HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Sabtu, 2024/04/23 12:57 WIB
Pacari Putri Nikita Mirzani, Vadel Badjideh Akui Banyak Hujatan
-
Sabtu, 2024/04/23 13:07 WIB
Kabar Calonkan Diri Jadi Bupati Bantul Soimah Beri Klarifikasi
-
Sabtu, 2024/04/23 13:02 WIB
Reaksi Nassar Diminta Jadian dengan Irish Bella Saat Hadir di Acara Ultah
-
Sabtu, 2024/04/23 14:26 WIB
Rumah Via Vallen Digeruduk Massa Aliansi Arek Sidoarjo
-
Sabtu, 2024/04/23 14:49 WIB
PAN Siapkan Eko Patrio-Zita Anjani Pilkada Jakarta, Desy Ratnasari di Jabar
-
Sabtu, 2024/04/23 13:13 WIB
CSB Divonis 2,5 Tahun Atas Penipuan Terhadap Jessica Iskandar
|
Thread Tools |
23rd July 2008, 12:19 |
#1
|
Registered Member
|
Tema Dan Bahasa Perlawanan Lanang[1]
Tema Dan Bahasa Perlawanan Lanang[1]
(Sebuah Pengantar) Sahlul Fuad[2] Setelah membaca Novel Lanang, meskipun kita bukan kritikus sastra, kita pun dapat berposisi dan berlaku sebagai kritikus sastra. Pada posisi ini, pengertian "kritikus" tidak mereferen ke kata "kritik" yang berarti kecaman. Akan tetapi, kalau merujuk ke KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kita akan melihat seperti di bawah ini: kri·tik n kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk thd suatu hasil karya, pendapat, dsb; – ekstern tahap penelitian berdasarkan liputan fisik berupa deskripsi bentuk, jenis aksara, bahan, lingkungan, dan lokasi keberadaan prasasti; — film kupasan dl media massa mengenai film yg dipertunjukkan di sebuah bioskop, ditinjau dr segi kekuatan dan kelemahannya, kelebihan dan kekurangannya yg dilandasi alasan yg logis; — intern tahap kerja yg dilakukan berdasarkan hasil liputan data lapangan, yaitu transliterasi dan transkripsi ke dl bahasa sasaran melalui analisis perbandingan dng berbagai terbitan yg ada, baik dr sumber tertulis maupun analogi epigraf; — membangun kritik yg bersifat memperbaiki; — naskah metode dl filologi yg menyelidiki naskah dr masa lampau dng tujuan menyusun kembali naskah yg dianggap asli dng cara membanding-bandingkan naskah yg termasuk dl satu jenis asal-usul, lalu menentukan naskah yg paling tinggi kadar keasliannya, kemudian mengembalikannya pd bentuk yg asli atau yg mendekati aslinya; — sastra pertimbangan baik buruk thd hasil karya sastra; — teks kritik naskah; meng·kri·tik v mengemukakan kritik; mengecam; peng·kri·tik n orang yg mengkritik; orang yg mengemukakan kritik Dengan demikian, dalam posisi sebagai pengkritik Novel Lanang, mestinya kita tampilkan seluruh narasi yang ada di dalamnya. Tujuannya jelas, agar kita memposisikan sebagai "kritikus yang obyektif". Kita tidak pada tempatnya menafikan fakta-fakta yang ada hanya untuk membangun kesan buruk, yang cenderung mengecam saja, atau sebalinyamemuji dan memuja semata. Setidaknya, membaca Novel Lanang ini memunculkan beberapa aspek yang perlu mendapat sorotan. pertama, aspek bahasa. Penggunaan bahasa yang dituturkan dalam novel ini jauh berbeda dengan novel-novel zaman sekarang, "yang apa adanya" dalam tradisi bahasa Indonesia sehari-hari. Pakcik Ahmad aktivis milis Apresiasi Sastra bilang, "Novel Puisi". Kedua, aspek tema. Novel Lanang ini mengandung beragam tema yang berpadu satu dalam kompleksitas kehidupan. Setidaknya, tema-tema yang mengemuka dalam novel ini antara lain: dunia perhewanan, dunia kesehatan, dunia seks, dunia politik kebijakan, dunia politik konspirasi, dunia intrik politik, dunia mistik, dunia agama dan moral, dunia tradisi, dunia lingkungan, dunia ilmiah, khususnya dunia kedokteran hewan. ADEGAN SEKS SEBAGAI CONTOH PERPADUAN TEMA DAN BAHASA Marilah kita membahas perpaduan antara dua hal tadi, bahasa dan tema dalam Novel Lanang dengan memasuki suatu hal yang sangat digandrungi banyak orang: Seks, yang banyak kita jumpai adegan-adegannya dalam Novel Lanang, yang bukan hanya antar manusia tetapi juga antara manusia dengan binatang yang disajikan cukup mendetil. Dalam buku "Mengarang Novel itu Gampang" Arswendo Atmowiloto menjelaskan, antara lain, novel itu mengandung banyak pemanis, seperti unsur seks, dan lain-lain. Akankah di Novel Lanang unsur seks ini hanya menjadi sekedar pemanis saja? Ternyata tidak, karena bila adegan seks dalam Novel Lanang dilenyapkan atau dikurangi, kerangka cerita akan berubah, karena seks mempunyai kaitan erat dengan penyakit misterius, sekaligus sumber dan "media" penyelesaiannya. Selain itu, adegan seks di novel ini juga menunjukkan kecenderungan tokoh Lanang sebagai "lanang". Sementara di dunia dokter (juga pakar) hewan, kenyataannyalah kalangan ini sangat terobsesi terhadap masalah pembiakan, karena harus berpacu dengan pertambahan jumlah penduduk yang merupakan deret ukur dibanding pemenuhan pangan yang merupakan deret hitung. Penduduk manusia pun sangat membutuhkan protein untuk kesehatan dan perkembangannya, dan semua ini berkaitan erat dengan seks untuk perkembangbiakan. Jelas, beberapa adegan seks dalam cerita ini bukan untuk sekadar klise dan membubuhi novel ini seperti halnya kisah porno. Akan tetapi, adegan seks di sini juga menjadi bagian dari pemecahan persoalan yang dihadapi Lanang. Secara bahasa dalam adegan seks ini kita bisa membandingkan tulisan Yonathan Rahardjo dengan tulisan Kurnia Effendi sastrawan Indonesia yang terkenal tulisan-tulisannya yang indah tentang cinta dan percintaan. Dikutip oleh Wartawan Koran Tempo Mustafa Ismail dalam blog-nya, Kurnia Effendi menulis: "Aku mencium mulutnya sebelum dia menyelesaikan ucapannya. Dua kancing bajuku lepas oleh hentakan tangannya. Kudengar detasnya meluncur ke bahwa meja televisi. Rambutnya yang basah hinggap ke wajahku. Entah siapa yang lebih dulu tersengal, tapi sebagaimana keinginanku: Parastuti menari di atas tubuhku. Sepuluh menit kemudian pipinya direbahkan ke dadaku, telinganya mencoba mendengar proses degup jantung yang mereda." Dan, Yonathan Rahardjo menulis: "Mereka masuk kamar. Kain seprei yang semula rata dengan muda tiba-tiba menjadi bergelombang. Gelombang-gelombang itu bahkan bergetar laksana lipatan padang pasir terempas gunung-gunung yang roboh. Langit kelam dalam ruang kamar tiada dapat menghambat aktivitas tersembunyi dua manusia berbeda jenis kelamin, yang terlucuti satu demi satu pakaian kesehariannya. Namun, begitu cepat aktivitas itu kandas tatkala seluruh organ tubuh tak lagi ada pembatas dan saling bersentuhan. Hasrat masih terjaga. Harus ada cara. Berhasil! Rafiqoh mendesis, ketika jari Lanang menyentuh organnya yang paling tersembunyi. Aktivitas di atas padang tempat tidur itu kembali menjadi penuh gelora dengan gerakan tak tertahankan sekalipun caranya begitu berbeda. Puncaknya, padang kain seprei yang bergetar dalam gelombang tiba-tiba basah dialiri sungai dengan sumber begitu meluap-luap. Lalu diam. Afi lemas. Tapi puas. Walau, hatinya melayang-layang bagai kapas ditiup angin malam." (Lanang: 117) Kita dapat merasakan, bahasa pengungkapan keduanya: sama-sama indah. Dan, secara proporsional kita telah melakukan perbandingan yang adil karena telah menyandingkan secara utuh narasi yang dibuat oleh Yonathan Rahardjo dengan narasi yang buat oleh Kurnia Effendi. Dan kelebihan pengadeganan seks oleh Yonathan dalam Novel Lanang sangat terkait dan tak terpisahkan dari misteri cerita utama dan media pengungkap kehadiran burung **** hutan itu sendiri. |
23rd July 2008, 12:21 |
#2
|
Registered Member
|
Tema Dan Bahasa Perlawanan Lanang[1]
Tema Dan Bahasa Perlawanan Lanang[1]
(Sebuah Pengantar) Sahlul Fuad[2] (...) lanjutan Bahasa Begitulah, dalam Novel Lanang, Yonathan Rahardjo bercerita dengan ungkapan yang, menurut saya, sangat indah. Sosok Drh. Lanang yang menjadi tokoh utama dalam kisah ini ditampilkan sebagai manusia yang kompleks. Pada saat tertentu, Lanang, adalah sosok yang penuh kasih sayang, tanggung jawab, dan kokoh, namun di saat yang lain, Lanang adalah sosok yang kurang peduli alias egois, tidak bertanggung jawab, dan rapuh. Saya suka sekali dengan pengungkapan yang seperti ini. Dengan demikian, Lanang menjadi sosok manusia yang memang mempunyai kelemahan dan kelebihan. Tidak seperti para tokoh dalam kisah-kisah lain yang menjadikan tokoh utama menjadi sosok yang benar-benar tanpa cela kelemahan. Novel ini benar-benar memberikan warna bahasa sastrawi yang kental. Hal inilah yang membedakan dengan novel-novel yang beredar selama ini. Novel yang tidak semata-mata untuk bercerita. Melalui cara pandang sebagai dokter hewan, Lanang benar-benar memanfaatkan keilmuan dan pengetahuannya sebagai dokter hewan untuk bertutur dalam novel ini. Pantas saja kalau Prof. Drh. Charles Ranggatabbu, MSc, PhD, merekomendasi, "Novel yang patut menjadi bacaan "wajib" bagi kalangan kedokteran hewan dan peternakan serta peminat seni sastra pada umumnya." Saya kira, ungkapan ini tidak berlebihan. Karena memang begitulah yang saya baca. Saya tidak tahu, apakah pernah ada novel dari putra nusantara yang seilmiah dan sesastra ini? kalau ada, saya ingin sekali tahu...Sebaliknya, ada kritik yang menyatakan bahwa tata bahasa Lanang berantakan, saya menolak hal ini, sebab kalau tata bahasanya berantakan... berarti tulisan tersebut tidak bisa dibaca, dong... Untuk pengkritik yang demikian, saya minta diajari cara membaca tata bahasa yang salah. Saya juga ingin belajar gaya bahasa, sebab antara tata bahasa dengan gaya bahasa itu jelas beda, meski sering sekali saya memosisikan sama antara gaya bahasa dengan tata bahasa ini. Kepada pengkritik semacam itu, saya katakan ayo tampilkan seluruh fakta yang "hancur" itu. Berapa persen "kehancuran" dari novel itu? Apakah persentasenya sudah sangat layak untuk membuang bacaan itu.... Kata dengan tanda kutip "hancur" adalah bahasa saya. Tampilkan semua hasil temuannya terhadap kesalahan (dalam istilah saya "kehancuran") tata bahasa dalam novel lanang itu... Lalu, kita hitung seberapa parah kesalahan tersebut, sehingga kita tahu bahwa perdebatan tentang tata bahasa dalam Novel Lanang ini menjadi penting atau tidak... Orang yang berpendapat demikian, menurut saya terlalu tekstualis. Saya sarankan, sedikit berkontekstuallah... Ajari saya juga membaca Lanang menjadi tidak nyaman... Sebab, saya sudah baca Novel Lanang dari halaman 1-416, dengan sedikit selip-selip, saya merasa nyaman... apa yang salah dari cara baca ini? Beruntunglah kita, dengan lahirnya karya Lanang ini. Seandainya tidak ada gaya seperti Lanang, khazanah bahasa sebagian dari antara kita tidak akan pernah berkembang. Justru, salah satu kekuatan dari novel ini adalah dari gaya bahasa ini. Ambillah contoh keberanian Yonathan bergaya bahasa metafora tentang neraca, timbangan, yang dapat diartikan sebagai pertimbangan pemikiran, yang dilantunkan oleh Lanang dalam lamunan, atau perasaan, pikiran atau apapun pergumulannya: "...Ketika aku melantunkan neraca-neraca merdu yang menuntun jari jemari jiwaku mendayu-dayu dalam liuk semenari tubuh gemulaimu dengan tarian rindu..." (Lanang:170) Saya jadi teringat pidato Daoed Yoesoef, Mantan Menteri P dan K, dalam sambutan pengumuman Sayembara Novel DKJ 2006 waktu itu. Bangsa Indonesia justru lebih tertarik mengejar-kejar bahasa asing. Sekolah-sekolah kini lebih mengemukakan bahasa asing daripada bahasa Indonesia yang kita pakai sehari-hari. Naif sekali jika bahasa Indonesia terus mengalami kemrosotan keindahannya karena karya-karya yang tidak mengindahkan bahasanya. Alangkah miskin pengalaman bahasa kita selama ini, jika tidak ditunjang dengan produktivitas para sastrawan, termasuk penyair, dalam mengucapkan sesuatu seperti dalam pilihan metafora yang berani itu. Pengalaman apa yang bisa kita peroleh dari bacaan-bacaan kita selama ini, tak lain pengucapan bahasa secara standar. Apakah dengan pengucapan bahasa standar tersebut mampu menyentil kesadaran kita untuk meningkatkan peradaban bahasa kita? Saya tidak yakin. Pengalaman pribadi saya belum pernah merasakan sentilan itu, selain dari membaca karya puisi dan prosa bermutu. Dengan demikian, apakah dengan pengucapan bahasa standar mampu mendobrak kebekuan bahasa Indonesia, yang semakin ditindas lewat chating, sms, dan bahasa-bahasa gaul itu? Misalnya, seseorang yang suka abai terhadap karya puisi, lalu kita diberi sebuah puisi (atau kalimat puitis). Kira-kira, apa tanggapan seseorang yang suka abai terhadap karya puisi? "Entahlah, aku tidak paham bahasa seperti ini." Lalu, siapa yang suka dengan ungkapan-ungkapan seperti karya puisi? Saya kira, mereka adalah kebanyakan orang-orang yang mempunyai informasi yang jauh lebih banyak dari kebanyakan orang. Mereka yang mempunyai imajinasi yang lebih jauh dari kebanyakan orang. Meskipun orang itu adalah seorang peternak sekalipun, seperti di bawah ini: "Dalam waktu singkat, para malaikat pencabut nyawa melolong di tengah alam gelap menyebarkan rasa ngeri di hati kami akan datangnya kematian pada para sapi. Mereka seperti anjing-anjing yang menjadi gila, menggigit ternak tak berdosa hingga menemu ajal," jerit Sukarya pilu. (Lanang: 25) Mengapa bahasa peternak Sukarya bisa begitu puitis? Tahukah Anda, peternak sekarang banyak yang berpendidikan sarjana, ataupun kalau tidak, wawasannya banyak yang sudah terbuka. Dan, itulah yang saya jumpai di Novel Lanang, bahwa imajinasi menembus batas-batas status individu atau sosial. |
23rd July 2008, 12:22 |
#3
|
Registered Member
|
Tema Dan Bahasa Perlawanan Lanang[1]
Tema Dan Bahasa Perlawanan Lanang[1]
(Sebuah Pengantar) Sahlul Fuad[2] (...) lanjutan Tema Dari aspek tema inilah, menurut saya, orang awam dengan sedikit pemahaman tentang dunia-dunia yang tak tampak di permukaan, akan kerepotan membacanya. Jika seseorang yang kurang mempunyai informasi, pemahaman, atau wacana (diskursus) tentang filsafat, politik, dan pengetahuan umum lainnya secara kritis, akan merasa kesulitan menangkap pesan yang terkandung dalam Novel Lanang... Sebaliknya, cerita ini akan sangat menarik bagi peminat atau pengamat sosial politik serta peminat sastra berat. Untuk itu, segmen pembaca novel ini memang bukan orang-orang awam, atau bukan "anak ingusan", karena novel ini termasuk, menurut saya, novel berat. "Novel Berat" yang dikemas dalam bahasa yang indah, penuh metafora. Secara kontekstual dengan kondisi bangsa ini di bidang kedokteran hewan dan peternakan, setelah membaca Novel Lanang kita dapat merasakan kaitannya dengan kondisi peneliti atau dokter/dokter hewan, atau politik kesehatan Indonesia saat ini. Dalam kasus flu burung kita menjumpai penelitian yang tidak tuntas, banyak yang tidak terdeteksi dan ahli-ahli yang asbun (asal bunyi/ asal omong), dan pemerintah yang plin-plan, seperi yang disindir dalam Novel Lanang berikut ini: Para ahli berteori, kaitan makhluk aneh ini bisa langsung berhubungan dengan **** hutan (...) "Barangkali **** itu tersesat sampai pucuk gunung, sedangkan jalan untuk kembali ke daratan sangat sulit. Ia bergaul dengan burung-burung rajawali dan burung-burung penyendiri di puncak gunung. Bergaul dan melakukan adaptasi pola hidup. Tumbuh sayap pada tubuhnya." (Lanang: 191) Bila kita memahami hal ini, akan dapat terasakan, pesan yang disampaikan penulis betul-betul menggetarkan. Sangat mengerikan bila ternyata kualitas peneliti dan dokter hewan di Indonesia ada yang seperti Lanang dan para ahli itu, baik sebagai ilmuwan atau pribadi, yang membuat hegemoni dari berbagai pihak dapat terjadi padanya secara menggurita, termasuk dari negeri asing. "Memorandum of Understanding between Nusantara Country with World Animal Health Organization." Di bawahnya tertulis: "Pengendalian Wabah Misterius Penyakit Sapi Perah." Dokumen itu dibuka Dewi, ia baca: "Negara Nusantara menyatakan dan melaporkan kepada Badan Kesehatan Hewan Dunia: Penyebab kematian ribuan sapi perah di negara nasional adalah burung **** hutan. Kasusnya telah tertangani dengan baik, dengan dibunuhnya burung **** hutan oleh dokter hewan Negara Nusantara. Dengan terbunuhnya penyebab penyakit misterius itu, maka wabah telah dapat diatasi dan penyakit sudah tidak muncul lagi." ... "Selanjutnya untuk memelihara dan menjaga kondisi sapi-sapi perah pengganti ternak yang telah mati, tetap aman dari serangan penyakit berikutnya, dibutuhkan obat pencegahan yang dicampur dalam pakan ternak untuk dikonsumsi oleh sapi perah secara berkelanjutan pada periode-periode tertentu dari umur sapi. Obat yang direkomendasikan Badan Kesehatan Hewan Dunia dapat diperoleh satu-satunya di Institut Kesejahteraan Total sebagai satu-satunya produsen yang ditunjuk, dengan maksud untuk menghindari kekacauan pengelolaan." (Lanang: ) Dalam konteks tema ini, bila Novel Lanang adalah sebuah fiksi, untuk menyandingkan dengan buku non fiksi kita dapat menyandingkannya dengan Buku "Saatnya Dunia Berubah! Tangan Tuhan di Balik Virus Flu Burung", tulisan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari yang bikin gerah World Health Organization (WHO) dan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Dalam buku ini Fadilah berhasil menguak konspirasi AS dan badan kesehatan dunia itu dalam mengembangkan senjata biologi dari virus flu burung, Avian influenza (H5N1). Setelah virus itu menyebar dan menghantui dunia, perusahaan-perusahaan dari negara maju memproduksi vaksin lalu dijual ke pasaran dengan harga mahal di negara berkembang, termasuk Indonesia. Konspirasi tersebut, kata Fadilah, dilakukan negara adikuasa dengan cara mencari kesempatan dalam kesempitan pada penyebaran virus flu burung. Fadilah mengatakan, Pemerintah AS dan WHO berkonpirasi mengembangkan senjata biologi dari penyebaran virus avian H5N1 atau flu burung dengan memproduksi senjata biologi. Untuk memperlancar konspirasi itu, AS memanfaatkan lembaga Namru 2 (Naval Medical Research Unit 2) yang merupakan unit kesehatan angkatan laut Amerika yang berada di Indonesia untuk mengadakan berbagai penelitian mengenai penyakit menular yang hadir di Indonesia sejak 1968. Memang, awalnya Indonesia yang mengundang mereka, tapi kemudian ngotot bertahan di sini. Selama periode tahun 2.000-2005, lembaga ini tetap beroperasi, kendati izinnya sudah habis. Dalam operasinya di Indonesia, NAMRU diberikan banyak sekali kelonggaran, terutama fasilitas kekebalan diplomatik buat semua stafnya; dan izin untuk memasuki seluruh wilayah Indonesia. Selama ini, semua upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengontrol NAMRU tidak pernah dipublikasikan, sehingga rakyat Indonesia tidak tahu apa-apa. Barulah setelah Menkes menggebrak, keberadaan NAMRU terungkap ke masyarakat luas pada awal 2008. Ketika terbit akhir April 2008 dan diluncurkan Mei 2008, kabarindo.com mengatakan, "Novel ini ditulis dengan gaya thriller, plot cerita novel ini sungguh menegangkan. Karakter tokoh-tokoh pun rumit dan penuh intrik. Dengan pendekatan konspirasi, karya ini menjadi bacaan kritis bagi yang tertarik pada isu-isu social, psikologi, bioteknologi, dan politik kesehatan. Anda tentu masih ingat dengan polemic Namru 2 dan isu virus Flu Burung khan? Sepertinya penulis novel masih terperangkap dengan isyu-isyu tersebut." Benarkah Novel Lanang terperangkap isu-isu seperti kata kabarindo.com itu? Untuk kasus flu burung, kelihatannya memang iya, dan diakui pengarangnya memang terilhami kasus ini. Namun untuk kasus Namru, sudah tentu Novel Lanang mendahului terbongkarnya kasus Namru. Sebab Novel Lanang sudah menjadi peserta Lomba Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2006, dan diumumkan menjadi pemenang pada awal 2007. Sedangkan tadi sudah jelas, terbongkarnya kasus Namru adalah pada awal tahun 2008. Tak berlebihan bila saya katakan Lanang itu semacam buku primbon untuk menguak misteri Indonesia. Mungkin ini semacam ramalan Jayabaya. Selain, Lanang itu sastra. Sesastra puisi. Sepuisi Indonesia. Se-Indonesia yang misteri. Membaca lanang memang beda dengan logika. Dan, sebagai penutup pengantar perlawanan bahasa dan tema Lanang, bacalah cuplikan ini: Mobil beranjak. Jalan sangat menanjak. Maklum daerah pegunungan. Perjalanan berliku-liku, dengan setiap tepian adalah jurang terjal. Ditambah dengan gelap dan kabut. Kehati-hatian dan kemahiran mengemudi adalah kunci mengarungi samudera malam di pegunungan hitam. (Lanang: 5) [1] Bedah Buku Novel "Lanang", karya Yonathan Rahardjo, P.D.S.H.B. Jassin, Taman ismail Marzuki, 30 Juni 2008 [2] Peneliti, Pemerhati Konsep Resistensi, Magister Antropologi Universitas Indonesia |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer