupun pelemahan rupiah terus berlanjut dan mempengaruhi harga bahan baku, kemungkinan WSKT baru akan merasakan dampaknya.
“Untuk utang jangka pendek rata-rata kami roll over, jadi enggak besar,” terangnya.
Yang justru menjadi kekhawatiran pelaku usaha adalah dampak dari kebijakan yang diambil oleh otoritas moneter untuk meredam pelemahan rupiah yakni menaikkan suku bunga acuan.
Seperti kita tahu, Bank Indonesia sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 1% dalam dua bulan terakhir, dari 4,25% menjadi 5,25%.
Pengusaha khawatir kondisi ini segera diikuti oleh perbankan nasional dengan menaikkan suku bunga pinjaman mereka. Padahal bisnis konstruksi sangat sensitif dengan kenaikan suku bunga kredit.
Maklum sebagian besar proyek yang digarap oleh perusahaan konstruksi adalah proyek properti seperti apartemen maupun perumahan. Nah, pengembang properti ini bisa jualan dengan lancar saat suku bunga kredit murah.
“Suku bunga tinggi itu yang berdampak pada kami,” ujar Agus. Karena itu PT PP merasa perlu untuk menata kembali aksi korporasi mereka.
Waskita Karya juga mengkhawatirkan hal yang sama. Sebab selama ini mereka banyak mengandalkan pinjaman bank untuk mendanai proyek.
Untuk itu wajar bila perusahan pelat merah tersebut berharap keputusan Bank Sentral tidak akan mempengaruhi suku bunga kredit. “Kalau naik, kan fasilitas kredit kami cukup besar,” beber Haris.
Mengurangi utang
Menurut pengamatan ekonom Indef Bhima Yudhistira, dalam himpitan rupiah melemah, suku bunga naik, bahan material naik membuat banyak korporasi yang tidak banyak pilihan.
Mereka harus memperlambat pertumbuhan utang luar negeri. “Kamis (5/7) saya cek utang luar negeri swasta dari Januari sampai April berkurang US$ 1,1 miliar. Jadi sudah terlihat tanda-tanda mereka mulai mengerem untuk mendapatkan utang yang baru,” katanya.
Untuk utang yang akan jatuh tempo, mau tidak mau mereka harus melakukan refinancing. Untuk spesifikasi utang luar negeri korporasi BUMN, dampak langsungnya pasti akan terasa pada cashflow.
“BUMN Karya kan cashflow-nya cukup berdarah-darah. Bahkan ada yang negatif. Kondisi itu akan memburuk bahkan sampai 2019,” katanya.
Apalagi mereka sudah melakukan proyeknya setengah jalan, mau tidak mau tidak akan mungkin distop. Karenanya, mereka harus menambah utang atau pinjaman baru.
Sementara itu, sebagai antisipasi kenaikan suku bunga, PT PP akan segera melakukan penagihan-penagihan piutang mereka agar menjadi tunai.
Sementara Garuda Indonesia saat ini pilih menahan diri untuk menerbitkan utang baru. Garuda berencana menerbitkan surat utang berdenominasi dollar AS sebesar US$ 750 juta di bursa Singapura. “Kami masih wait and see,” kata Helmi.
Sedianya dana hasil penerbitan obligasi akan dipergunakan untuk melunasi obligasi rupiah yang jatuh tempo tahun ini.
Obligasi Berkelanjutan I Garuda Indonesia Tahap I Tahun 2013 yang diterbitkan 1 Juli 2013 dengan nilai Rp 2 triliun tercatat jatuh tempo pada 5 Juli 2018.
Kini Garuda mengutamakan pendanaan dalam negeri, yaitu melalui penerbitan kontrak investasi kolektif (KIK) Efek Beragun Aset (EBA) .
Nilai maksimal dana yang dibidik mencapai Rp 4 triliun. Sekarang masih proses book building oleh PT Mandiri Manajemen Investasi. “Mungkin awal pekan depan sudah selesai,” imbuhnya.
Senada dengan Garuda, Waskita Karya juga mengkaji ulang rencana penerbitan obligasi Rp 3,5 triliun pada semester II.
Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk merestrukturisasi utang. “Kalau pasar seperti ini, yield obligasinya kan masih tinggi,” kata Haris.(*)
|
Masih mau 2 periode?
|
|
|
11th August 2018, 08:42
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Rupiah Anjlok, Pengusaha Mengaku Kelimpungan
SERAMBINEWS.COM - Anjloknya nilai tukar rupiah belakangan ini ternyata mulai dirasakan para pengusaha.
Mereka berharap kondisi ini tak terlalu lama dan rupiah bisa kembali menguat terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (GAPMMI) Adhi S Lukman menyatakan depresiasi rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang terjadi sejak awal tahun hingga sekarang membuat banyak anggotanya kelimpungan.
Pasalnya, para pelaku industri makanan dan minuman tersebut hanya memprediksi batas level kurs rupiah terhadap dollar AS di angka Rp 13.600 hingga Rp 14.000.
"Kita sebenarnya ingin stabil. Tapi kalau tahun ini terlanjur mengikuti APBN patokannya 13.600. Tapi, biasanya industri ada toleransinya 14.000. Tapi, ternyata 14.000 sudah melewati, ancamannya masih terjadi. Makanya saya katakan industri ini lagi hitung-hitungan," ujar Adhi, Sabtu (7/7/2018).
Pelemahan rupiah hingga Rp 14.400 per dollar AS memaksa para pengusaha industri makanan dan minuman memutar otak untuk mempertahankan bisnisnya.
Salah satunya, dengan menaikkan harga jual.
Selain untuk bertahan, imbuh Adhi, langkah tersebut juga ditempuh guna menutupi hasil keuntungan dari penjualan atau margin.
"Saya perkirakan pengaruhnya terhadap bahan pokok sekitar 3 sampai 6 persen, tergantung industrinya, jenis bahan kategori pangannya apa. Semakin besar ketergantungan impornya semakin tinggi harga kenaikan pokok produksinya. Ini kita sedang me-review apakah perlu naik harga pokoknya atau tidak," jelas Adhi.
Adhi pun kemudian membeberkan upaya lainnya yang hendak diambil oleh para pelaku industri makanan dan minuman.
Langkah tersebut adalah dengan mengganti bahan baku, mengganti bahan kemasan, dan atau mengubah harga jual.
Namun, upaya-upaya tersebut masih dikaji oleh asosiasinya.
"Kalau kita naikkan harga agar margin-nya tidak tergerus, apakah pasar kuat, apakah daya beli mendukung, dan ini lagi hitung-hitungan. Masing-masing bisnis sedang mempertimbangkan itu," imbuhnya.
Meski demikian, Adhi menegaskan belum ada pelaku industri makanan dan minuman yang mengalami kebangkrutan akibat kondisi rupiah yang tak stabil saat ini.
"Definisi terganggu dengan kenaikan harga pokok itu jelas terganggu. Tapi, saya belum mendengar ada industri yang berhenti atau stuck karena pelemahan rupiah ini," ujar dia.(*)
|
Akibat bapak makan hoax Jokowi menang rupiah menguat
|
|
|
11th August 2018, 08:44
|
|
Groupie Member
Join Date: Sep 2009
Posts: 18,583
|
ketika rejim2 yg lalu telah membuat mental bangsa ini rusak mk tdk heran jk semua unsur butuh perbaikan
revolusi mental telah berlalu, kita perlu langkah selanjutnya yaitu peningkatan kualitas keimanan
dan jika keduanya berhasil maka niscaya indonesia akan penuh berkah
dan ketika berkah mulai turun mk niscaya dollar jg akan turut merosot
|
|
|
11th August 2018, 08:47
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Jaga Rupiah, Cadangan Devisa RI Turun Lagi Jadi US$ 118,3 M
Jakarta - Cadangan devisa Indonesia kembali mengalami penurunan. Demikian disampaikan Bank Indonesia (BI) dalam keterangan resminya, Selasa (7/8/2018).
"Posisi cadangan devisa Indonesia cukup tinggi sebesar US$ 118,3 miliar pada akhir Juli 2018, meskipun lebih rendah dibandingkan dengan US$ 119,8 miliar pada akhir Juni 2018," bunyi keterangan BI.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
"Penurunan cadangan devisa pada Juli 2018 terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi," tulis BI lagi.
Ke depan, BI memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik, serta kinerja ekspor yang tetap positif.
|
7 bulan berturut-turut ... Joss gandos
|
|
|
11th August 2018, 08:49
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Originally Posted by kaldun
ketika rejim2 yg lalu telah membuat mental bangsa ini rusak mk tdk heran jk semua unsur butuh perbaikan
revolusi mental telah berlalu, kita perlu langkah selanjutnya yaitu peningkatan kualitas keimanan
dan jika keduanya berhasil maka niscaya indonesia akan penuh berkah
dan ketika berkah mulai turun mk niscaya dollar jg akan turut merosot
|
Dan hasil dari yg katanya revolusi mental selama 5 tahun adalah orang seperti ente
Menceleng buta.. tidak bisa bedakan mimpi dan fakta
|
|
|
11th August 2018, 08:50
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Situasi terakhir
Quote:
KURS RUPIAH 10 AGUSTUS: Spot Ditutup Melemah 62 poin
|
|
|
|
11th August 2018, 08:53
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Rupiah Melemah, Luhut: Biasa, tak Apa-Apa, tak Masalah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menilai pelemahan rupiah tidak perlu dikhawatirkan. Pasalnya, secara fundamental, ekonomi Indonesia masih baik.
"Rupiah biasa, tidak apa-apa, tidak masalah. Fundamental ekonomi kita, inflasi bagus," katanya di Kemenko Kemaritiman Jakarta, Jumat (20/7). Meski begitu Luhut mengakui negara mengalami defisit transaksi berjalan. Ia meyakini pelaksanaan mandatori biodiesel B20 akan mampu mendongkrak penerimaan negara.
Neraca transaksi berjalan Indonesia yang terus mengalami defisit diyakini menjadi faktor domestik yang selama ini membuat nilai tukar rupiah terus tergerus, selain karena tekanan ekonomi eksternal.
"Tapi tadi dengan kita mau menggunakan B20/ kita hitung penerimaan hampir 4 miliar dolar AS dalam dua tahun ke depan. Tahun ini kalau digunakan 500 ribu ton biodiesel saja saya kira sudah hampir 1 miliar dolar AS. Jadi defisit current account (transaksi berjalan) kita bisa jadi baik juga," tuturnya.
Kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dolar Rate yang diumumkan Bank Indonesia, Jumat ini, menunjukkan rupiah diperdagangkan di Rp14.520 per dolar AS. Angka itu melemah 102 poin dibanding acuan Kamis (19/7) yang sebesar Rp.14.418 per dolar AS. "Overall (secara keseluruhan) saya kira tidak ada yang harus dikhawatirkan," jelas Luhut.
Pada pembukaan perdagangan Jumat ini, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank juga melemah 35 poin menjadi Rp 14.477 dibanding posisi sebelumnya Rp14.442 per dolar AS.
Analis senior CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan pergerakan rupiah masih melemah seiring imbas kenaikan dolar AS yang masih merespons pidato Gubernur Bank Sentral AS (The Federal Reserve) Jerome Powell akan optimismenya terhadap pertumbuhan ekonomi AS yang stabil. Optimisme Powell menyiratkan potensi kenaikan suku bunga The Federal Reserve sebanyak dua kali lagi di sisa tahun, setelah kenaikan dua kali pada semester I 2018.
"Meskipun di sisi lain Powell tidak menyampaikan secara detil kebijakan moneter The Fed ke depannya," ujar dia.
|
Real king bersabda
|
|
|
11th August 2018, 08:56
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Defisit Neraca Pembayaran RI Naik Jadi US$ 4,3 Miliar
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatatkan defisit neraca pembayaran Indonesia (NPI) kuartal II-2018 sebesar US$ 4,3 miliar. Sebelumnya defisit NPI sebesar US$ 3,9 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik Yati Kurniati menjelaskan angka defisit tersebut mempengaruhi posisi cadangan devisa (cadev) akhir Juni 2018 sebesar US$ 119,8 miliar.
"Ke depan, kinerja NPI diperkirakan masih tetap baik dan dapat menopang ketahanan sektor eksternal," kata Yati dalam konferensi pers, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Dalam hal ini, Yati menyampaikan sejumlah langkah telah ditempuh pemerintah melalui kebijakan memperkuat ekspor dan mengendalikan impor melalui peningkatan import substitution.
Pemerintah juga terus memperkuat sektor pariwisata, terutama di empat daerah wisata prioritas untuk mendukung neraca transaksi berjalan.
"BI terus mencermati perkembangan global yang dapat mempengaruhi prospek NPI, antara lain ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi, kecenderungan penerapan inward-oriented trade policy di sejumlah negara, dan kenaikan harga minyak dunia," ujar dia.
Kemudian BI juga terus memperkuat bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, serta memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah dalam mendorong kelanjutan reformasi struktural
|
Pelemahan akan terus berlanjut
|
|
|
11th August 2018, 08:57
|
|
Groupie Member
Join Date: Sep 2009
Posts: 18,583
|
Quote:
Originally Posted by ari2002
Dan hasil dari yg katanya revolusi mental selama 5 tahun adalah orang seperti ente
Menceleng buta.. tidak bisa bedakan mimpi dan fakta
|
partai pdip yg dulu konon partai preman kini mengusung ulama
ini seperti dejavu ketika nenek moyang menyembah pohon lalu masuk para wali
semuanya bs jd merupakan pertanda rik
|
|
|
11th August 2018, 09:00
|
|
Groupie Member
Join Date: Feb 2011
Posts: 23,110
|
Quote:
Kemendag: Neraca Perdagangan pada Juli Masih Defisit
JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan menyebut neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2018 kembali mengalami defisit.
Menurut Oke, neraca perdagangan kembali defisit disebabkan oleh kinerja ekspor Indonesia yang masih lambat di bandingkan impornya.
"Juli defisit lagi. Ini yang melatarbelakangi kenapa dikumpulkan bapak ibu di Bea Cukai. Kenapa defisit melulu, bapak ibu kemana aja, apa masalahnya ekspornya kedodoran sama impor?" ujar Oke dalam sambutannya di acara Gathering Eksportir di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Oke menambahkan, kinerja perdagangan RI kurang menggairahkan. Selama 2018 neraca perdagangan RI defisit sebanyak empat kali, yakni di Januari, Februari, April dan Mei.
"Kinerja perdagangan kita kurang menggairahkan, atau tidak menggairahkan. Januari kita defisit. Dari 6 bulan pertama, 4 bulan itu defisit, Januari defisit, Februari defisit, Maret surplus, April defisit, Mei defisit, Juni surplus," ucap dia.
Oke menjelaskan, ekspor Indonesia didominasi oleh sektor non migas sebanyak 91 persen. Sektor yang mengalami peningkatan adalah sektor industri pengolahan dan pertambangan, sedangkan sektor pertanian mengalami penurunan.
Oke menuturkan, Kemendag akan berupaya mengendalikan impor untuk meningkatkan kinerja ekspor.
"Jadi harus segera kita dorong industri orientasi ekspor dan geser produk primer ke bernilai tambah tinggi melalui produk manufaktue atau olahan. Jadi jangan bahan baku primer terus yang diekspor," kata Oke.
|
Masih mau terperosok di lobang yg sama?
|
|
|
detikNews
........
|