HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Senin, 2024/04/24 11:43 WIB
Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia Dalam Usia 96 Tahun
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
-
Senin, 2024/04/24 12:17 WIB
25 Makam Nabi dan Rasul Allah SWT
-
Kamis, 2024/04/21 10:11 WIB
Cak Imin Balas Wasekjen PBNU soal Bela Gus Ipul: Nggak Nanggepi Pengangguran
-
Sabtu, 2024/04/23 14:49 WIB
PAN Siapkan Eko Patrio-Zita Anjani Pilkada Jakarta, Desy Ratnasari di Jabar
|
Thread Tools |
22nd December 2018, 09:59 |
#281
|
|
Mania Member
|
Quote:
Ini garis-besarnya... Data dari FDR, penerbangan Denpasar - Jakarta [edited] Disitu kelihatan PF [Person Flying, bisa Pilot bisa Co-pilot] melakukan perlawanan "manual trim-up" ketika MCAS beraksi melakukan "trim-down". Para Pilot, seperti yang nantinya tertulis dalam log penerbangan JT043, menyangka itu STS yang lagi berkelakuan "aneh" karena men-trim hidung pesawat ke bawah. Kelakuan aneh oleh STS secara terus menerus ini mereka anggap sebagai "runaway stab trim", maka mereka putuskan untuk mengikuti prosedur untuk itu hingga melakukan "stab trim cut-out". Disitu juga kelihatan, "stick shaker" ter aktivasi sesaat sesudah take-off dan terus aktif selama penerbangan. Hal anomali ini TIDAK ditulis oleh CAPT maupun FO dalam log mereka. Ini adalah hal penting yang seharusnya para pilot laporkan ke darat [ke pihak manajemen ataupun mekanik, dll]. Pilot pada penerbangan Denpasar - Jakarta tersebut, yang mengalami persoalan: IAS unreliable dan ALT disagree, menulis dalam log penerbangan JT043: ========CAPT LOG JT043========== A: PK LQP, B737 Max 8D: 28.10.2018 O: Airspeed unreliable and alt disagree shown after take off. STS was also running to the wrong direction, suspected because of speed difference. Identified that CAPT instrument was unreliable and handover control to FO. Continue NNC of Airspeed Unreliable and ALT disagree. Decide to continue flying to CGK at FL280, landed safely rwy 25L R: DPS CGK LNI 043 E: AFML R: Capt William Martinus / 133031, FO M Fulki Naufan / 144291 ================= Mereka juga melaporkan sebuah fenomena "aneh", yaitu "STS was also running to the wrong direction". Sebenarnya yang mereka alami bukan sistem STS [Speed Trimming System] akan tetapi MCAS yang memang kelakuannya adalah kebalikan dari STS. STS menaikkan hidung pesawat keatas sedangkan MCAS menukikkan moncong pesawat kebawah. Para pilot ini menganggap ini aneh karena merek TIDAK MENGETAHUI keberadaan sistem MCAS pada pesawat Max-8. Tetapi satu hal penting, terjadinya "stick-shaker", yang menandai peringatan "stall", sama sekali tidak dilaporkan oleh para pilot baik dalam log mereka maupun ke pada para mekanik di darat. Mengapa kita mengetahui ini terjadi?? Karena data dari FDR memastikan bahwa "stick shaker" terus bergetar selama penerbangan JT-043 tersebut. Mengapa para pilot tidak melaporkan ini, itu adalah hal yang harus terjawab dalam laporan akhir KNKT untuk kecelakaan ini. Setibanya di Jakarta, berdasarkan laporan para pilot dan "log" mereka maka dilakukanlah perbaikan sesuai dengan gejala-gejala yang dialami. Berikut ini adalah work order untuk mekanik pesawat dan hal-hal yang telah dikerjakan oleh para mekanik. Terlihat disitu menurut para mekanik maupun managemen di darat, pesawat Lion Air PK -LQP sudah diperbaiki, dan hal-hal yang mereka perbaiki sudah di tes semua, dan menurut hasil tes-tes tersebut semua sudah OK. Karena hasil-hasil perbaikan sudah OK maka pesawat menjadi "air-worthy" atau layak terbang untuk penerbangan selanjutnya. Ini cuplikan dari laporan preliminary KNKT yang bersangkutan dengan hal diatas... Intinya adalah, setelah para mekanik memperbaiki hal-hal yang menurut pilot JT-043 merupakan problem dalam penerbangan Denpasar - Jakarta, dan hasil tes diagnostik dari perbaikan-perbaikan yang mereka lakukan sudah OK, maka pesawat PK-LQP dinyatakan "air-worthy" - layak terbang sesuai dengan SOP mereka. Dari laporan yang ada, walaupun pesawat yang telah diperbaiki dan hasil diagnostik dari perbaikannya-perbaikannya telah OK, ternyata pesawat tersebut masih mengalami persoalan yang kurang lebih sama ketika terbang dari Jakarta ke Pangkal Pinang. Timbul banyak pertanyaan: 1. Mengapa pilot JT-043 tidak melaporkan keadaan "stick-shaker" pada log mereka maupun kepada para mekanik. 2. "Stick Shaker", penanda pesawat akan/sedang mengalami keadaan stall, yang tidak dilaporkan oleh pilot JT-043 menandakan ada yang tidak beres pada sistem pengendalian. Karena, para pilot, paling tidak untuk yang penerbangan JT-043, tidak melihat pesawat dalam keadaan stall tapi toh "stick shaker" terus bergetar, jadi sepertinya ada sesuatu permasalahan dalam sistem kendali. 3. Mengapa persoalan malah memburuk?? Pada penerbangan JT-043, instrumen milik pilot dinyatakan tidak reliable, tetapi instrumen co-pilot masih reliable dan bisa dipakai sepanjang pnerbangan. Sedangkan pada penerbangan naas JT-610, SEMUA instrumen, termasuk instrumen pengontrol, malah tidak ada satupun yang bisa dipakai karena semuanya menunjukkan angka-angka yang berbeda. 4. Apakah sensor AOA yang diganti di Denpasar itu betul-betul rusak ataukah sebenarnya bagian lain dari sensor/sistem kendali yang rusak, mungkin malah ADIRU nya yang rusak? 5. Walaupun secara diagnostik maupun maintenance "layak terbang", tetapi Lion Air PK-LQP berkali-kali mengalami persoalan dalam sensor/sistem kendalinya dalam berbagai penerbangan, bukankah sebaiknya pesawatnya dikandangkan dulu saja untuk diperiksa lebih mendalam?? 6. Seorang mekanik pesawat Lion Air ikut terbang dalam penerbangan ini. Umumnya fungsi dari membawa mekanik dalam sebuah penerbangan, terutama di Indonesia, adalah dikarenakan pada airport-airport kecil ataupun yang terpencil biasanya sebagian maskapai penerbangan tidak memiliki fasilitas perbaikan pesawat. Sehingga biasanya mereka ikut menerbangkan mekanik mereka ke airport-airport tersebut untuk memastikan/mengantisipasi jika pesawat mereka mengalami kerusakan/persoalan jenis "deferred maintenance" maka mekanik tersebut bisa memberikan clearance sehingga pesawat masih diperbolehkan terbang. Tapi timbul pertanyaan, mengapa Lion air menyertakan mekanik nya di penerbangan ini? 7. Apa yang terjadi pada detik-detik terakhir ketika pesawat PK-LQP mengalami fluktuasi data yang ekstrem?? 8. Sistem kendali Boeing MCAS [dan STS] ternyata tetap aktif walaupun penerbangan dilakukan secara manual, dan ini tidak dijelaskan dalam buku manual pilot, dan tendensi dari MCAS ini sendiri berlawanan dengan sistem-sistem kendali yang diketahui oleh para pilot pada saat itu. Dan pada penerbangan naas ini, sistem MCAS menjadi salah satu kontributor dari penyebab pesawat Lion Air PK-LQP kehilangan kendali. 9. Dan seterusnya... Laporan akhir KNKT akan memakan waktu lama untuk diselesaikan, dan semoga CVR Lion Air PK-LQP yang sekarang sedang dicari oleh MPV Everest bisa segera ditemukan. Dari CVR akan kelihatan banyak hal, seperti CRM [Cockpit Resource Management], komentar maupun reaksi para pilot sewaktu mengalami maupun mencoba mengatasi hal-hal yang timbul dalam penerbangan ini dan lain-lain. Sehingga hasil penyelidikan akan menjadi lebih komprehensif dan akurat. |
|
Last edited by theflyingblade; 22nd December 2018 at 10:07.. |
22nd December 2018, 20:39 |
#282
|
|
Mania Member
|
Quote:
Sangat menarik ya hal sepenting "stick shaker" itu tidak disampaikan. Jadi ingat kejadian Piper Alpha, sebuah platform offshore yang meledak karena perusahaan tidak berhasil menanamkan kultur safety yang baik. |
|
22nd December 2018, 23:11 |
#283
|
|
Mania Member
|
Quote:
Para pilot memang kesal kalau mereka terpaksa terbang dengan indikator-indikator yang tidak reliable, apalagi pilot-pilot JT-043 ini harus terbang secara manual selama hampir 2 jam penuh dengan suara getaran "stick shaker" yang lumayan berisik sebelum mereka bisa mendarat dengan selamat di Jakarta. Anehnya, malah hal yang ini juga yang tidak mereka laporkan ketika mereka mendarat...?? Kalau mereka melaporkan ini, dapat dipastikan mekanik pasti akan memeriksa dan mendiagnosa penyebab "stick shaker" bisa terus menyala sepanjang penerbangan DPS-CGK. Biasanya kecelakaan pesawat disebabkan oleh beberapa faktor kesalahan/negatif yang secara bersamaan bisa bergabung menjadi sesuatu yang membahayakan, atau sering dinamakan sebagai kecelakaan model keju swiss. Sepertinya inilah yang terjadi pada penerbangan JT-610 pagi itu. |
|
5th January 2019, 22:23 |
#284
|
Mania Member
|
To end...or not to end...
JANUARY 3, 2019 Lion Air ends search for black box, Indonesian investigators plan own probe Lion Air has ended its search for the cockpit voice recorder (CVR) from its Boeing 737 MAX jet that crashed into the Java Sea in October, but Indonesian investigators said they plan to launch their own probe as soon as possible. The crash, the world's first of a Boeing Co (BA.N) 737 MAX jet and the deadliest of 2018, killed all 189 people on board. Contact with flight JT610 was lost 13 minutes after it took off on Oct. 29 from the capital Jakarta heading north to the tin-mining town of Pangkal Pinang. The main wreckage and the CVR, one of two so-called black boxes, were not recovered in an initial search. Lion Air said in December it was funding a 38 billion rupiah ($2.64 million) search using the offshore supply ship MPV Everest. The search using the ship ended on Saturday, Danang Mandala, the spokesman for Lion Air Group, told Reuters. A spokesman for the National Transportation Safety Commission (KNKT), however, said on Thursday the agency would start its own search for the black box as soon as feasible. The CVR is likely to hold vital clues that could give investigators insight into the actions of the pilots. The KNKT spokesman said negotiations with the Indonesian navy were under way to use a navy ship to relaunch the search for the second black box as soon as possible. "It might be as soon as next week. It won't be as fancy as the (Lion-subsidized) MPV Everest but will be equipped with a CVR detector and we already have a remote-operated vehicle," the commission's spokesman said. The clock is ticking in the hunt for acoustic pings from the L3 Technologies Inc CVR fitted to the jet. It has a 90-day beacon, the manufacturer's online brochure shows. A preliminary report by KNKT focused on airline maintenance and training and the response of a Boeing anti-stall system to a recently replaced sensor but did not give a cause for the crash. "While we appreciate the fact Lion Air Group brought out the MPV Everest ship, we are disappointed because there's no actual results," Anton Sahadi, a relative of a victim of the plane crash, told Reuters by a text message. "It has been a waste of money, of time and of a sophisticated ship ... for several weeks, we the families of victims were given only fake promises by Lion Air," he said, adding he was not confident in the government's efforts. The family of the Indonesian co-pilot of the flight filed a wrongful death lawsuit on Friday against Boeing in Chicago, adding to litigation piling up against the planemaker... =========== ...that is the question. - https://af.reuters.com/article/worldNews/idAFKCN1OX0B8 |
5th January 2019, 22:41 |
#285
|
|
Groupie Member
|
Quote:
Tiga hari sebelum jatuh atau sejak hari Jumat, pesawat PK-LQP selalu delay dalam enam penerbangan secara berturut-turut. Padahal, seminggu sebelumnya, proses lepas landas selalu sesuai jadwal; jika pun terlambat tak kurang dari 45 menit. Delay pertama saat PK-LQP dengan nomor penerbangan JT-776 rute Denpasar-Manado pada Jumat, 26 Oktober. Pesawat mestinya terbang pukul 09.55 malah molor nyaris 4 jam dan baru terbang menuju Manado pukul 13.35. Setelah tiba di Manado pukul 15.31, pesawat langsung ke Tianjin, Cina, dan tiba pukul 11 malam. Satu jam kemudian, pesawat kembali ke Manado dan tiba pukul 07:00 di Bandara Sam Ratulangi pada 27 Oktober. Kedatangan itu terlambat lebih dari satu jam karena mestinya tepat jam tujuh pagi pesawat harus sudah lepas landas dari Manado menuju Denpasar dengan nomor penerbangan JT 775. Setelah tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai, pesawat direncanakan kembali ke Manado dan lepas landas pukul 09.55. Tetapi, karena baru tiba pukul 10.11, otomatis delay selama 4 jam 44 menit. Pesawat baru meluncur ke Manado pukul 14.34 siang. Penyebab delay: armada PK-LQP dipakai untuk jadwal penerbangan pergi-pulang Denpasar-Lombok. Ia kembali ke Denpasar pukul 13.30; satu jam kemudian, baru melanjutkan terbang ke Manado. Esok harinya, Minggu, 28 Oktober, armada PK-LQP yang menginap di Manado kebagian penerbangan pagi ke Denpasar. Lagi-lagi delay; mestinya berangkat pukul 06:40 malah molor 1 jam 13 menit. Usai tiba di Denpasar kejanggalan terjadi: pesawat mendarat cukup lama. Tiba pukul 10:00, armada PK-LQP ini baru dijadwalkan terbang pukul 19.30. Kejadian ini menyimpang dari pola biasanya. Sejak didatangkan dari Seattle, kota terbesar di Washington, pada pertengahan Agustus lalu, pesawat mulai efektif dipakai nonstop per 18 Agustus. Sampai 29 Oktober, PK-LQP telah terbang 439 kali di bawah Lion Air. Rerata, PK-LPQ kebagian 6 kali penerbangan per hari. Apa yang terjadi di Denpasar adalah kejanggalan—atau setidaknya memancing pertanyaan—sebab sejak 18 Agustus, PK-LQP tak pernah mendapatkan jatah kurang dari 4 kali penerbangan. Ia sempat kebagian 2 kali penerbangan dalam sehari pada 24 Oktober dan 3 kali penerbangan pada 26 Oktober. Tetapi saat itu Lion Air PK-LQP kebagian jadwal pergi-pulang menuju Cina yang ditempuh lebih dari 6 jam sekali jalan. Soal ngetem lama di Bandara Ngurah Rai ini dibenarkan Direktur Utama Lion Air Edward Sirait kepada Tirto, "Di Bali memang grounded, itu diperbaiki ganti sparepart." Meski begitu, ia membantah pesawat grounded lebih dari 12 jam. Klaim ini tidak sinkron jika merujuk catatan pengelola Bandara Ngurah Rai. Sejak tiba di Denpasar pukul 10.00, pesawat Lion Air PK-LQP mestinya menuju Jakarta pukul 19.30. Tapi, faktanya, pesawat baru lepas landas pukul 22.21. Jika memang pesawat sudah di bandara sejak pagi, kenapa masih delay? Jika merujuk penerbangan lain dengan jam serupa seperti Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA-728 dan GA-7048, atau dengan Emirates EK-451 dan Lion Air JT 2611—semuanya terbang sesuai jadwal. Spekulasi berkembang bahwa pesawat ini memang bermasalah sejak tiba dari Manado. Saat dipakai dengan nomor penerbangan JT 43 tujuan Jakarta, ada gangguan teknis. Meski begitu, hal itu ditampik Edward Sirait. "Jika pesawat rusak, mustahil pesawat bisa diizinkan terbang dari Denpasar. Ketika kami menerima laporan kru pesawat, kami secepatnya membenahi," kilahnya. Klaim Edward tak sepenuhnya akurat. Ada hal tak lazim saat Lion Air PK-LQP terbang dari Denpasar menuju Jakarta. Dari data Flightradar24 terlihat proses menaikkan lambung pesawat tak stabil, malah turun dari ketinggian. Proses anjlok dari ketinggian cukup drastis: 1 menit 4 detik setelah lepas landas mencapai ketinggian 480 meter. Dalam tempo 20 detik, pesawat turun jadi 410 meter. Lalu pilot menarik tuas mesin hingga 453 km/jam dan pesawat kembali naik. Selang 2,3 menit kemudian ketinggian pesawat berkisar 1700 meter. Dan, lagi-lagi, Lion Air PK-LQP anjlok drastis. Ketinggian pesawat turun hingga 300 meter dalam tempo 25 detik. Ada beberapa kemungkinan penyebab kondisi tersebut: cuaca buruk, turbulensi, atau angin yang menghempas ke bawah (downdraft). Masalahnya, cuaca malam itu di Bandara Ngurah Rai normal, terlebih jika dibandingkan maskapai lain yang lepas landas pada jadwal sama, seperti Citilink QG 691, Singapore Airline SQ 949, atau Batik Air OD 157 (masih satu grup dengan Lion Air). Pesawat-pesawat itu menjalani proses climbing secara mulus. Konklusi sama kami bisa temukan saat membandingkan data Lion Air PK-LQP (Minggu, 28 Oktober) dengan penerbangan Lion Air rute Denpasar-Jakarta memakai jenis Boeing 737 Max 8: misalnya seperti nomor penerbangan JT 41. Saat memakai pesawat PK-LQK, PK-LGP, dan PK-LQH, proses climbing mereka terlihat normal. Soal kejanggalan ini dibenarkan oleh praktisi penerbangan sekaligus mantan Direktur Teknik Sriwijaya Air Ananta Wijaya. "Dari situ memang kelihatan ada yang tidak normal saat pesawat mau climbing," ucapnya kepada Tirto. Pola ini menimpa Lion Air JT 610 sebelum hilang kontak, yang kemudian ditemukan di perairan Tanjung Karawang. Semenit pertama, JT 610 naik ke ketinggian 625 meter, lalu turun 450 meter dalam tempo 25 detik. Pada titik inilah Kapten Bhayve Suneja menarik tuas sekencang-kencangnya hingga laju pesawat mencapai 630 km/jam, sehingga JT 610 naik ke ketinggian 1660 meter. Dua menit kemudian, alih-alih semakin tinggi, pesawat stagnan pada ketinggian tersebut. Yang terjadi: dalam tempo empat menit selanjutnya pesawat keluaran Boeing terbaru ini anjlok drastis hampir 250 meter dari 1630 ke 1370 meter, dengan jeda 55 detik. Lalu, si kapten berusaha kembali ke posisi normal; kemudian, sinyal terputus. Beberapa detik sebelum jatuh, kru dan penumpang mengalami gaya tarik gravitasi alias G-force atau terayun-ayun. Seketika ketinggian pesawat menukik hampir 365 meter dalam tempo 10 detik. ------------------------------ Tanpa audit flight approval Lion Air bisa bikin celaka lagi, jelas-jelas pesawat berkali-kali bermasalah masih dipaksakan terbang juga. |
|
5th January 2019, 23:46 |
#286
|
|
Mania Member
|
Quote:
|
|
6th January 2019, 00:16 |
#287
|
|
Groupie Member
|
Quote:
Kultur septi tank ala Lion Air. |
|
6th January 2019, 01:23 |
#288
|
|
Mania Member
|
Quote:
Sudah nyampe ke halaman 29, TS, si tuwir dari planet keron, masih belum "pinter-pinter" juga... |
|
8th January 2019, 20:42 |
#289
|
Mania Member
|
Lanjutkan...
================= Selasa 08 Januari 2019 Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan TNI AL melanjutkan mencari kotak hitam cockpit voice recorder (CVR) Lion Air PK-LQP di perairan Karawang. Pencarian direncanakan selama 7 hari ke depan. Ketua Sub-Komite Investigasi Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengungkapkan pencarian dimulai hari ini. "Bekerja sama dengan Pushidro AL dengan KRI Spica," kata Nurcahyo saat dihubungi detikcom, Selasa (8/1/2019) KRI Spica akan mencari CVR di perairan Karawang dengan kedalaman 30-40 meter untuk 10 hari ke depan nonstop. "Mudah-mudahan sebelum 10 hari sudah ketemu," katanya. Teknologi Pencarian Di dalam KRI Spica itu, ada 9 personel KNKT, 18 penyelam TNI AL, dan 3 ahli hidrologi. Teknologi yang digunakan antara lain scanner, side scan sonar, magnetometer yang bisa mendeteksi logam meski tertutup lumpur, serta remote operated underwater vehicle (ROV) milik KNKT. "Bila sudah terdeteksi dan ketemu, mengambilnya nanti oleh penyelam," jelas dia... ------------------- 08/01/2019 ...Namun, area pencarian itu kini sudah dibatasi di area seluas 5x5 meter persegi yang diduga menjadi lokasi keberadaan black box berisi CVR pesawat... =================== Berita yang dari Kompas ternyata lebih spesifik lagi, luas daerah pencarian CVR hanya sekitar 5M X 5M; hanya 25 meter persegi!! Kesulitan yang didapat kemungkinan adalah kondisi lumpur yang cukup dalam di dasar laut, dengan ketebalan sekitar 10 meter. Tetapi dengan luas daerah pencarian yang hanya sebegitu, mudah-mudahan CVR akan dapat ditemukan... |
8th January 2019, 20:53 |
#290
|
Groupie Member
|
There were serious technical problems on previous flights
The air flight maintenance log showed six problems had been identified on the plane since 26 October, including errors with its airspeed and altitude information displays. The plane's angle-of-attack sensor - that measures the angle between the wings and the flow of air - encountered problems and was replaced the day before the crash. But, according to the preliminary report, problems continued. In the most recent flight before the crash, from Denpasar on Bali to Jakarta, the pilot issued a "Pan Pan" call - an urgency signal that is one level below "Mayday". The crew said that the aircraft was operating in abnormal conditions due to instrument failure. However, they managed to land the plane safely after requesting an uninterrupted descent, and the problems were logged. The preliminary report says that the stick shaker - a warning device that alerts flight crew when their plane is at risk of stalling - was active throughout the flight. This was an "un-airworthy condition" and the flight should not have continued, it said. --------- Masih dipaksain terbang juga ...muke gile !. |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer