|
25th May 2018, 16:26
|
|
Mania Member
Join Date: Oct 2011
Posts: 1,036
|
Tulisan Menarik Tentang Kritikan Pemberitaan Teroris di Sebuah Media
Tulisan menarik mengenai penulisan berita di media online
Quote:
BAGAIMANA TRIBUNNEWS MEMBANTU TERORISME?
Without communication, terrorism would not exist.â âMarshal McLuhan (peneliti remotivi)
Teror yang terjadi di Depok, Surabaya, dan Pekanbaru ikut meledak di berbagai kanal media, mengantarkan ketakutan dalam perbincangan sehari-hari kita. Terorisme memang peristiwa besar yang membutuhkan perhatian khusus dari media. Ia menyangkut keselamatan banyak orang.
Terorisme adalah tindakan kriminal yang unik. Sementara bentuk-bentuk kejahatan lain dilakukan secara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan, terorisme justru butuh panggung. Tujuan terorisme memang bukan pembunuhan atau kerusakan fisik, melainkan penyebaran rasa takut ataupun ancaman. Di titik ini, hubungan media dan terorisme menjadi dilematis.
Kita butuh media melaporkan peristiwa teror, tapi bukan mereproduksi teror itu sendiri. Karenanya, di banyak negara, profesional jurnalis merancang secara khusus etika liputan peristiwa teror. Di Indonesia, AJI dan Dewan Pers membuat "Panduan Jurnalis Meliput Terorisme". Tujuan umum dari pengaturan etika semacam ini adalah memastikan bahwa peliputan peristiwa teror tidak memperluas teror itu sendiri dengan pemberitaan yang tergesa-gesa dan tidak akurat. Memang, peristiwa besar semacam aksi teror akan menyedot perhatian besar, sehingga perusahaan media kerap dipergoki memungut remah-remah sensasionalisme demi mengais rating. Praktik ini bisa mendatangkan mudharat yang lebih besar karena bakal membuat publik gagal memahami peristiwa secara utuh.
Dalam panduan meliput terorisme yang dikeluarkan oleh Dewan Pers, salah dua praktik yang paling terkutuk adalah eksploitasi etnisitas atau agama pelaku teror, atau glorifikasi tindakan teror. Dengan kata lain, saat meliput teror, media diharapkan bukan cuma bekerja sebagai saluran informasi semata, melainkan bekerja memastikan pembingkaian peristiwa teror tidak melukai kewarasan publik.
Secara umum, dibanding tahun-tahun sebelumnya, media telah berbenah dalam hal bagaimana melaporkan terorisme. Praktik mengobral wajah keluarga pelaku tak lagi jamak, sehingga potensi diskriminasi dapat ditekan. Sangat sedikit pula media yang menampilkan gambar mayat dengan kondisi memprihatinkan tanpa diburamkan. Bahkan, beberapa media telah berangkat lebih jauh dengan menghadirkan liputan-liputan yang komprehensif.
Tirto.id misalnya, bukan sekadar melaporkan peristiwa penyerangan Mako Brimob dengan versi polisi, Tirto.id juga mengangkat narasi versi pelaku penyerangan. Meski begitu, Tirto.id tidak lantas memberi karpet merah pada narasi teroris. Keterangan pelaku juga dikonfirmasi pada aparat keamanan dan pengacara pelaku sendiri, sampai didapat kesimpulan bahwa narasi polisilah yang lebih masuk akal.
Namun, lepas dari kabar menggembirakan ini, pemberitaan sensasional dan jurnalisme teror masih dapat kita temui berseliweran di internet. Tribunnews.com, sebuah portal berita daring milik Kompas Gramedia, adalah salah satu yang paling rajin membuat berita âwowâ mengenai rentetan peristiwa teror yang belakangan terjadi. Sebagai salah satu media milik Kompas Gramedia, Tribunnews memang pantas disebut sebagai âtuyulnya Kompas-Gramediaâ[1]. Ia bertugas mencuri klik (uang) sebanyak-banyaknya. Jangankan isu terorisme. Dalam keadaan tidak ada teror sekalipun, Tribunnews kerap membuat berita teror sensasional macam, rumah Nikita Mirzani ditanami santet, atau soal Jenita Jannet yang ditabrak jin di panggung. Bagi Tribunnews, serangan teror artinya rezeki nomplok.
|
|
|
Think Before Posting
Last edited by rajabuncit; 25th May 2018 at 16:30..
|
25th May 2018, 16:27
|
|
Mania Member
Join Date: Oct 2011
Posts: 1,036
|
Quote:
Sensasionalisme
Sampai hari ketika saya menulis ini, Tribunnews telah menurunkan 100 berita dalam tagar âÂÂMako brimobâÂÂ, 240 berita di bawah tagar âÂÂbom SurabayaâÂÂ, dan 90 berita di bawah tagar âÂÂMapolda RiauâÂÂ. Besarnya kuantitas pemberitaan ini menandai srategi pertama Tribunnews, yakni mengeksploitasi kasus teror dengan memproduksi sebanyak mungkin berita. Kebanyakan artikel tersebut tentu bukan artikel âÂÂbergiziâÂÂ, melainkan berita tambal sulam yang ditulis ulang dengan penambahan sedikit saja data di sana-sini.
Rabu, 9 Mei 2018, sehari selepas peristiwa pemberontakan napi teroris di Mako Brimob, Tribunnews menurunkan 30 artikel dengan judul yang memuat kata âÂÂMako BrimobâÂÂ. Padahal, sebagaimana dilaporkan oleh Tirto.id, âÂÂPolisi irit komentar tentang kasus kerusuhan di Mako BrimobâÂÂ. Bahkan, wartawan lebih dulu tahu soal terbunuhnya lima anggota Polri lewat rekaman video yang disebar oleh media-media ISIS. Pertanyaannya, informasi apa yang dibuat dalam 30 artikel yang diturunkan oleh Tribunnews? Jawabnya sederhana, kanal berita itu memungut remah-remah di sekitar peristiwa. Mulai dari berita tentang kabar Ahok yang ditahan di rumah tahanan yang sama, hingga berita soal warga yang asyik menonton liga Inggris di depan polisi yang tengah berjaga. Seperti kata pepatah, tak ada rotan akar pun jadi, tak ada informasi baru maka remah-remah peristiwa pun dipungut.
Demi menjaga momentum sensasionalisme pun jadi resep jurnalisme Tribunnews. Dalam serangan Mapolda Riau yang menewaskan Ipda Auzar, Tribunnews menurunkan berita mengenai keseharian Ipda Auzar semasa hidup. Mulai dari kebiasaannya solat Dhuha hingga pernyataan atasan Ipda Auzar yang mengenalnya sebagai ustadz dan guru mengaji. Pemberitaan semacam ini seolah hendak mengatakan bahwa kekejaman terorisme kian parah ketika yang menjadi korban adalah seorang alim. Niat mendulang simpati pembaca berakhir dengan membuat hirarki korban atas dasar agama.
Tribunnews tak berhenti dengan hanya mengeksploitasi identitas agama dari korban. Identitas istri terduga pelaku pun diolah sedemikian rupa. Hal ini misalnya terlihat dari berita yang menekankan cadar dari sang istri. Model pemberitaan semacam ini tentu berpotensi menimbulkan diskriminasi pada mereka yang bercadar. Indikasi ini terlihat dari komentar-komentar dalam channel Youtube Tribunnews yang berbunyi, âÂÂPantesan istri Terrorist selalu bercadar..tapi bukan berarti yg bercadar semua pasti istri Terrorist lo yaa.. hehheheeâÂÂ.
Lebih dari sekadar diskriminatif, pemberitaan semacam ini justru berpotensi gagal membantu publik memahami terorisme. Sebagaimana kita tahu, teroris tak memiliki seragam. Alih-alih meningkatkan kewaspadaan publik pada pelaku teror dengan membantu memahami ideologi yang melatarbelakangi teror, berita semacam ini justru dapat mengendurkan kewaspadaan publik dengan semata mengajak publik mengenali terorisme sebatas pada atribut pakaian.
Upaya untuk mengemas sensasionalisme mencapai puncaknya ketika Tribunnews menulis berita mengenai teroris ganteng. Berita mengenai terduga pelaku yang tertangkap oleh Densus 88 di Tangerang dikemas oleh Tribunnews dalam bingkai kesaksian warga yang mengenal terduga sebagai pria yang banyak âÂÂdigilaiâ wanita di lingkungannya.
Kreativitas Tribunnews tak terbatas pada paras tampan. Jika tak ada teroris ganteng, kenapa tidak sekalian minta selebritas berkomentar soal terorisme? Inilah yang dilakukan oleh Tribunnews dengan memuat komentar Dedy Corbuzier dan Nikita Willy. Pendapat kedua orang ini tentu tidak relevan dalam membantu publik memahami peristiwa yang terjadi, namun memang bukan itu yang jadi perhatian Tribunnews. Berita tentang pendapat kedua artis itu hanyalah gula-gula untuk memancing klik pembaca.
Dalam berita-berita Tribunnews, sengeri apapun peristiwa teror bisa disulap menjadi gosip murahan ala infotaiment. Inilah mengapa mereka jadi âÂÂtuyulâ jurnalisme daring yang paling sukses, lihat saja rangkingnya di Alexa.
Misinformasi dan Glorifikasi Teror
Petualangan mencuri untung membawa Tribunnews makin jauh dari jurnalisme, dengan memuat misinformasi. Hal ini tampak misalnya, dari berita yang memuat pernyataan Ahmad Dhani mengenai adanya konspirasi kuasa gelap di balik bom Surabaya. Omong kosong yang dinyatakan oleh seorang yang tak memiliki kredibilitas apapun dalam isu terorisme ini dihadirkan ke muka publik tanpa kritik ataupun verifikasi. Berita jenis ini, ketimbang mempersatukan publik untuk sama-sama melawan terorisme, justru menabur bibit perpecahan dan memberi angin pada terorisme.
Seolah omong kosong Ahmad Dhani belum cukup, Tribunnews juga menggelar karpet merah pada teroris. Hal ini dilakukan dengan memuat utuh surat seorang pelaku teror di Mapolda Riau yang berisi seruan untuk memerangi kafir dan ancaman pada polisi (kelompok thogut).
âÂÂSungguh kami akan terus memerangi kalian walaupun salah satu dari kami akan terbunuh, itu adalah hal kecil bagi kami demi tegaknya ajaran Allah di muka bumi ini. Karena kami tidak ridho diatur oleh aturan kafir yang kalian ada-adakan dan sungguh kami akan terus berperang hingga diri ini semata-mata hanya untuk Allah dan hanya Allah saja yang ada di ibadahkuâÂÂ.
Seperti halnya pernyataan Ahmad Dhani, tidak ada satu pun kritik atau pembingkaian yang berupaya menghindari artikel ini menjadi glorifikasi atas terorisme. Absennya kerangka kepentingan publik dalam seleksi informasi, verifikasi data dan informasi, ataupun pembingkaian yang mengkritik ideologi teror sesungguhnya adalah ciri umum jurnalisme Tribunnews dalam meliput terorisme. Ia memang tidak bekerja dengan kerangka jurnalisme.
Tribunnews lebih tepat disebut sebagai pedagang informasi yang punya motto âÂÂpalugadaâ (apa lo minta gue ada). Jurnalisme Tribunnews tidak mengajak pembacanya untuk memahami apa yang benar, melainkan menyediakan seluruh narasi yang dikehendaki pembacanya, peduli setan apakah informasi tersebut akurat atau hasil imajinasi liar figur publik sontoloyo. Tribunnews, punya berita untuk mereka yang cinta NKRI, mereka yang beriman pada teori konspirasi, pendukung teroris, penyuka Nikita Willy, atau buat Anda yang sekadar penasaran dengan teroris ganteng.
Jurnalisme Tribunnews adalah anarki pasar; jurnalisme Tribunnews cuma punya satu saringan: sensasi yang menyedot perhatian. Dengan cara ini, mungkin Tribunnews bermaksud mewadahi segala macam kebutuhan pasar. Namun, dengan berlaku demikian, sesungguhnya Tribunnews tengah memberi teroris apa yang mereka paling inginkan: perhatian dan wadah untuk menyampaikan pesan. []
SUMBER
|
Sepertinya tak hanya media online tribunnews saja sih. Media online lain juga ingin menarik pembaca sebanyak-banyaknya. Karena tanpa Unique Visitor dan Page View yang tinggi bagaimana bisa media online akan memperoleh iklan.
Karena masalah dapur media, tak jarang media tak lagi memikirkan bagaimana sebuah berita tak hanya sekedar memberikan informasi tapi juga mendidik pembaca.
Harusnya si penulis berita atau redaktur juga memikiran dampaknya sebelum sebuah tulisan dipublish. Apa berdampak buruk pada pembacanya. apakah berita yang diuat bermanfaat untuk orang banyak atau tidak.
Kembali ke pembaca, media apa yang layak untuk dibaca. Jangan termakan dengan judul yang sensasi.
|
|
Think Before Posting
Last edited by rajabuncit; 25th May 2018 at 16:34..
|
25th May 2018, 17:01
|
|
Mania Member
Join Date: Jun 2017
Posts: 4,613
|
Kalau pintar gak bakal dibodohi orang
|
|
|
25th May 2018, 17:29
|
|
Banned
Join Date: Oct 2017
Posts: 3,133
|
Pemberitaan berulang ulang menekankan pd cadar akan menimbulkan diskriminasi.
Yaelah salaman sama tetangga seagama aja kaga mau, merasa dirinya lebih suci, sekarang malah ngaku jadi korban diskriminasi, kwkwkw
|
|
|
25th May 2018, 18:38
|
|
Addict Member
Join Date: May 2017
Posts: 294
|
Quote:
Originally Posted by rajabuncit
Sepertinya tak hanya media online tribunnews saja sih. Media online lain juga ingin menarik pembaca sebanyak-banyaknya. Karena tanpa Unique Visitor dan Page View yang tinggi bagaimana bisa media online akan memperoleh iklan.
Karena masalah dapur media, tak jarang media tak lagi memikirkan bagaimana sebuah berita tak hanya sekedar memberikan informasi tapi juga mendidik pembaca.
Harusnya si penulis berita atau redaktur juga memikiran dampaknya sebelum sebuah tulisan dipublish. Apa berdampak buruk pada pembacanya. apakah berita yang diuat bermanfaat untuk orang banyak atau tidak.
Kembali ke pembaca, media apa yang layak untuk dibaca. Jangan termakan dengan judul yang sensasi.
|
Saya pikir harusnya redaksi detiknews juga bisa ambil pelajaran dari tulisan ini. Penggiringan opini publik melalui media massa dengan mengutip narasumber anonim dibalik sebutan netizen jelas tidak memenuhi kaidah jurnalistik.
Kebodohan media masa dengan bermacam motif jelas merugikan perkembangan kemajuan cara berfikir masyarakat.
Sadarkah kalau detiknews juga 11-12 dengan Tribunnews?
|
|
|
28th May 2018, 11:49
|
|
Addict Member
Join Date: May 2012
Location: dihatimu yang
tulus @SevyKD
Posts: 325
|
Quote:
Originally Posted by r4ng3r
Saya pikir harusnya redaksi detiknews juga bisa ambil pelajaran dari tulisan ini. Penggiringan opini publik melalui media massa dengan mengutip narasumber anonim dibalik sebutan netizen jelas tidak memenuhi kaidah jurnalistik.
Kebodohan media masa dengan bermacam motif jelas merugikan perkembangan kemajuan cara berfikir masyarakat.
Sadarkah kalau detiknews juga 11-12 dengan Tribunnews?
|
eike suka dengan kalimat ini -> Kebodohan media masa dengan bermacam motif jelas merugikan perkembangan kemajuan cara berfikir masyarakat.
|
|
|
30th May 2018, 07:43
|
|
Banned
Join Date: May 2018
Posts: 7
|
aaa
hahaada ada aja yaa
|
|
|
31st May 2018, 14:59
|
|
Addict Member
Join Date: Mar 2018
Posts: 143
|
"Kita butuh media melaporkan peristiwa teror, tapi bukan mereproduksi teror itu sendiri."
|
|
|
22nd June 2018, 14:23
|
|
Registered Member
Join Date: Dec 2017
Posts: 48
|
Semua org mengutuk terorisme. Ada benarnya juga sih. Tapi sebaiknya bukan itu aja yg dilakukan orang. Kita ni perlu cari apa akar penyebab kejadian2 semacam itu. Aku harap orang-orang ini bakal nemukan jalan yg benar.
|
|
|
22nd June 2018, 18:30
|
|
Mania Member
Join Date: Sep 2016
Posts: 6,000
|
Quote:
Originally Posted by mulsan008
Semua org mengutuk terorisme. Ada benarnya juga sih. Tapi sebaiknya bukan itu aja yg dilakukan orang. Kita ni perlu cari apa akar penyebab kejadian2 semacam itu. Aku harap orang-orang ini bakal nemukan jalan yg benar.
|
penyebabnya:
salah paham atau paham salah
keknya yang kedua
|
|
|
detikNews
........
|