HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Rabu, 2024/03/28 11:49 WIB
Jengkel! Jadi Alasan Sopir Truk Ugal-ugalan di Halim
-
Rabu, 2024/03/28 13:39 WIB
Anwar Usman Diminta Mundur dari MK Usai 2 Kali Langgar Etik
-
Rabu, 2024/03/28 14:45 WIB
Puan Maharani: Partai Pemenang Pileg Berhak Jadi Ketua DPR RI
-
Senin, 2024/03/27 17:26 WIB
Ganjar Tolak Jadi Menteri Prabowo, Gibran: Yang Nawari Siapa?
-
Senin, 2024/03/27 12:43 WIB
Kata Windy Idol soal Kode "Short Time" yang Diungkap Jaksa KPK
-
Jumat, 2024/03/19 16:11 WIB
Licinnya Susanto, Hanya Lulusan SMA Berhasil Jadi Dokter Gadungan 2 Tahun
|
Thread Tools |
16th April 2011, 11:56 |
#1
|
Registered Member
|
Liem Koen Hian dan AR Baswedan
Inilah kutipan yang sering saya gunakan untuk menunjukkan bahaya sikap a-historis, ”Berpikir a-historis punya satu konsekuensi: kegagalan melihat kenyataan.”
Kutipan itu berasal dari Dr Abdallah Laroui, sarjana kiri dari Moroko, dalam karyanya, The Crisis of the Arab Intellectual: Traditionalism or Historicism? (diterjemahkan dari bahasa Perancis oleh Diarmid Cammell, Berkeley: University of California Press, 1976, halaman 154). Agar tidak terkena rumusan Laroui, kita harus kenal realitas kita sebelum Indonesia menjadi bangsa dan kemudian negara. Proses pembentukan bangsa dan kebangsaan Indonesia yang berasal dan terdiri dari ratusan etnis memakan waktu lama dan sarat tantangan. Keragaman latar belakang etnis, tradisi, agama, dan ideologi politik menjadi sebab utama mengapa harga sebuah keindonesiaan harus melalui perjuangan panjang dan alot para pendiri bangsa. Dalam proses keindonesiaan inilah, dua nama di judul perlu dibaca ulang. Siapa Liem Koen Hian, siapa AR Baswedan? Pejuang keindonesiaan Bung Karno dalam Pidato 1 Juni 1945 di depan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang kemudian dikenal dengan Hari Kelahiran Pancasila adalah salah satu testimoni maha-penting dalam bangunan kebangsaan kita. Dalam pidato itu, nama Liem Koen Hian (1896-1952) terbaca empat kali. Sekali pun nama AR Baswedan tidak ada di sana. Penyebutan Saudi Arabia ada delapan kali, perkataan Arab disebut sekali. Yang utama bukan sebut-menyebut itu, tetapi perjuangan fenomenal kedua tokoh untuk keindonesiaan. Sebagai peminat sejarah, saya baru-baru ini menelusuri kiprah Liem Koen Hian terkait dengan seri seminar tentang AR Baswedan yang disponsori Yayasan Nabil. Di kalangan peneliti sejarah peranakan etnis Tionghoa, Koen Hian bukan nama baru. Seberapa penting nama ini dalam proses keindonesiaan sehingga Bung Karno menyebutnya berulang kali? Apa hubungannya dengan AR Baswedan (1908-1986), tokoh Indonesia keturunan Arab yang juga punya peran? Koen Hian adalah mentor AR Baswedan dalam dunia jurnalistik tahun 1930-an. Keduanya pernah tampil di antara bapak-bapak bangsa. ”Lupakan itu Daratan China, lupakan itu Hadramaut. tanah airmu bukan di sana, tetapi di sini, di Indonesia.” Itulah filosofi keduanya. Liem Koen Hian, yang lahir di Banjarmasin, sejak kecil berpikir radikal dan revolusioner. Usia 15 tahun, ia pernah diusir dari sekolah karena mau berkelahi dengan gurunya, orang Belanda. Sifat serupa dimiliki oleh AR Baswedan, kelahiran kampung Ampel, Surabaya. Dia suka menerjang segala jenis rintangan yang dinilainya tidak rasional, apalagi jika itu menghambat proses keindonesiaan. Dalam urusan keindonesiaan, Tionghoa totok dan Arab totok yang masih setia dengan daratan China dan Hadramaut menjadi lawan berat kedua tokoh kita ini. Keduanya adalah pelopor pluralisme dalam realitas, di saat isu publik tentang itu belum lagi mengemuka tahun 1930-an. Tanpa banyak teori, keduanya bergandengan tangan, mengemukakan gagasan, dan mempraktikkan dalam perjuangan merajut keindonesiaan. Agaknya mereka dipertemukan oleh kekuatan kemanusiaan yang tunggal dan keindonesiaan yang padu. Dalam perspektif ini, perbedaan etnis Tionghoa, Arab, Jawa, Sunda, Minangkabau, Bugis, Aceh, Batak, Banjar, Bali, Papua, Ambon, dan 1.001 etnis yang lain tidak boleh menjadi perintang kukuh dan padunya bangunan keindonesiaan. Perkara ada warga etnis-etnis itu yang oportunis, khianat, dan tak peduli kepentingan bersama, itu yang harus dilawan dengan kekuatan keindonesiaan kita. Ini agar bangsa tidak terkapar di tangan anak-anaknya yang tuna moral dan tuna pengetahuan sejarah alias kelompok a-historis. Sama halnya dengan elite nasional kita yang telah kehilangan kepekaan keindonesiaannya karena buta sejarah. Liem Koen Hian dan AR Baswedan adalah acuan memikat dalam menghadapi kondisi bangsa yang lagi sarat masalah ini. Bertemu di ”Sin Tit Po” Surat kabar Sin Tit Po Surabaya pimpinan Koen Hian tahun 1932 adalah media yang mempertemukan mereka. AR Baswedan yang ingin sekali menjadi wartawan melamar ke koran yang gigih membela kemerdekaan Indonesia itu. Di luar dugaan, AR Baswedan diterima. Sebelum di Sin Tit Po , Koen Hian telah lama malang melintang di pers. Ia pernah menjadi pemimpin redaksi Sinar Soematra dan penanya dikenal runcing—karena tulisannya tajam. Melalui Sin Tit Po inilah, AR Baswedan menyatakan ”perang terbuka” pada golongan Arab Arabitah yang tetap setia kepada Yaman sebagai tanah airnya. Di Semarang pada 4 Oktober 1934, melalui kongres Persatuan Arab Indonesia (PAI), AR Baswedan dan pendukungnya mengucapkan Sumpah Pemuda Keturunan Arab tentang Indonesia sebagai bangsa dan tanah airnya yang wajib dibela. PAI kemudian menjelma menjadi Partai Arab Indonesia. Setelah Indonesia merdeka—sebagaimana Liem Koen Hian yang pernah menjadi anggota BPUPK—AR Baswedan terlibat penuh dalam perjuangan bangsa, baik sebagai diplomat, menteri, dan anggota DPR/Majelis Konstituante dari Partai Masyumi. Maka, bagi saya, dua tokoh ini adalah patriot dan nasionalis Indonesia yang sejati dan autentik. Keduanya pantas diusulkan menjadi Pahlawan Nasional, sekalipun di ujung usianya Koen Hian dituduh menanggalkan kewarganegaraan Indonesia lantaran sangat terhina oleh sikap pemerintah tahun 1952 yang menganggap dia sebagai orang kiri lalu menangkap dan menahan dia. Akibatnya, Liem Koen Hian merasa jasanya selama puluhan tahun membangun keindonesiaan tidak dihargai. Sebuah tragedi dalam sejarah modern Indonesia, bukan? Padahal, Liem Koen Hian telah menjalin persahabatan dengan Bung Karno, Bung Hatta, H Agus Salim, Bung Sjahrir, Bung Amir Sjarifuddin, AR Baswedan juga Dr Soetomo dan Dr Tjipto Mangoenkoesoemo, yang menyebutnya ”Orang Indonesia tanpa peci.” Urusan kewarganegaraan ini memang bisa menjadi sangat serius. Akan tetapi, Tjoa Tjie Liang, kader dan sahabat Liem Koen Hian, membantah tuduhan itu dalam kesaksian yang disampaikan kepada sejarawan Soe Hok Gie tertanggal 5 Juli 1965. Menurut Tjie Liang, sahabatnya itu begitu mendongkol dengan perlakuan pemerintah. Maka pada hari ulang tahun Tiongkok, Koen Hian mengibarkan bendera Tiongkok. Tjie Liang mengutip jawaban Koen Hian soal kewarganegaraan. ”Sebetulnja owee tjuma setengah maen2 akibat ini rasa mendongkol’nja owee. Kalau dengan ini orang mengira owee bukan orang Indonesia lagi, ja biarin sadja.” (Lihat surat Tjoa Tjie Liang online kepada Soe Hok Gie tertanggal 5 Juli 1965, halaman 1-2). Lebih lanjut, Tjoa Tjie Liang menjelaskan, Koen Hian adalah orang yang mudah marah, apalagi bila ada orang yang meragukan kejujurannya, terutama mengenai bangsa dan negara. Dengan demikian, Liem Koen Hian dan AR Baswedan yang memang tidak pernah terkena insiden seperti halnya Koen Hian tetap patriot-patriot bangsa yang pantas dihargai dan ditiru semangat keindonesiaannya. AHMAD SYAFII MAARIF Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah KOMPAS |
16th April 2011, 13:06 |
#2
|
Registered Member
|
Abdurrahman Baswedan. Enggak terbayang gimana kerasnya dulu beliau harus berhadapan dengan orang-orang Yaman pasti perang ayat suci kali ya? Tapi saya bersyukur masih ada generasi penerus beliau yang sekarang jadi tokoh terkenal dan pluralis juga. Cocok juga sepertinya kalau menjadi capres 2014. |
16th April 2011, 13:42 |
#3
|
Registered Member
|
Ikut nambahin...
Dengan visi tentang kewarganegaraan Indonesia itu, Liem kemudian mendirikan Partai Tionghoa Indonesia yang mendukung gerakan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Di samping itu, Liem tetap bekerja sebagai wartawan, memimpin redaksi Sin Tit Po (Desember 1929—1932). Ia pindah sebentar ke Kong Hoa Po (April 1937—November 1938), lalu kembali lagi ke Sin Tit Po pada awal 1938. Tahun 1933—1935, Liem pindah ke Jakarta dan, kabarnya, ia kuliah di Rechts Hoogereschool (Sekolah Tinggi Hukum). Pada akhir 1930-an ia aktif melakukan propaganda anti Jepang. Bahkan, ia sempat ditahan selama masa pendudukan Jepang, tetapi kemudian dibebaskan berkat koneksinya dengan Ny. Honda, seorang kenalannya dari Kembang Jepun, Surabaya. Pada 1945, ketika pemerintah Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta, Liem dipilih menjadi salah seorang anggotanya. Pada 1947, Liem ikut serta sebagai salah seorang anggota delegasi RI dalam Perundingan Renville. Liem Koen Hian pernah menjadi penyelundup obat-obatan di daerah pendudukan. Pada akhir tahun 1951 ia punya satu apotek di kawasan Tanah Abang. Pada tahun itu pula, Liem ditangkap dan ditahan oleh pemerintah Soekiman selama beberapa waktu atas tuduhan menjadi simpatisan kiri. Kejadian ini sangat mengecewakan Liem Koen Hian. Ditambah dengan pengaruh perkembangan dan perubahan di RRC, akhirnya Liem memutuskan untuk menanggalkan kewarganegaraan Indonesianya. Ia meninggal pada 1952 di Medan sebagai orang asing di negeri yang pernah diperjuangkannya. Orangnya berkarakter banget, tapi endingnya bikin miris.....sayang. |
22nd April 2011, 08:36 |
#5
|
|
Mania Member
|
Quote:
ah...kau ini...seperti tidak tau saja... sampai sekarangpun ya begitu... negara kita ini..., masih bisa berdiri...karena itu turunan cina en arab nya yg sibuk bekerja... sehingga ini negara masih berdenyut... kalau kita-2 nya... malah sibuk sikut kiri - sikut kanan...sibuk berantem... rebutan kekuasaan...malu-2 in ya.... tapi....ya begitulah nak... kenyataan kadang-2 memang memalukan..... |
|
22nd April 2011, 11:37 |
#6
|
|
Banned
|
Quote:
Saya dukung dia jd presiden walo ket arab . Dia arab yg damai sehtra dan cerdas bervisi . |
|
17th October 2017, 08:45 |
#10
|
Mania Member
|
Ironis kayaknya keturunan AR Baswedan sampai melupakan jasa Liem Koen Hian yang menjadi mentor dari AR Baswedan.
Lebih ironis lagi wni keturunan arab berbicara soal pribumi dan perjuangan kemrdekaan dengan menyindir wni keturunan china. Perjuangan etnis tionghoa di Indonesia tercatat jelas di sejarah Indonesia betapa banyak dan inspiratifnya sayang sengaja di sampingkan oleh pemerintah. Lebih ironis lagi itu dilakukan Gubernur DKI, kota yang notabene akar etnis tionghoa lebih dalam dari banyak etnis lain di Indonesia dan banyak darah etnis tionghoa mengalir melawan Belanda. |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer