HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Rabu, 2024/03/28 12:03 WIB
Harvey Moeis Suami Sandra Dewi Tersangka Korupsi Timah, Pakai Rompi Pink
-
Rabu, 2024/03/28 12:33 WIB
Penampilan Ammar Zoni Berjenggot Saat Tiba di Kejari Jakarta Barat
-
Rabu, 2024/03/28 12:52 WIB
Lolly Pulang ke Indonesia, Nikita Mirzani: Dia Dideportasi dari Inggris
-
Rabu, 2024/03/28 16:10 WIB
Momen Langka, 3 Anak Michael Jackson Berpose Bersama di Karpet Merah
-
Rabu, 2024/03/28 16:36 WIB
Celine Evangelista Makin Serius Dalami Islam
-
Rabu, 2024/03/28 12:44 WIB
Pemain Sinetron Ojek Pengkolan, Sopyan Dado Meninggal Dunia
|
Thread Tools |
23rd August 2014, 01:15 |
#1701
|
Mania Member
|
PAKET MUSIK NON-KOMERSIAL (TVRI PROGRAMA 1 - MINGGU, 24 MARET 1991 Pkl: 21.35 WIB)
AKHIRNYA Mozaik Musik ditayangkan setelah beberapa kali ditangguhkan. Konon, penangguhan ini akibat syuting dan ‘editing’ terhambat. Ketika syuting, Titiek Hamzah sebagai produser merangkap penyanyi, mengalami musibah, kakinya terkilir. Belakangan, semuanya tuntas dan penayangannya sudah pasti malam itu, Minggu (24/3/91) pukul 21.35. supaya pemirsa bersiap menyaksikannya. Publikasi telah dilakukan sejak Jumat malam (22/3/91), di sela-sela perpindahan acara dan menjelang Dunia Dalam Berita.
Selintas pandang, paket musik ini tampil sama dengan paket musik lainnya. Ada baris lirik, ada karaoke (Morning Has Broken), ada cuplikan rekaman panggung, Kantata Takwa, malah ada lagu anak-anak Potong Bebek (Nusa Tenggara Barat). Teknik penyajian secara visual, biasa dengan teknik “chromakey” yang belakangan itu sedang nge-trend di televisi. Sama dengan paket sejenis lainnya, Mozaik Musik pun berhasil menutupi cuaca murung dan kemiskinan musik pop Indonesia, setidaknya di layar televisi. Akan tetapi, di lain pihak, Mozaik Musik termasuk paket non-komersial setelah Nada dan Irama, Telerama, Irama Keroncong, Chandra Kirana, atau Irama Qasidah. Disebut non-komersial, karena harus dibedakan dengan paket musik lainnya yang komersial: yaitu Aneka Ria Safari, Selekta Pop, Album Minggu Ini, atau Aneka Top. Dalam paket komersial, lagu-lagu yang ditampilkan lebih bersifat promosi. Jadi, pihak produser harus mengeluarkan biaya promosi termasuk untuk honor artis. Sebaliknya, dalam paket non-komersial, pihak TVRI-lah yang harus mengeluarkan biaya untuk kepentingan acara tersebut dan honor artis ala kadarnya. Nah, Mozaik Musik merupakan salah satu dari sekian paket musik non-komersial produksi TVRI. “Acara ini bahkan kebanggaan pak Ishadi, Direktur Televisi,” kata seorang kerabat kerja TVRI saat syuting. Dari sepuluh lagu yang tampil, tiga di antaranya lagu berbahasa Inggris, satu sambungan dua lagu lama Tonny Koeswoyo, satu lagi lagu telah dikenal yang tampil dalam bentuk rekaman panggung (Kantata Takwa). Jadi, cuma ada empat lagu pop Indonesia, itupun tiga di antaranya ciptaan Titiek Hamzah. Keluarga Muchsin Alatas-Titiek Sandhora (dua anak wanita dan satu pria remaja – waktu itu – bernama Bobby, mantan penyanyi cilik), membawakan lagu lama Morning Has Broken (Cat Steven) secara bergantian. Para pemirsa di rumah bisa ikut nyanyi. Karena lagu ini disajikan dengan gaya karaoke lengkap dengan teksnya di layar TV. Titiek Hamzah yang berperan di belakang layar, muncul pula ke hadapan pemirsa, dengan lagu When I Falling Love. “Setting” ketika lagu ini muncul, agak unik di sekitar istal kuda milik Herman Sarens Sudiro. Di tempat inilah, Titiek Hamzah sempat mengalami musibah itu. Secara keseluruhan, Mozaik Musik atasu Musik Mozaik, tidak berbeda dengan paket lainnya yang bisa ditayangkan televisi (kecuali Kamera Ria atau Aneka Ria Safari yang makin terasa monoton, baik musik maupun “setting”-nya). Dari berbagai tayangan paket musik di TVRI, baru bisa mengusik mata jika unsur musiknya berhasil mengusik rasa. Maka, penampilan keseluruhan suatu paket hiburan musik, bisa dibuat hambar, hanya karena impor musiknya hambar. Kesimpulannya, musik populer yang tampil dalam berbagai paket di TVRI, bisa cukup menjelaskan, seberapa besar dia tarik paket musik itu. Daftar penyanyi dan lagu dalam Mozaik Musik edisi 24 Maret 1991: Renny Jayusman – Perjalanan Panjang Utha Likumahua – Diam Sejenak Didi Mirhard – Ke Jakarta (Para Peragwan) – Pagi Yang Indah Atiek CB/Ronnie Sianturi – Love Will Lead You Back Widyawati Sophiaan – Both Said Now Titiek Hamzah – When I Falling Love Muchsin Alatas/Titiek Sandhora – Morning Has Broken Kantata Takwa – Kantata Takwa (Kelompok Anak-Anak) – Potong Bebek Angsa (Nusa Tenggara Barat) Tuty – Mama Papa Dok. Pikiran Rakyat, 24 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:16 |
#1702
|
Mania Member
|
Sitti nurbaya (tvri programa 1) kelar, dedi setiadi keluar
APA boleh buat setelah 13 tahun lebih persisnya sejak tahun 1976, Dedi Setiadi mengabdi di TVRI, akhirnya dengan berbagai pertimbangan, sutradara beken ini memutuskan akan meninggalkan TVRI. “Resminya saya jadi orang swasta nanti, setelah Sitti Nurbaya beres. Jabatan saya sebagai kepala sub-seksi drama modern sudah diganti. Saya meninggalkan TVRI sama sekali tidak ada ganjalan apa-apa.,” Dedi menjelaskan tentang karirnya di TVRI.
Pilihan sutradara yang ngetop berkat serial Jendela Rumah Kita (JRK) ini mengaku, berdasarkan pemikiran yang lama. “Dua tahun yang lalu (1989), saya sudah punya niat keluar, jadi nggak benar kalau saya “out” gara-gara sudah beres Sitti Nurbaya,” kilahnya (waktu itu). Ternyata Dedi memang sudah lama memiliki niat ini. Ia ingin mengabdi lewat sanggarnya yang diberi nama “Pesan Sehat” (Perkumpulan Sanggar Seni Senang Hati). Sehingga dirinya punya waktu luang untuk mengangkat dan membina anggotanya yang konon, 90% adalah penganggur. “Saya ajak mereka kerjasama. Jadi figuran atau kru, pokoknya sesuai dengan kemampuannya masing-masing. Idealnya, saya melangkah untuk membuka lapangan kerja. Di sini, kaitannya “Hablum minallah wa hablum minan nas”, tutur Dedi sambil mengutip salah satu ayat suci Al Qur’an dengan lancar. Satu lagi karyanya di TVRI Nah, lanjut Dedi kemudian, itu semua tak bisa didapat di TVRI. “Saya sudah digaji, saya bekerja untuk diri sendiri. Meski begitu, saya tidak bisa melupakan TVRI, bagaimanapun saya besar, saya mengetahui bagaimana cara menyutradarai dengan baik, adalah karena jasa TVRI, tentu di samping saya belajar sendiri,” papar sutradara yang pernah meraih dua piala Vidia lewat sinetron Karina di tahun 1987 dan Pemahat Borobudur di tahun 1989. Sebagai langkah awal, sutradara putra Priangan ini (waktu itu) akan mengarap sinetron Menanti Mentari Pagi sebanyak 12 episode. “Kontrak pertama enam episode. Ini hasil kerjasama Depsos dan Lamtorogung. Pemutarannya di TVRI. Jadi, pemirsa masih bisa menikmati karya saya di TVRI, Cuma bedanya status saya nanti jadi sutradara tamu,” urai pria (yang waktu itu) berusia 38 tahun ini. Dok. Pikiran Rakyat, 24 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:17 |
#1703
|
Mania Member
|
GRUP SIRKUS BAROCK MASUK TALARAGA (TVRI BANDUNG-KAMIS, 14 MARET 1991 Pkl: 21.35 WIB)
TAYANGAN acara Talaraga produksi TVRI Stasiun Bandung bulan Maret 1991 ini, telah memasuki episode 30. Cukup tinggi angka yang bisa dicapai dalam produksi musik, bahkan tetap bertahan pada pola siarannya, meski persaingan acara suguhan musik di televisi semakin sengit belakangan itu. Kalau tak ada perubahan, acara Talaraga (waktu itu) akan digelar Kamis, 14 Maret 1991 pukul 21.35 seusai acara Dunia Dalam Berita.
Paket ini seperti biasa menyajikan keragaman musik maupun nama artis yang hampir semua dikenal publik. Deretan nama artis ini, misalnya saja Mel Shandy, rocker yang pandai melantunkan ayat-ayat suci Al Qur’an ini semakin mantap saja vokalnya yang ngerock. Biang Keladi hasil racikan Areng Widodo dipadu dengan sentuhan gambar “chromakey”, atau sisipan “video clips” serta “smoke machine”, membuat nilai tersendiri, meski Mel hanya tampil sendiri di panggung teve. Penyanyi rock lainnya adalah Micky Rainbow, Micky lewat lagu Langkah Kehidupan (Deddy Dores) tetap memilih jalur rock. “Lingkungan kehidupan saya sudah terkondisikan dengan warna rock. Paman saya kan pemain band rock,” ujar Micky yang asli Bandung. Sirkus Barock Dua grup musik seperti Favorite’s 91 dan Sirkus Barock yang dimotori Sawung Jabo membawakan lagu Sirkus Putih (ciptaan Inisisri/Sawung). Musik Sawung selalu ekspresif terasa menyulut, bahkan membakar. Pria kelahiran Surabaya, 14 Mei 1951 ini lebih suka berdiri pada posisi musiknya. Jangan cari warna Swami atau kelompok Kampungan dalam grup Sirkus Barock ini. Yang pasti, Jabo lebih memilih kebebasan berekspresi. Dan itu akan terlihat jelas, dalam paket yang syutingnya di alam bebas dan di luar studio, di sebuah diskotek, sementara itu. Favorite’s 91 untuk lagu Kemuning yang pernah dinyanyikan Hetty Koes Endang tampil “full” badan, dibantu paduan suara Lex’s Trio. Lina Mcyenan, penyanyi asal Bandung, dalam paket ini menggiring kakak kandungnya sebagai penari latar untuk lagu Nadia. Sedangkan Areng Widodo yang pernah meraih piala Citra kategori ilustrasi film FFI (Festival Film Indonesia) 1990 ini tampil pula mengiringi Oki Oktaviani untuk lagu Jangan Renggut Cintaku. Areng ditemani Rere dari Grass Rock dan Totok dari Elpamas. Yang tampil tenang Atiek CB pada nomor Maafkanlah (ciptaan Cecep SA). Istri Ronnie “Trio Libels” (saat itu) ini, tampil dengna serba hitam yang ketat lengkap dengan kacamata khasnya. Syuting di diskotek, sementara itu Inka Christie tetap menyanyikan lagu Cinta Kita tanpa pendamping Amy Search dari Malaysia. “Rasanya, saya bebas berteriak sendiri tanpa Amy,” komentar Inka. Tiga penyanyi yang juga tidak kalah menariknya adalah Emma Ratna Furri, Evie Tamala, dan Yanti Aryanto, putri artis pop Sunda, Etty Aryanto. “Yang membuat saya bahagia, paket ini didominasi artis Safari Jabar,” tutur koordinator artis Tetty Kadi di sela-sela syuting. Daftar penyanyi/lagu dalam Talaraga edisi 14 Maret 1991: Mel Shandy – Biang Keladi Evie Tamala – Aduh Sayang Micky Rainbow – Langkah Kehidupan Oki Oktaviani – Jangan Renggut Cintaku Favorite’s 91 – Kemuning Sirkus Barock – Burung Putih Yanti Aryanti – Karunya Inka Christie – Cinta Kita Lina Naejenan – Nadia Atiek CB – Maafkanlah Pengarah acara: Drs. Herribertus Pembawa acara: Dra. Ida Rosdiana Koordinator: Tetty Kadi Dok. Pikiran Rakyat, 10 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:18 |
#1704
|
Mania Member
|
Kecewa karena tak peka terhadap masyarakat jatim, komisaris utama sctv undurkan diri
PENGELOLA siaran televisi swasta: SCTV (Surya Citra Televisi) Surabaya, dinilai kurang peka terhadap aspirasi masyarakat Jawa Timur. Sejak mengudara tujuh bulan sebelumnya (Agustus 1990), timbul gelombang protes dari masyarakat maupun tokoh pendidikan di Jatim terhadap program penyiaran yang dinilai mengganggu dan tak layak ditonton anak-anak sekolah.
Protes dan kritikan ini belum memperoleh perhatian dari pihak pengelola (saat itu). Penayangan beberapa film seri yang lebih banyak memamerkan “sekwilda” (sekitar wilayah dada) dan “bupati” (buka paha tinggi-tinggi” masih tetap dilakukan. Malahan, film seri Wonder Woman yang menampilkan tokoh utama wanita dengan berpakain minim ini ditayangkan sore hari sehinga dapat ditonton anak-anak. Semula film seri keperkasaan wanita ini ditayangkan seminggu sekali pada acara terakhir. Program SCTV ini bukan hanya mengecewakan tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh pendidikan di Jatim saja, tetapi juga mengecewakan komisaris utama SCTV, H. Raden Panji Muhammad Noer, yang mantan Gubernur Jatim (1967-1975). Minggu ketiga Maret 1991 lalu, tokoh yang disegani masyarakat Jatim ini mengajukan permohonan pengunduran diri sebagai komisaris utama perusahaan televisi swasta Surabaya itu. Alasannya, bukan hanya sekadar merasa keewa terhadap program-program yang ditayangkan SCTV selama itu, tetapi juga karena pihaknya tidak pernah diajak bicara masalah program siaran itu. Bahkan permintaannya, untuk mengadakan tim penyeleksi program siaran tidak pernah dipenuhi. Keslaahan baru Belum sirna pembicaraan tentang pengunduran diri mantan Gubernur Jatim dari komisaris utama SCTV, televisi swasta ini membuat kesalahan baru dengan menayangkan demonstrasi memasak daging babi pada saat umat Islam di Jatim menunggu saat berbuka puasa. Televisi swasta di Surabaya ini mempunyai program acara rutin demonstrasi memasak seminggu dua kali. Yaitu pada hari Senin, dengan acara Wok with Yan yang menampilkan masakan Cina dan hari Rabu dengan acara menampilkan masakan Eropa. Tidak semua masakan Cina yang ditampilkan dalam acara Wok with Yan itu menggunakan menu daging babi. Karena banyak juga menggunakan bahan masakan dari ikan laut. Tetapi, apa yang ditayangkan Senin petang (18/3/91) lalu dengan menampilkan masakan daging babi, bersamaan dengan umat Islam menunggu saat berbuka puasa itu dinilai ulama Jatim sebagai tindakan yang sembrono. Penayangan masakan babi yang termasuk jenis makanan haram pada waktu bulan puasa itu, dianggapnya sangat menyinggung perasaan umat Islam. Ketua MUI Jatim, KH Misbach sangat menyayangkan penayangan acara itu karena kurang tepat waktunya. Dan mengharapkan kepada SCTV untuk meninjau kembali semua jenis siaran yang dapat mengganggu kerukunan hidup umat beragama. KH Misbach yang mengaku mendapat telepon yang bernada protes dari pemirsa yang melihat acara itu menilai SCTV semakin lepas kontrol, terutama pada pemutaran film yang tidak mendukung suasana ibadah pada bulan suci Ramadhan ini. Kecolongan Dengan adanya protes dan kritikan terakhir tentang penayangan masakan daging babi itu akhirnya pisah. SCTV mengaku kecolongan. Direktur utama SCTV, Drs. Slamet Supoyo, Ak., mengaku materi penayangan Senin petang (18/3/91) itu tidak diberitahukan kepadanya selaku direktur utama. Dikatakan, selama itu paket-paket acara SCTV, termasuk acara memasak makanan Cina itu, diterima secara mendadak dari RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) Jakarta, yaitu dua hari sebelum waktu penayangan. “Jika begini, bagaimana dapat menyeleksi program,” katanya. Kendati demikian, pihaknya berjanji (waktu itu) akan membentuk tim seleksi ulang agar tidak terjadi kesalahan serupa. Khususnya, seleksi terhadap materi dari luar negeri yang selama itu diseleksi di Jakarta, di mana SCTV Surabaya tinggal memutar saja, tambahnya. Sementara itu, tentang protes dan kritikan terhadap penayangan film-film yang lebih banyak memamerkan “sekwilda” dan “bupati” menurut salah seorang komisaris SCTV, pihaknya tidak mengerti mana yang dianggap kurang sesuai. Komisaris SCTV yang berasal dari Jakarta ini mengatakan, film-film yang ditayangkan itu sudah lolos sensor BSF (Badan Sensor Film) dan dibelinya dengan harga mahal. Kalau semuanya masih dianggap tidak sesuai, mau apa lagi? Tidak ditayangkan ‘kan rugi. Selanjutnya, anggota komisaris ini mengingatkan SCTV maupun RCTI adalah televisi swasta atau televisi bisnis, sehingga akan merasa rugi apabila film-film yang dibelinya dengan harga mahal itu tidak ditayangkan karena dianggap tidak sesuai. “Mana mungkin ada perusahaan yang mau merugi terus?”, tambahnya. Dikatakan, SCTV yang (ketika itu) baru berusia tujuh bulan (Agustus 1990-Maret 1991), ibarat bayi yang belum bisa apa-apa. Dan pihaknya merasa senang terhadap kritikan-kritikan yang sifatnya membangun, bukan hanya untuk “memukuli” terus menerus atau menyuruh SCTV “lari” tanpa melewati masa “merangkak” atau “berjalan dahulu”, kilahnya. Dok. Pikiran Rakyat, 21 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:20 |
#1705
|
Mania Member
|
KAMERA RIA BEGITU-BEGITU JUGA.. (TVRI PROGRAMA 1 - SENIN, 25 MARET 1991 Pkl: 21.35)
YANG bakal tersaji sangat beragam, Ida Zubaedah Santa Hoki membawakan lagu-lagu dangdut Halo Abang Sayang, Penyesalan Kedua, dan Haruskah Aku Rela. Kemudian Minawati Dewi dengan lagu pop, Buta Cinta, duet adik-kakak Ratih Purwasih dan Endang S Taurina lewat nomor pop: Akhir Cinta, serta duet Victor Hutabarat-Berlian Hutauruk membawakan judul Jumpa.
Dan yang menjadi merek Kamera Ria, disuguhkannya lagu bertem pembangunan atau patriotik. Kali ini dibawakan kelompok paduan suara yang tergabung dalam ikatan ibu-ibu, istri AU (karena paket edisi Maret 1991 ini TNI-AU). Kunci saja, tiga lagu tersebut: Majapahit oleh Pia Ardya Garini Mabes AU, lagu heroik Kebyar-Kebyar ciptaan (alm) Gombloh – digelorakan Pia Aratya Garini Lanuma Iswahyudi, Madiun, serta Mars TNI AU diterapkan Pia Ardya Garini Lanu Adi Sucipto, Yogyakarta. Di samping itu, konon ditampilkan penyanyi rock Mel Shandy. Syuting dilakukan di sejumlah lokasi seperti Lanuma Iswahyudi di Madiun dan Adi Sucipto di Yogyakarta, juga kawasan wisata telaga Sarangan dan tempat lain di sekitar dua kota itu. Ciri khas Seperti halnya paket komersial lainnya, Kamera Ria pun diurus oleh koordinator – dalam hal ini Koordinator Artis Safari – yang bekerjasama dengan Pusat Penerangan ABRI dengan tugas penggarapan dan penayangan oleh TVRI. Barangkali siapa yang berada di belakangnya – Safari, Puspen, ABRI, dan TVRI tentunya – memposisikan Kamera Ria relatif lebih konsisten dengan ciri khasnya. Ini pulalah yang lalu membedakannya dengan paket-paket lain yang cenderung tak beda satu sama lain. Tengok saja dari segi lokasi syuting, materi paket, dan suasana visual, dan enensi, dan misi paket itu sendiri. Syuting yang memanfaatkan alam terbuka, tempat-tempat penting di lingkungan ABRI dengan ketiga angkatan dan POLRI, serta seringkali mengadakan acara jumpa penggemar di sela-sela kegiatan syuting, bisa disebut sebagai penjabaran misi paket yang natural, keakraban dan kebersamaan antara artis ABRI dan rakyat sekitar. Di samping apresiasi penonton terhadap ABRI-nya. Tak aneh, jika lokasi syuting sering harus berpindah-pindah. Menonton Kamera Ria, mungkin tak banyak beda jika hanya menyimak materi suguhan. Tak lebih dari sajian lagu-lagu dangdut, pop, rock, dan lainnya. Bahkan, dominasi dangdut seringkali terjadi dalam paket-paket Kamera Ria. Namun, yang tak bisa diabaikan adalah kehadiran lagu-lagu bertemap embangunan, patriotik, heroik, atau tema-tema nasionalisme lainnya. Sesuai dengan sifat lagu, kelompok paduan suara pun selalu ketiban tugas. Dan paduan suara ini ditugaskan pada korp di lingkungan TNI ABRI yang kebagian tugas mengisi. Misalnya, pada paket ini, TNI AU yang punya kerja, maka ketiga paduan suara pun diambil dari lingkungan TNI AU pula, dan seterusnya. Tak usah dulu disimak kemonotonan materi penyajian, kesederhanaan teknik artistik visual, atau “setting” yang terlampau natural. Namun boleh diakui, Kamera Ria cenderung lebih konsisten mempertahankan ciri khasnya. Mau atau tak, penonton lebih mudah membedakan, itulah Kamera Ria. Dan justru ini nilai lebih paket ini ketimbang paket-paket lain yang terlampau dinamis dan improvitatif, tapi.. melupakan ciri khasnya. Meski terkadang saja. Dok. Pikiran Rakyat, 24 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:21 |
#1706
|
Mania Member
|
Jabatan baru bagi orang teater, tvri bandung tak perlu dirombak besar-besaran
GERAK tubuh dan tekanan suaranya, mengingatkan pada orang yang tengah memainkan lakon dalam teater. Wajahnya seolah mengekspresikan setiap kalimat yang diucapkannya. Begitu pun tangan dan anggota tubuh lainnya lentur menampilkan gerak teatrikal. “Saya memang orang teater. Teguh Karya (alm) itu kakak kelas saya ketika di ATNI (Akademi Teater Nasional Indonesia),” kata Halim Nasir, kepala TVRI Stasiun Bandung yang baru dilantik, menggantikan Drs. Gunawan Subagio.
Menjadi orang pertama di TVRI Bandung, dirasakan Halim sebagai kejutan luar biasa. Ia sama sekali tidak menyangka bila harus pindah ke Bandung begitu cepat. Maklum, di TVRI Pusat, ia menjabat kepala bidang perencanaan siaran baru satu tahun. “Menurut kebiasaan, paling tidak, saya di Jakarta harus tiga hingga empat tahun,” ujar mantan kepala bidang pengajaran MMTC di Yogyakarta itu. Ia mengakui, kepindahannya ke Bandung tidak memiliki persiapan apa-apa. Ini gara-gara Deppen begitu ketat memegang rahasia jika akan memindahkan seorang pejabat yang ada di bawah lingkungannya. “Andai sebelumnya saya tahu mesti pindah ke Bandung, persiapan itu mungkin saya buat lebih dulu,” kata Halim, yang terus terang merasa bangga mendapat kepercayaan memangku jabatannya yang baru. Jabatan Halim di Bandung, baru efektif tanggal 11 Maret 1991 lalu. Namun, beberapa hari sebelumnya ia telah berada di Bandung, melakukan pendekatan di tempat kerjanya, waktu itu, untuk sementara ia menginap di hotel. Lantaran belum siap mengisi rumah dinas yang akan ditempatinya. “Sekarang (Maret 1991), saya sudah menempati rumah yang dulu diisi pak Gunawan Subagio,” kata Halim, suami dari Ny. Iin Djuaningsih. Di Bandung menggelandang Kehadirannya di Bandung, mengingatkan Halim pada tahun 60an. Ia sempat menyusuri jalan-jalan kota dan bergabung dengan seniman teater kota kembang ini. “Kalau makan, biasanya di warung Ampera Kebon Kalapa. Apa masih ada, ya?”, kata Halim mengenang. “Ah, saya jadi rindu bertemu Suyatna Anirun (seniman teater dan belakangan itu redaktur koran Bandung Post, red).” Latar belakang pendidikan Halim di teater, memberi visi dalam setiap kerjanya. Malah, ia mengharapkan agar semua kru TVRI Bandung, mengerti tentang teater. Mengerti teater berarti tahu komposisi dan bakal bisa menyajikan objek yang memiliki nuansa. Pengalamannya mengajar di MMTC, akhirnya mengetahui bahwa banyak kru TVRI lemah dalam menuangkan sesuatu yang memiliki nuansa. “Tapi, saya pernah membawa gambar pelukis Affandi dalam kelas. Saya minta semua siswa mengamati dan memberikan komentar atas gambar itu. Hasilnya? Ada yang menyebut bahwa lukisan potret diri Affandi menyiratkan karakter seseorang yang keras, dll. Nah, adanya jawaban seperti itulah yang saya inginkan nanti di TVRI Bandung, untuk masyarakat. Memperlihatkan benda mati, tapi bisa bicara banyak,” ujar Halim. Mengefektifkan yang ada Langkah pertama yang (saat itu) akan dilakukan Halim, mengefektifkan semua perangkat yang ada, dimulai dari manusianya hingga peralatannya. Menangani TVRI Stasiun Bandung, kata Halim tak perlu perombakan besar-besaran, apalagi TVRI Bandung memiliki kelebihan dibanding studio-studio TVRI daerah lainnya. “Faktor alat, TVRI Bandung jelas paling hebat. Sumber acara, juga hebat, sumber daya manusianya potensial, mau apa lagi? Kecuali soal duit, siapapun selalu bicara kurang. Tapi bagi saya, itu bukan soal utama. Asal bisa kerja efektif, mutu bisa meningkat,” kata Halim, optimis. Sementara itu, kata Halim, ia sedang menata perangkat yang ada di dalam. Sebab, kehebatan alat saja baginya bukan sesuatu yang dirasakan cukup. “Apa saya mesti teriak-teriak, hei, alat TVRI Bandung itu hebat, lho! Apa cukup begitu? Jika alatnya yang dibanggakan, yang hebat itu ‘kan orang Inggris, yang membuatnya. Nah, bila dengan alat itu, kita tak memberikan apa-apa pada pemirsa, ya tidak ada artinya,” kata bapak berputra lima ini. Menentukan sikap bagi orang-orang televisi, menurut Halim, hal yang sangat perlu. Orang televisi tidak bisa lagi seperti tahun 60an, di mana seolah dialah yang paling tahu tentang “broadcasting”. “Sekarang (1991) tidak bisa lagi begitu. Masyarakat makin kritis. Kita harus tetap berusaha mencari apa yang menjadi kebutuhan masyarakat.” Untuk menjajaki apa yang dibutuhkan masyarakat di TVRI, saat itu Halim tengah melakukan evaluasi terhadap acara yang sudah dibuat oleh Stasiun Bandung selama itu. Namun, itu pun sambil tetap mencari masukan. “Barangkali, nanti saya akan ke DPRD. Sebab, di sanalah barangkali yang pertama mengetahui “needs” (kebutuhan) masyarakat terhadap TVRI Bandung itu.” Walau begitu, pria kelahiran Jakarta tahun 1936 itu, menganggap acara semacam Talaraga, tetap mesti dipertahankan. Tentang kualitasnya, ia mengharap jangan membandingkan dengan luar negeri, karena memang “atmosfer”-nya berbeda. Menjual secara halus Usaha yang harus dilakukan agar semacam Talaraga lebih baik, kata Halim, tinggal mem-“push” (mengangkat). Misalnya, kerjasama dengan pihak luar. Syuting juga “outdoor”, seperti kerjasama dengan diskotek-diskotek. “Apa salahnya kalau nama mereka kita cantumkan pada “credit title”. Yang kita lakukan semacam “bargaining”. Hal itu tidak menyalahi aturan. Karena yang kita lakukan adalah “soft-sell” (menjual barang secara halus), bukan “hard-sell” (menjual barang secara terang-terangan). Maksud saya, kita ‘kan tak mengatakan, mari anda ramai-ramai datang ke tempat ini, sebab tempat ini adalah begini-begini,” kata Halim. Menyajikan acara untuk masyarakat Jabar yang demikian beragam kebutuhannya, dinilai Halim bukan kerja mudah. Keinginan masyarakat di 19 kabupaten dan 4 kotamadya yang ada di Jawa Barat, pastilah berbeda. “Informasi dari daerah Garut misalnya, belum tentu cocok bagi orang Cirebon. Kondisi kedua daerah itu memang berbeda,” kata Halim. Halim Nasir juga pernah menerima usulan. Bagaimana jika setiap adzan maghrib, gambar mesjid ditampilkan bergantian dengan mengambil mesjid yang ada di masing-masing kabupaten? “Bagi saya, itu ide bagus. Setidaknya masing-masing merasa diakui,” ujar Halim. RCTI tak perlu ditakuti Munculnya RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) dan banyak dimilikinya parabola, bagi Halim bukan sesuatu yang perlu ditakuti. Ia tetap optimis, stasiun TVRI Bandung akan tetap hidup. Ia mengumpamakan orang Indonesia yang jalan-jalan ke Paris, setiap hari makan “sandwich”. “Jangankan sebulan, satu minggu saja pasti menjerit minta nasi,” ujar Halim. “Kalau masih “honeymoon”, semua orang pasti menggebu-gebu, tapi lama kelamaan ya bosan juga.” Halim juga mengibaratkan setiap stasiun itu adalah rumah makan. Satu sama lain ada yang beda. Misalnya, ada yang menyajikan makanan Eropa, ada juga yang menyajikan makanan tradisional. Stasiun TVRI Bandung itu, ibarat rumah makan yang menyajikan makanan yang terakhir itu. “Kalau kita akan menyajikan karedok, kita usahakan bagaimana cara menyajikannya. Kalau perlu, kita usahakan menyajikannya dalam wadah porslen yang bersih dan baik. Biar nanti setiap yang memandang, selera makannya timbul. Apalagi kita punya mobal ‘picture quality’ (kualitas gambar) yang baik,” kata Halim, yang didampingi Purnomo, kepala seksi pemberitaan, dan Sudarto, kepala bagian tata usaha, keduanya juga merupakan pejabat baru (saat itu) di TVRI Bandung. Dok. Pikiran Rakyat, 24 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:22 |
#1707
|
Mania Member
|
TOP POP, TANGGA LAGU DI TVRI (MINGGU PAGI, 31 MARET 1991 Pkl: 09.55 WIB)
SETELAH tiga bulan berlalu, Top Pop (TP) kembali mengeluarkan 14 lagu terpopuler selama tiga bulan terakhir itu (Januari-Maret 1991), yang ditentukan lewat data penjualan kaset 14 besar di bursa penjualan kaset. Dan ini tak termasuk lagu populer jenis dangdut, karena memang paket Top Pop hanya untuk lagu-lagu pop yang top.
Tentu saja semua lagu-lagu itu pernah disajikan di paket-paket sebelumnya, baik di Irama Masa Kini (IMK), Aneka Top (AT), dan Selekta Pop (SP), dan paket-paket komersial lainnya. Dan menurut Titto KH, sang pengarah acara, boleh terjadi. “Lagu-lagu di AT kembali tampil di AT berikutnya. Misal masih tetap populer dan tinggi dalam penjualan kaset.” Sajian TP masih bergaya biasa dengan inset visual wawancara singkat atau komentar pembawa acara. Dan untuk kali ini, masih Wilda Afosma menjadi petugasnya. Idealnya, tutur Titto, semua penyanyi diwawancara. “Tapi, kalau mereka nggak bisa, maka pencipta lagu yang tampil. Dan ketika syuting hari pertama yang hadir, tampak Chrisye (alm), Atiek CB, Inka Christie, Eramono & Putut, Connie Dio, Poppy Mercury (almh), Paramitha Rusady, dan Igor Tamerlan. Sementara Nike Ardilla (almh) dan Anggun C Sasmi tak hadir di Studio VII (tempat syuting TP) karena sedang ikut syuting di Balai Sidang Senayan untuk paket Lebaran yang ditangani Titiek Puspa, sedangkan ketidakhadiran Doel Sumbang, DMC Group, Neno Warisman, dan Amiroez, serta Broery Pesolima (alm) tak diperoleh keterangan pasti penyebabnya. Sedangkan Neno dan Amiroez diwakili pencipta lagu yang mereka bawakan, Lagu Untukmu, yaitu Koes Pudjianto. Tak selalu top Menilik sederetan lagu-lagu yang diunggulkan dan masuk TP, ternyata tak selalu menjamin lagu itu benar-benar top dalam arti bergema hebat ledakannya. Teliti saja, Nike Ardilla dan Anggun C Sasmi, dua penyanyi rock yang tahun 1990 lalu masuk nominasi BASF Award dengan hasil Bintang Kehidupan (Nike Ardilla) keluar sebagai juara mengalahkan Mimpi (Anggun C Sasmi), ternyata untuk album mereka kali ini tak begitu dahsyat ledakannya. Malah lagu mereka kali ini, Gaya Remaja (Anggun C Sasmi) dan Nyalakan Api (Nike Ardilla) masih sedikit di bawah peringkat Cinta Kita (Inka Christie/Amy Search). Walaupun Cinta Kita pun masih kalah dari Isabella (Amy Search) yang juga unggulan di BASF Awards 1990. Dengan demikian, TP edisi perdana di tahun 1991 ini belum memperlihatkan tanda-tanda munculnya lagu-lagu yang setaraf dengan lagu-lagu yang diunggulkan dalam BASF Awards tahun 1990 lalu. Meski begitu, 14 lagu di TP edisi Maret 1991 ini memang lagu-lagu unggulan dari lagu-lagu yang ada, terlepas dari perbandingan dengan lagu-lagu unggulan tahun 1990 lalu. Daftar penyanyi/lagu dalam Top Pop edisi 31 Maret 1991: (Alm) Chrisye – Pergilah Kasih Doel Sumbang – Som Se Atiek CB – Maafkan DMC Group – Oo.. Aa.. Ee.. Oo Inka Christie – Cinta Kita Eramono & Putut – Ilusi Connie Dio – Setitik Air (Almh) Poppy Mercury - Terlalu Pagi Anggun C Sasmi – Gaya Remaja (Almh) Nike Ardilla – Nyalakan Api Neno Warisman/Amiroez – Lagu Untukmu (Alm) Broery Pesolima – Siti Nurbaya Paramitha Rusady – Tanpa Dirimu Igor Tamerlan – Bali Vanilli Dok. Pikiran Rakyat, 31 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:24 |
#1708
|
Mania Member
|
ANEKA TOP TAMPILKAN LAGU YANG BELUM NGETOP (TVRI - RABU, 10 APRIL 1991 Pkl. 21.45)
SEPERTI halnya paket-paket lain, Aneka Top (AT) kali ini belum menyuguhkan lagu-lagu yang menggoyang emosi penonton televisi. Buktinya? Belum ada lagu-lagu sekaliber Isabella (Amy Search), Seberkas Sinar, Bintang Kehidupan (almh. Nike Ardilla), Mimpi, atau Tua-Tua Keladi (Anggun C Sasmi), bahkan Ini Rindu (Farid Hardja feat. Lucky Reza).
Memang, bukan salah siapapun kalaupun hingga bulan April 1991 ini belum ada lagu yang sekuat lagu-lagu tadi. Toh, ledakan sebuah lagu itu tak bisa diperkirakan sebelumnya oleh penciptanya sekalipun. Kalau ini diakui oleh sumber-sumber di ASIRI. “Biasanya, ledakan lagu terjadi pertengahan tahun,” kata sumber itu meramal. Bahkan menurut sumber yang enggan ditulis jati dirinya itu, produser, tampaknya “agak malas” memasukkan lagu ke AT. Alasannya, produser itu melihat and mempertimbangkan dampak atau hasil akhir jika lagu-lagunya dimasukkan ke dalam suatu paket. Logikanya, mereka enggan memasukkan ke paket yang dianggapnya kurang greget. Paling tidak, belum mengukir nama besar. Dan ini banyak ditentukan oleh usia paket, sajian paket, kualitas paket, dan publikasi kaset, serta konsistensi konsep paket. Sedangkan usia AT sendiri baru berjalan empat edisi: Januari, Februari, Maret, dan April 1991 ini. Meski begitu, dari segi bentuk penyajian mungkin tak jauh berbeda dengan paket-paket lain. Malah diakui beberapa kalangan di TVRI, semua paket komersial bentuknya begitu-begitu saja. “Mungkin hanya nama saja yang berbeda, walau ada juga ciri khas yang dimiliki setiap paket,” ujar sumber tadi. Variasi sajian Berangkat dari homogenitas (kesamaan) tadi penonton lebih cenderung melihat siapa yang menjadi pengisi dan bagaimana lagu-lagunya. Di samping kreativitas pengaruh acara dalam menyuguhkan setiap paketnya. Sebagai misal, Aneka Top edisi April 1991 ini, paling tidak, penonton (saat itu) akan menanti dengan penasaran penampilan nama-nama top terlepas lagu mereka ternyata tak begitu greget. Itu masalah penilaian penonton setelah usai penonton, itu enak, bagus, jelek, norak, dsb. Maka, melihat deretan nama-nama top di AT kali ini, rasanya sayang jika dilewatkan begitu saja. Terlebih nama Adie Kuncahyo boleh disebut jadi jaminan paket ini tersaji baik. Pengarah acara ini banyak dipercaya menangani paket-paket andalan TVRI. Penilaian kemampuan Adie demikian, setidak-tidaknya di mata pimpinan TVRI sendiri. Daftar penyanyi/lagu di Aneka Top edisi April 1991: Ryan Kyoto – Untuk Mamah Ita Purnamasari – Biarkanlah Mel Shandy – Galau Coky & Renny – Kucinta Kamu Nicky Astria – Gelombang Kehidupan Deddy Dhukun – Di Mana Kamu (Almh) Nike Ardilla – Nyalakan Api Herfas – Kembali UB 2 – Nona Manis Youke Fritz – Yesus Mutiaraku Achmad Albar – Rinny Tomboy Dommy Allen – Kangen & Rindu Dok. Pikiran Rakyat, 7 April 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:25 |
#1709
|
Mania Member
|
Untuk pakaian siaran, tvri kerjasama dengan perancang
SETIAP tampil siaran, penyiar TVRI pasti ganti pakaian. Sekian kali siaran, sekian kali pula pakain berganti. Jika setiap potong pakaian harus dibeli, berarti penyiar pun mesti menyisihkan anggarannya sendiri. Tak ada aturan (tertulis) yang mewajibkan ganti siaran ganti pakaian. Tapi syarat penyiar berpenampilan baik, dan prima setiap menjalankan tugas, mau atau tak “tuntutan ganti pakaian” pun jadi salah satu keharusan pula.
Sejumlah penyiar TVRI mengungkapkan, tuntutan ganti pakaian sedikit menyedot anggaran pengeluarannya. Namun, tampaknya mereka tak mempermasalahkan kenyataan itu. Bahkan mereka seperti lebih merasakan hal itu bukan sebagai beban, melainkan semacam keharusan atau tuntutan yang keluar dari dirinya sendiri yang menyadari kapasitasnya sebagai “public-figure” yang dilihat dan dikenal masyarakat luas. Memang, TVRI menyediakan anggaran khusus untuk biaya “make-up” penyiar setiap kali tampil, namun biaya itu tentu tak bisa menutupi semua tuntutan tadi untuk menutupinya, ada penyiar yang merogoh kocek gaji atau honorariumnya sebagai penyiar, tapi banyak pula mereka yang rata-rata punya “job” lain di luar sebagai MC (“master ceremony”) atau PR (“public relation”/kehumasan). Sehingga dengan pendapatan melebihi gajinya itu, penyiar tak merasakan lagi sebagai beban. Para penyiar tak menuntut pada TVRI untuk masalah yang satu ini, “Karena memang begitu kenyataan sebagai penyiar. Ini sebagai risiko pekerjaan saja,” kilah seorang penyiar muda. Rencana kerjasama Tapi rupanya, tuntutan penyiar harus berpenampilan prima di satu sisi dan adanya “anggaran ekstra” yang dikeluarkan setiap penyiar di sisi yang lain, akhirnya menjadi permasalahan juga. Drs. Ishadi SK, M.Sc, sebagai direktur TVRI, arif juga. Dikabarkan, pihaknya tengah merencanakan membuat kerjasama dengan sejumlah perancang untuk menghadapi dua sisi yang berkaitan tadi. Namun, sejauh itu belum diperoleh kepastian kapan kerjasama itu diwujudkan dan bentuknya bagaimana. Kepala sub-seksi koordinasi penyiar dan reporter TVRI Jakarta, Soebiyanto, membenarkan kemungkinan kerjasama ini. “Memang, ada rencana ke sana, namun TVRI masih mengadakan negosiasi dengan para perancang. Jadi, kerjasama itu belum direalisasikan,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, ruang penyiar TVRI. Meski begitu, beberapa penyiar meramal, para perancang (waktu itu) akan meminjamkan hasil rancangannya untuk dipakai siaran. Kompensasinya TVRI mencantumkan nama perancang – yang dipakai rancangannya pada siaran itu – pada tahap yang dirangkai panjang pada “credit-title”. Dengan demikian, “credit-title” yang selama itu mencantumkan seluruh kru (yang terlibat (dalam pembuatan berita, misalnya akan mencantumkan pula nama perancang). Beberapa perancang terkenal disebutkan seperti Iwan Tirta, Samuel Wattimena, Ramli, Harry Dharsono, Gea Sukasah, dll. Dengan demikian, para penyiar (waktu itu) akan menggunakan hasil rancangan mereka hanya sekali pakai untuk setiap kali siaran. Gagasan direktur TVRI, Ishadi SK ini umumnya disambut gembira para penyiar. Disebutkan oleh mereka, pimpinan TVRI tersebut tak hanya menuntut para penyiar tampil prima pada setiap acara, namun sekaligus juga memberi jalan keluarnya. Dalam melihat urusan pakaian untuk siaran, ternyata memiliki kepedulian yang berbeda-beda. Ini tergantung pada lawak, jenis kelamin, tugas acara yang dihadapi, dan selera masing-masing. Namun, titik persamaannya, bagi mereka pakaian pantas dan serasi tetap dipentingkan. Jika penyiar wanita begitu serius memikirkannya, maka penyiar pria umumnya rada cuek. Di samping tuntutan kostum pria lebih sederhana, juga watak keduanya berbeda. “Maklumlah wanita ‘kan jiwanya pesolek. Sedang cowok tak banyak macamnya, paling stelan jas dan itu pun tak banyak warnanya,” tutur Adam Kaunang, penyiar yang sering membawakan acara Album Minggu. Bagi penyiar pria, menurut Adam cukup punya tiga stel jas saja. Kaitannya dengan gagasan direktur televisi, dia berkomentar, “Tentu saja senang. Mungkin, kostum kita akan lebih ngepas lagi. Dan itu akan lebih menambah rasa percaya diri.” Tapi lain lagi, kesan Lies Aryati. Bagi Lies yang bertugas siaran “non-entertainment”, masalah pakaian tak terlalu jadi masalah, seperti halnya pemegang siaran “entertainment”. Di sana, penyiar memang bukan artis, tapi bagian dari pertunjukan, sehingga penyiar tidak boleh tenggelam oleh keglamoran artis, juga jangan berkesan glamor seperti artis,” urainya panjang. Karenanya, kostum penyiar menjadi penting sekali. Berbeda dengan “non-entertainment” seperti budaya, pendidikan, kesehatan, kostum lebih “sederhana”. “Segala penampilan kita, termasuk kostum, itu ‘kan sesuai dengan karakteristik acara yang kita bawakan,” jelas Lies, yang jebolan Fakultas Psikologi UGM ini merinci. Kesannya bagi penyiar semacam Lies kesannya lain, “Kita selama ini tak terlalu “problem” untuk kostum, tapi dengan adanya kerjasama semacam itu, jelas lebih tenang lagi,” kata Lies tenang. Tapi, Sri Maryati, pembawa acara Aneka Ria Safari (ARS) dan Aneka Ria Nusantara Safari (ARNS) malah lebih gembira ketimbang Lies. “Kalau itu terwujud, berarti anggaran saya untuk pakaian bisa dialihkan untuk keperluan lain,” cetusnya tersenyum. Beralasan jika Sri Maryati begitu. Sebagai MC (pembawa acara) “entertainment” (hiburan), Sri dituntut sekali dalam masalah pakaian. Sri mengaku mendapat bisnis jika membawakan MC, sebab tugasnya belakangan itu adalah kepala sub-seksi musik konser dan simfoni. Biasanya, bisnis itulah yang dialokasikan untuk pakaian. Baik Lies, Sri, Adam, maupun Soebiyanto mengakui para penyiar tak selalu harus beli terus pakaian. Tapi, ada pendaurulangan pemakaian kostum. Hanya, mungkin divariasikan lagi stelannya sehingga berkesan berubah dan baru. Dalam tugas di media audio-visual, 17 penyiar dan reporter (belum tampak pembaca berita) menjadi ujung tombak yang dikenal dan dinilai masyarakat luas. Tampil prima menjadi nomor satu. Dok. Pikiran Rakyat, 31 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
23rd August 2014, 01:26 |
#1710
|
Mania Member
|
Siaran ulangan di tpi, agar murid paham
BEBERAPA mata pelajaran untuk SMP yang ditayangkan TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) pekan kelima Maret 1991 masih mengulang progarm pelajaran yang telah disiarkan minggu keempat Maret 1991 lalu. Misalnya, pelajaran matematika yang ditayangkan pada hari Senin, 11 Februari 1991 pukul 08.00, dengan mengambil topik Pecahan untuk sasaran siswa SMP kelas 1 semester 2 , sebenarnya telah ditayangkan pada hari Kamis, 7 Februari 1991 lalu.
Memang, bukan hanya pelajaran matematika saja yang disiarulang itu, masih ada beberapa mata pelajaran untuk tayangan pekan kelima Maret 1991 yang diulang kembali, di antaranya pelajaran fisika dengan sasaran siswa SMP kelas 3 semester 6, pelajaran bahasa Indonesia untuk siswa kelas 1 SMP semester 1, kemudian geografi sasarannya siswa SMP kelas 1 semester 2, lalu geografi dan kependudukan untuk SMP kelas 3 semester 6. Soal kritikan Maksud penyiaran ulang ini, agar para siswa dapat mengerti dan memahami lebih jelas lagi, sebagaimana diharapkan oleh direktur Pustekkom Dikbud (Pusat Teknologi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan) dan manajer siaran TPI. “Memang harus begitu. Agar para siswa yang berada di daerah-daerah dapat memahami lebih jelas lagi,” ujar Afiyudin, manajer siaran TPI. “Orang yang suka mengritik itu ‘kan kebanyakan orang Jakarta. Bukan orang daerah. TPI bukan hanya milik mereka saja. Tapi milik warga Indonesia. Warga DKI ‘kan sudah kenyang dengan hiburan dan berbagai pengetahuan yang dikecapnya, misalnya dari RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), TVRI, pengetahuan komputer, dan berbagai sarana hiburan, dan pengetahuan lainnya. Tapi, bagi mereka yang ada di daerah-daerah, masih haus informasi selain hbiuran, apa salahnya kita programkan informasi pendidikan. Mereka ‘kna masih ingin memperdalam pengetahuan danwasannya, untuk itulah sasaran kami adalah para penonton yang ada di pegunungan-pegunungan, bukan untuk warga kota saja,” tambah Afiyudin. Program semacam UT Untuk amsalah pendidikan ini, TPI (saat itu) sudah merencanakan akan menggarap program pendidikan jarak jauh (semacam Universitas Terbuka, tapi ini langsung disiarkan melalui TPI). “Rencana itu memang sudah ada. Dan persiapannya juga sudah mantap, hanya tinggal pelaksanaannya. Maklum, kami ‘kan masih menumpang di studio TVRI,” kata Afiyudin lagi. “Wajarlah kalau TPI menggarap pendidikan jarak jauh, karena kita kan media pendidikan,” tambahnya. Dok. Pikiran Rakyat, 31 Maret 1991, dengan sedikit perubahan |
detikHot
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer