HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Sabtu, 2024/04/17 15:35 WIB
Media Asing Soroti Ledakan Turis: Tak Seperti Bali yang Dulu
-
Sabtu, 2024/04/17 15:40 WIB
Kota Wisata Sekelas Dubai Dilanda Banjir Bandang, Kok Bisa?
-
Jumat, 2024/04/16 14:03 WIB
Megawati Kirim Amicus Curiae ke MK: Habis Gelap Terbitlah Terang
-
Sabtu, 2024/04/17 14:58 WIB
Hai Warga Depok, Setujukah Pakaian Adat Diterapka untuk Seragam SD hingga SMA?
-
Sabtu, 2024/04/17 15:25 WIB
Sederet Tokoh Ajukan Amicus Curiae ke MK Terkait Pilpres 2024
-
Minggu, 2024/04/18 14:48 WIB
Kisah Pasangan 13 Jam Terjebak Banjir Dubai, Tak Ada Makanan Cuma Minum Air
|
Thread Tools |
13th June 2019, 14:48 |
#1
|
Groupie Member
|
Bukti dari kubu 02
Kalau buktinya pakai link berita tulisan atau pendapat ahli. mungkin lebih bagus kalau para ahli yang dikutip itu dijadikan saksi ahli untuk menguatkan argumen kubu 02 di MK.
Sebagai sneak peek atas kesaksian para saksi ahli, ini ada beberapa yang sudah berkomentar: https://news.detik.com/berita/d-4584...-neo-orde-baru Jakarta - Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno menyatakan pemerintahan Jokowi bergaya otoritarian Neo-Orde Baru. Untuk membenarkannya, tim hukum Prabowo mengutip kandidat doktor dari Australian National University, Tom Power. Belakangan, Tom Power membantah analisisnya dipakai dalam kasus Pilpres di MK. Hal itu diutarakan Tom Power kepada CNBC Indonesia. Tom Power menjelaskan artikel yang dikutip oleh tim Prabowo adalah penelitian dan analisisnya yang ditulis dan dipublikasikan di artikel jurnal 'BIES 2018'. "Tapi mereka menggunakan artikel ini dalam konteks yang tidak lengkap," jelas Tom sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (13/6/2019). Tom memaparkan artikel yang ia tulis saat itu sama sekali tidak menyebut dan menunjukkan indikasi kecurangan pemilu yang berlangsung pada April lalu karena artikel itu ditulis 6 bulan sebelum pesta demokrasi Indonesia berlangsung. "Kedua, sangat sulit sekali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintahan Jokowi yang saya sebutkan bisa diterjemahkan sebagai bukti kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur," tambahnya. Lalu, penelitiannya memang menunjukkan indikasi bahwa pemerintahan Jokowi menunjukkan sikap antidemokrasi, tetapi ia sama sekali tidak menyebut pemerintahan Jokowi sebagai rezim otoriter. "Ketiga, saya sama sekali tidak mengatakan bahwa kualitas demokrasi di Indonesia akan lebih baik kalau Prabowo jadi presiden," pesannya. Sebagaimana tertuang dalam gugatan tersebut, tim hukum Prabowo-Sandiaga yang diketuai Bambang Widjojanto (BW) mengutip makalah Tom Power di konferensi tahunan 'Indonesia Update' di Canberra, Australia, pada September 2018. Masih menurut BW dkk, Tom Power menyoroti hukum kembali digunakan oleh pemerintahan Jokowi untuk menyerang dan melemahkan lawan politik. "Proteksi hukum juga ditawarkan sebagai barter kepada politisi yang mempunyai masalah hukum," ujarnya. Proteksi lain adalah menguatnya lagi pemikiran dwifungsi militer. Hal-hal tersebut bagi Tom Power, kata BW dkk, adalah beberapa karakteristik otoritarian Orde Baru yang diadopsi oleh pemerintahan Jokowi. Sebagai bukti pandangan itu, tim hukum Prabowo menyertakan dua link berita, yaitu 'Jokowi's authoritarian turn' dan 'Jokowi's Authoritarian Turn and Indonesia's Democratic Decline'. "Mengenai karakteristik pemerintahan Jokowi mirip Orde Baru sekaligus menjelaskan bagaimana modus kecurangan pemilu di era otoritarian tersebut juga dilakukan oleh paslon 01 yang juga presiden petahana Jokowi, yaitu strategi pengerahan 'ABG', yang di era Orde Baru adalah poros ABRI-Birokrasi-Golkar. Modus ini di era pemerintahan Jokowi bereinkarnasi menjadi tiga poros pemenangan, yaitu Aparat-Birokrasi-BUMN-Partai Koalisi," tegas BW dalam halaman 38. https://news.detik.com/berita/d-4584...gatannya-ke-mk Jakarta - Ketua KoDe Inisiatif, Veri Junaidi menilai bukti yang diajukan tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kurang kuat. Sebab bukti yang diajukan paling banyak berupa tautan berita dan tidak menguatkan dalil pelanggaran pemilu yang terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Salah satu yang dikutip adalah pendapat Veri dan Bivitri Susanti di sebuah link berita. "Tentu di sini lah tantangannya adalah membuktikan dalil baik secara kualitatif bahwa pelanggaran atau tidak, tapi juga membuktikan dalil yang TSM (terstruktur, sistematis dan masif). Menurut saya ngga cukup hanya menggunakan pemberitaan-pemberitaan media dan membangun framing bahwa pemilu kita ini terjadi secara tidak jurdil dan demokratis. Nah ini tugas 02 untuk membuktikan," kata Veri, di kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Kamis (13/6/2019). Veri mengatakan sejatinya teori yang disusun tim hukum Prabowo-Sandi sudah cukup mumpuni. Namun untuk membuktikan adanya pelanggaran TSM membutuhkan bukti kuat, seperti misalnya adanya surat perintah untuk memenangkan calon tertentu yang dijalankan secara terstruktur. "Kalau misalnya ada bukti kuat perintah surat tugas yang memerintahkan pada struktur yang ada untuk bergerak memenangkan kandidat tertentu, maka harus dibuktikan lebih lanjut oleh yang bersangkutan apakah perintah itu dijalankan atau tidak. Bisa saja perintah itu ada, tapi ternyata misalnya tidak dijalankan. Ya nggak bisa juga kita menyatakan sudah TSM. Karena logikanya yang dibangun di MK itu bukan hanya soal logika pelanggaran tapi logika perselisihan hasil," ujarnya. Selain itu, Veri menilai kubu 02 harus membuktikan apakah ada pelanggaran yang mempengaruhi hasil pemilunya atau tidak. Veri menyebut kubu 02 dalam permohonannya mengklaim menang atas kubu 01 tetapi tidak menunjukan bukti bagimana mereka lebih unggul. "Sayangnya dari seluruh argumentasi bahwa memang dari awal mereka mengatakan bahwa hasil KPU selisihnya 16 juta, dan mereka mengklaim ternyata lebih besar dibandingkan 01, versi mereka. Tapi bagaimana kemenangan itu terjadi, ini sayangnya ada keterputusan argumentasi yang kemudian dibangun oleh kuasa hukum 02," ujarnya. "Mestinya kan kalau mereka mengklaim misal menang 10 persen, maka harus di buktikan kemenangan 10 persen itu mereka peroleh darimana, dan kesalahannya di sisi mana. Itu yang harus dibuktikan terlebih dahulu bru nnti akan disampaikan ada pelanggaran yang TSM. Berdasarkam catatan ini kita tentu menyerahkan seluruh proses perselisihan pemilu ini ke MK," sambungnya. Sementara itu, pakar hukum tata negara mengaku tidak setuju dengan dalil permohonan kubu 02 yang meminta paslon 01 Jokowi-Ma'ruf Amin didiskualifikasi. Sebab menurutnya posisi Ma'ruf sebagai Dewan Pengawas Syariah bank syariah tidak menyalahi ketentuan. "Saya nggak setuju dengan itu. Anak usaha bukan termasuk BUMN. Dewan pengawas syariah itu bukan komisaris. Itu ditempatkan bareng konsultan hukum dan kantor akuntan publik ya seperti advisor kaya law firm itu di sewa oleh dewan pengawas syariah," ujar Bivitri. Ia menyebut akan mengamati dulu jalannya persidangan. Namun ia menilai hakim MK memiliki netralitas karena dipilih oleh pemerintah dan DPR. Sekedar diketahui, pendapat Bivitri juga dikutip oleh tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. |
King of Losers |
13th June 2019, 17:48 |
#4
|
Groupie Member
|
Pengamat Asing Protes Dikutip Prabowo soal Jokowi Neo-Orde Baru
"Tapi mereka menggunakan artikel ini dalam konteks yang tidak lengkap," jelas Tom sebagaimana dikutip detikcom, Kamis (13/6/2019). "Kedua, sangat sulit sekali menyimpulkan bahwa tindakan pemerintahan Jokowi yang saya sebutkan bisa diterjemahkan sebagai bukti kecurangan pemilu yang masif dan terstruktur," tambahnya. |
13th June 2019, 21:27 |
#5
|
|
Registered Member
|
Quote:
|
|
14th June 2019, 06:18 |
#7
|
Mania Member
|
Masih saja ramai ini tentang pemilu, yang serring membuat Indonesia tidak tentram justru orang yang selalu tidak mau menerima kekalahan dengan lapang dada, masih saja mencari kesalahan musuh, untuk menjatuhkan sudahlah
|
Reseller produk pakaian anak brand Ammar Kids. WA 085780124424 |
14th June 2019, 07:45 |
#9
|
Mania Member
|
Dilaporkan ke Peradi, Bambang Widjojanto Dianggap Langgar Etika dan Rendahkan MK
"Pertama, saat BW menerima kuasa dari Prabowo-Sandi masih berkedudukan sebagai pejabat negara yaitu Ketua Bidang Pencegahan Korupsi, Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)," kata Sandi di Kantor Peradi, Kamis. Sandi mengatakan, berdasarkan kode etik advokat, yakni Pasal 3 huruf I Kode Etik Advokat Indonesia, hal itu dilarang. |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer