HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Senin, 2024/04/24 11:14 WIB
Polisi Sebut Chandrika Chika 1 Tahun Gunakan Narkoba
-
Jumat, 2024/04/22 15:00 WIB
Unggahan Natasha Rizki di Hari Anniversary Pernikahan dengan Desta Jadi Sorotan
-
Senin, 2024/04/24 14:23 WIB
Parto Patrio Dilarikan ke RS Pakai Ambulans, Sakit Apa?
-
Senin, 2024/04/24 11:09 WIB
6 Fakta Penangkapan Chandrika Chika Pakai Narkoba Bareng 5 Orang Teman
-
Sabtu, 2024/04/23 12:57 WIB
Pacari Putri Nikita Mirzani, Vadel Badjideh Akui Banyak Hujatan
-
Kamis, 2024/04/21 10:26 WIB
Unang Bagito Kini Jadi Perajin Tongkat Kayu
|
Thread Tools |
10th February 2017, 00:53 |
#4441
|
Mania Member
|
PENDIDIKAN: UNTUNG ADA SARASEHAN (RCTI/SCTV)
Bicara terbuka memang sulit. Apalagi mengkritik. Akibatnya, pendidikan politik semakin kaku. Tapi, kehadiran acara Sarasehan (RCTI/SCTV) cukup menjanjikan.
MULANYA, pembicaraan berlangsung tenang. Namun, begitu muncul pertanyaan tentang dominasi militer terhadap sipil, diskusi pun jadi alot dan menarik. Sanggah-menyanggah terasa sangat berisi. Pemirsa di rumah pasti bertambah wawasan. Suatu warna baru (waktu itu) dalam era program televisi Indonesia telah hadir, walaupun baru di Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI). Sarasehan adalah nama program yang dipadu sebagai media pendidikan politik. Ditayangkan sebulan sekali, berbagai isu nasional disajikan dengan kemasan dialog yang lugas. Dan kali ini, Sarasehan ke-10, menyajikan tema "kewaspadaan nasional". Hadirnya pakar politik DR. Burhan Magenda dan direktur khusus LEMHANAS Bpk. Alex Dinuth, sebagai pembicara, membuat acara ini semakin menggigit. Apalagi ditambah dengan suara generasi muda (waktu itu) yang diwakili oleh Cyrillus Kerong (ketua umum DPP PMKRI) dan Rima Novianti (mahasiswi FISIP UI). Sebagai moderator, hadir Ir. Rully Chairul Azwar yang terlihat sibuk mengatur jalannya diskusi. Sedangkan sebagai presenter, yang juga merangkap pengarah lapangan, adalah Drs. M. Ade Haryadi Anwar. Acara yang digelar atas kerjasama antara Yayasan Swadharma Eka Kerta dan RCTI ini, memang (kala itu) merupakan terobosan baru. Mengapa tidak? Dalam sarasehan kali ini, isu-isu yang berkaitan dengan "kewaspadaan nasional" dibahas. Pertama kali, dipertanyakan masalah konsep ancaman pembangunan yang bermula dari paham "komunisme". "Komunis sebagai sistem sudah mati, tapi sebagai ideologi belum mati," ujar Pak Alex. Tapi apa benar? Rima, yang terlihat begitu antusias, justru melihat kesenjangan sosial sebagai ancaman, bukan lagi komunis. Ini dipertegas dengan pernyataan Pak Burhan, "Tidak usah khawatir dengan ideologi-ideologi lain seperti komunis atau liberal. Kita punya pengalaman dengan itu." Solusinya, adalah bagaimana mengoperasionalisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Diskusi pun berlanjut. 'Security approach' dari ABRI dibahas. "'Security' tidak hanya milik ABRI tapi nasional," kata Pak Alex lagi. Tapi, mengapa muncul dominasi militer terhadap sipil dalam kekaryaan? Rima mempertegas, "ABRI ditempatkan di tempat sipil yang "strategis". Bukankah itu kekhawatiran ABRI atas ketidakmampuan sipil?" Pertanyaan yang polos gaya mahasiswa. Cyrillus lalu menambahkan, "Pendekatan kesejahteraan lebih penting dari pendekatan keamanan." Dan lagi-lagi Pak Burhan yang 'low profile' meluruskan, "ABRI menentukan dalam masa depan bangsa." Diskusi pun lancar kembali, walaupun terasa ada yang mengganjal. Dan ini wajar saja. Yang patut diingat, "Sarasehan" digelar di media televisi. Ini yang jarang terjadi. Biasanya diskusi politik terbuka sering ada batasan. Tapi batasan itu agak luntur di "Sarasehan". Kritikan terhadap ABRI meluncur lancar, dan tanggapannya cukuplah. "Acara ini memang untuk pendidikan politik," ujar Mas Haryadi Anwar, pemrakarsa "Sarasehan". Rupanya, media televisi sangat proporsional untuk pendidikan politik, terutama generasi muda. Dan agaknya, "Sarasehan" berakar dari kegiatan Yayasan Swadharma Eka Kerta, yang sering mengadakan latihan kaderisasi. Didirikan oleh senior FKPPI, yayasan ini rupanya punya perhatian khusus terhadap generasi muda. RCTI pun patut diberikan pujian. Keberaniannya memberikan porsi pendidikan politik di tengah sejumlah film-film asing, sangatlah berarti. Sekali lagi, hadirnya "Sarasehan" mengobati keinginan kita untuk mengungkapkan masalah sosial secara gamblang. Tapi kapan bicara soal kebebasan pers? Mengingat pers sebagai sarana media massa, justru (waktu itu) seringkali sulit bicara gamblang? Dengan pemirsa kita yang semakin "dewasa", "Sarasehan" adalah ramuan dialog yang unik. "Pemirsa suka dengan hal-hal yang sedikit nakal tapi dinamis," tambah Mas Rully, sang moderator. Sayang, tidak seluruh pemirsa di tanah air bisa menonton. Dok. PANJI Masyarakat - No. 733, 4-13 Rabiul Akhir 1413 H, 1-10 Oktober 1992, dengan sedikit perubahan |
10th February 2017, 00:54 |
#4442
|
Mania Member
|
SIARAN TELEVISI: WARGA SURABAYA TAK RELA MASAKAN BABI
Di saat umat Islam Surabaya berbuka puasa, SCTV menayangkan masakan babi. Umat pun marah.
UMAT Islam Jawa Timur, di Kotamadya Surabaya, kembali mengurut dada, diuji kesabarannya. Tahun 1989 lalu, distributor SDSB daerah ini mencoba buat kreasi baru dengan membagikan 10 ton beras untuk zakat fitrah menjelang Hari Raya Idul Fitri 1409 H kepada beberapa panti asuhan Islam. Kontan saja, peristiwa itu menyulut reaksi organisasi massa Islam yang menaunginya, sebab beras itu dihasilkan dari penjualan SDSB. 1991, Surya Citra Televisi (SCTV) Surabaya yang ganti membangkitkan kemarahan umat Islam. Bayangkan, di tengah menunggu buka puasa, SCTV yang dikelola swasta itu menayangkan acara demonstratif memasak daging babi. Dan acara yang diberi nama Wok With Yan itu, konon (waktu itu) sangat digemari kaum ibu dan remaja putri, lantaran sangat sederhana dan mudah diterapkan. Acara yang ditayangkan dua kali seminggu itu, menceritakan kepiawaian masak-memasak dengan gaya Cina dan Eropa. "Dan itu tetap kami lakukan walaupun dalam bulan Ramadhan," ujar manajer 'public relation' SCTV, Gina Raliana Soepardi. Reaksi kaum Muslimin, segera bermunculan atas penayangan masakan babi itu. Baik melalui pers, maupun telepon langsung ke SCTV. Ketua MUI Jatim, KH Misbach dan ketua LPLI (Lembaga Penerangan dan Laboratorium Islam) Sunan Ampel Surabaya, DR. H. Saleh Al Jufri menilai SCTV terlalu ceroboh. Mereka minta, SCTV yang dikenal makin berani, 'hot', dan lepas kontrol itu, untuk meninjau kembali semua siarannya yang dapat mengganggu kerukunan hidup umat beragama. "Kita ini menjunjung budaya teposeliro. Hendaknya, toleransi ini terus dipupuk!", ujar Saleh Al Jufri mengingatkan. "Kaum Muslimin sangat tersinggung dengan penayangan itu. Sebab babi, tertera masuk jenis makanan haram. Apalagi di hari pertama umat Islam memasuki ibadah puasa," komentar KH Misbach. Kiai berumur 52 tahun (waktu itu) asal Tuban ini, mengungkapkan, di saat-saat pertama kemunculannya, ia pernah didatangi beberapa pimpinan dan staf SCTV untuk dimintai pendapatnya tentang siaran layar kaca itu. Misbach mengemukakan, pemutaran film-film yang berjiwa patriotisme hendaknya ditingkatkan. Namun, film-film yang tidak patut ditonton anak-anak dan remaja seperti adegan ranjang, ciuman, dan sejenisnya, hendaknya jangan dibiarkan begitu saja tanpa sensor. Demikian pula tentang musik barat yang "jingkrak-jingkrak". "Alhamdulillah, saran-saran MUI, ada yang dipenuhi. Seperti Adzan Maghrib dan Mimbar Agama Islam. Hanya saja, soal film-film seram sampai hari itu belum berhasil. Kata SCTV, film-film yang ada adegan "bupati" (buka paha tinggi-tinggi) maupun "sekwilda" (sekitar wilayah dada wanita) sudah disensor di Jakarta," urai Misbach. Kepala Kantor Wilayah Departemen Penerangan provinsi Jawa Timur, Drs. Acik Soediono mengaku tidak melihat sendiri tayangan demo masak dagig babi itu. Sebab selama itu, yang "harus" ditontonnya bukan SCTV, tapi TVRI, karena ada kaitannya dengan tugas-tugas jabatannya. "Sekarang (Maret 1991) ini, keterlibatan Kakanwil Deppen Jatim terhadap SCTV hampir dikata tidak ada sama sekali," tutur Acik yang kemudian menyatakan, pihaknya segera melaporkan kasus penayangan masakan babi itu kepada Departemen Penerangan Pusat Jakarta. SCTV yang diwakili Gina Raliana Soepardi, menyatakan kepada Panjimas, bahwa pihaknya (waktu itu) akan berusaha semaksimal mungkin untuk tidak berbuat hal-hal yang dapat menyinggung perasaan umat Islam. Soal Kakanwil Deppen Jatim, itu di luar wewenang SCTV. "Kami ini di bawah naungan Deppen, dan kami selalu konsultasi. Namun tayangan masakan babi tempo hari itu, kami benar-benar kecolongan. Sebab beberapa waktu sebelumnya, kami sudah wanti-wanti kepada bagian 'programming' di Jakarta (RCTI). Namun sungguh kelalaian ini, bukan berulang kali kami lakukan," elaknya. Kata Gina, meskipun SCTV perusahaan bisnis, tapi masih juga peduli terhadap kepentingan umat Islam. Seperti penayangan kisah-kisah Islam selama bulan puasa (1411 H) antara pukul 17.30 sampai 18.00. Malahan (waktu itu) akan menayangkan Sholat Tarawih langsung dari Arab Saudi. "Kami sih sudah siap, tinggal tunggu 'calling' pemerintah Arab Saudi saja," katanya. SCTV Surabaya, menyatakan minta maaf kepada kaum Muslimin atas kecerobohan itu, untuk selanjutnya diusahakan lebih 'correct' lagi. Bersamaan dengan kasus ini, terbetik kabar bahwa komisaris utama SCTV, Haji Raden Panji Muhammad Noer, mantan Gubernur Jawa Timur (1967-1975), mengundurkan diri dari jabatannya. Sikap tegas putra "pulau garam" Madura itu, oleh banyak pihak dinilai sebagai protes terhadap SCTV. Pengunduran diri beliau diperkirakan karena kian banyaknya kritikan yang dilemparkan pada SCTV. Selain masak-memasak "babi", film seri Wonder Woman yang berpakaian lantaran tidak selaras dengan masyarakat kita, apalagi dalam bulan suci Ramadhan. Mundurnya mantan Gubernur Jawa Timur itu, lantaran tidak adanya kecocokan dengan enam persyaratan yang diajukannya pada wakil presiden komisaris SCTV, Soedwikatmono, isinya sederhana, yaitu agar SCTV membentuk tim evaluasi, film-film yang ditayangkan harus bersifat informasi, pendidikan, agama, dan hiburan yang sehat, yang pas dengan budaya bangsa kita. Selain itu, film-film barat harus dikurangi, termasuk horor. Dan para staf SCTV agar ditatar P-4, pinta tokoh yang dituakan di Jatim itu. Tapi, dua hari kemudian ia mencabut kembali pengunduran dirinya setelah ada kesepakatan dengan Soedwikatmono di kediaman Muhammad Noer, tentang enam syarat yang dilemparkannya. Peter Gontha, anggota dewan komisaris, mengakui itu semua lantaran SCTV langsung mengudara ('on air') sehingga masyarakat nampak kaget. Padahal film itu tidak begitu mencolok, akunya. Nampaknya, protes keras umat Islam Jawa Timur, membuat SCTV lebih selektif. Karena tidak semua masyarakat kita dapat menerima gaya tayangan film-film setengah "porno". SCTV ketiban protes, tidak seperti sejawatnya, RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) yang mengudara di Jakarta dan sekitarnya. Kebanyakan dari tayangan film serinya seperti Miami Vice, pagelaran lagu-lagu barat yang berbusana minim, juga film seri lain yang dinilai sangat berani dalam adegan buka busana itu, toh tak mengundang protes dari khalayak Jakarta. Mungkin, kesadaran beragama di kalangan umat Islam Jawa Timur lebih baik ketimbang Jakarta, (waktu itu) masih wallahu'alam. Dok. PANJI Masyarakat - No. 679, 15-25 Ramadhan 1411 H, 1-10 April 1991, dengan sedikit perubahan |
10th February 2017, 18:58 |
#4443
|
Mania Member
|
POKOK & TOKOH: TITI QADARSIH
SETELAH 12 kali muncul, peragawati Titi Qadarsih, (waktu itu) 46 tahun, tak lagi mengasuh acara Adikku Manis Adikku Sayang di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Padahal kontraknya untuk 26 kali penampilan. Ada apa? Pemimpin TPI menilai penampilan Titi tak cocok bagi anak-anak. Ia misalnya, suka muncul dengan baju olahraga ketat atau rok mini.
Selang beberapa waktu, Titi justru tampil dengan pakaian lebih menantang. Hanya saja bukan di TPI, melainkan di mingguan tabloid Citra. Setelah pemuatan foto itu, TPI tanpa ba atau bu lagnsung mencoret Titi, sekalipun kontraknya belum habis. Titi menuding pemutusan kontrak itu mengada-ada. "Alasannya, sebelum rekaman Adikku Manis ditayangkan, terlebih dahulu dilihat pihak TPI. "Saya merasa ada keganjilan," katanya lebih lanjut. "Maslaah pribadi dibawa-bawa dalam kerja." Menurut Titi, kepala seksi materi program TPI, Emil Sanossa, mengiriminya surat cinta dan tak dibalasnya. Karena itulah, kata artis yang (waktu itu) hampir 10 tahun menjanda tersebut, dirinya digusur dari TPI. Betulkah? Emil, (waktu itu 53 tahun), mengaku tak ada skandal dengan Titi. Juga tergusurnya Adikku Manis, tak ada hubungannya urusan cinta yang ditolak. "Itu tidak benar, sepanjang hidup saya tidak pernah membawa persoalan pribadi ke dalam pekerjaan," kata ayah lima anak itu. Entah siapa yang betul. Dok. TEMPO, 28 September 1991, dengan sedikit perubahan |
10th February 2017, 18:58 |
#4444
|
Mania Member
|
POKOK & TOKOH: USI KARUNDENG
EMPAT hari sebelum ulang tahun TVRI (ke-31), Usi Karundeng, (waktu itu) 32 tahun, mendapat "tugas berat". Ia yang 12 tahun (sampai saat itu) dikenal sebagai penyiar dan pewawancara televisi, terpaksa membopong Muchtar Mandala, (waktu itu) 48 tahun, direktur utama Bank Bukopin, Sabtu pekan terakhir Agustus 1993 (28/8/93) lalu.
Itu terjadi di kamp latihan manajemen di tepi pantai Labuan, Pandeglang, Jawa Barat. Berbagai permainan diperlombakan oleh para direktur bank swasta yang tergabung dalam Bankers Club Indonesia. Misalnya, melewati jembatan goyang, dan melewati jaring yang seolah-olah bertegangan listrik. Tujuan permainan itu, kata penyelenggaranya dari PT Bina Inti Muda Utama, untuk melatih kerjasama tim. Maka terjadilah bahu-membahu antara penyiar Usi dan bankir Muchtar yang seregu sewaktu melewati celah jaring seukuran tingkat badan manusia tanpa boleh tersenggol. Lima dari tujuh anggota tim yang tubuhnya kelas berat sudah berhasil lolos dari jaring. "Yang kurus-kurus belakangan," kata Usi yang resminya datang sebagai peliput acara. Usi pun dengan gaya pelatih karate mempersilakan Muchtar duluan. Padahal, itu artinya ia harus membantu Muchtar, ya menggendong itu. "Saya pikir Pak Muchtar enteng," kata Usi yang beratnya 51 kg itu. "Eh nggak taunya beraaat," kata ibu dua anak itu. Sampai keesokannya, ketika Usi kembali ke tugasnya - mewawancarai Muchtar - badannya masih terasa sakit. "Gara-gara ngangkat Pak Muchtar," kata Usi. Memang, tugas berat karena yagn diggendong 9 kg lebih berat dari yang menggendong. Dok. TEMPO, 4 September 1993, dengan sedikit perubahan |
10th February 2017, 18:59 |
#4445
|
Mania Member
|
POKOK & TOKOH: SUSI SUSANTI
TAMBAH satu lagi predikat "bintang" untuk juara bulutangkis Olimpiade 1992, Susi Susanti. Kali ini, ia tampil sebagai bintang tamu sinetron Jalan Kita, yang ditayangkan TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) setiap Selasa pagi dan Sabtu sore. Susi memang tidak muncul dalam setiap episode. Dia hanya tampil pada episode pertama, Melompat, yang ditayangkan Selasa dan Sabtu pekan terakhir Agustus 1993 lalu.
Meski sudah berkali-kali muncul di televisi - bahkan menjadi bintang iklan sampo (Rejoice) - Susi mengaku gugup. Padahal, yang diperankan adalah dirinya sendiri sebagai Susi Susanti, si juara bulutangkis. "Baru kali ini sih main sinetron, jadi 'nervous'," katanya kepada Sri Wahyuni dari TEMPO. Akibatnya, saking gugupnya, pengambilan gambar pun tidak bisa sekali dua kali, tapi diulang berkali-kali. Apa kesannya? "Menyenangkan sih. Setidaknya ada sesuatu yang saya lakukan di luar badminton," kata Susi, yang pekan terakhir Agustus 1993 lalu menerima penghargaan dari ASEAN Institute di Bangkok itu. "Lewat sinetron itu, saya berharap bisa turut memberi semangat anak-anak Indonesia yang gemar bulutangkis, agar bisa mengikuti jejak saya." Susi menolak jika disebut kiprahnya itu hanya sekadar ikut-ikutan seniornya dulu, yang begitu populer lantas main film (Liem Swie King main dalam film Sakura Dalam Pelukan, dan Rudy Hartono tampil dalam Matinya Bidadari). "Kayaknya bidang itu bukan bidang saya," katanya. Dok. TEMPO, 4 September 1993, dengan sedikit perubahan |
10th February 2017, 19:01 |
#4446
|
Mania Member
|
POKOK & TOKOH: SORAYA PERUCHA
PEKERJAAN apa yang membuat Soraya Perucha rela meninggalkan tiga jabatannya? Jawabnya ada di ANteve (Andalas Televisi). Selama tiga bulan terakhir (waktu itu/Juni-September 1993) ini, Ucha resmi menjadi produser siaran olahraga di stasiun televisi milik Bakrie Group itu. Dan untuk menekuni pekerjaan barunya (waktu itu) ini, ia menanggalkan jabatannya sebagai PR perusahaan pesawat carteran, sebagai penyiar Cinema-Cinema di RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia), dan sebagai manajer renang Pelita Jaya.
Kata Ucha, jabatan produser siaran olahraga menggabungkan dua bidang favoritnya selama itu, yaitu film dan 'sport'. "Makanya, pekerjaan ini perlu atensi penuh, tak bisa dirangkap-rangkap," ujar ibu seorang putra yang (waktu itu) masih tampak enerjik ini. Saat itu, Ucha sibuk meramu acara siaran PON, agar lebih menarik dibandingkan dengan tayangan stasiun televisi lainnya. Apalagi saat PON tersebut, ANteve resmi mengudara secara nasional. Untuk lebih jelasnya, pemirsa televisi setelahnya dapat menyaksikan bagaimana mantan atlet renang nasional dan bintang film ini mewawancarai para bintang PON. "Pokoknya asyik," kata Ucha tentang pekerjaan barunya (waktu itu). Bahkan ia berniat untuk total sebagai produser dan penyiar televisi, tidak akan main film lagi. Soal honor? "'Three in one'," katanya. Apa itu? Ia menjelaskan, pekerjaan yang satu itu bisa mengimbangi honor dari tiga jabatan yang dilepasnya. Wah, asyik dong. Dok. TEMPO, 4 September 1993, dengan sedikit perubahan |
10th February 2017, 19:02 |
#4447
|
Mania Member
|
POKOK & TOKOH: GEORGIANA SUPIT
INI peringatan bagi para wanita (ibu rumah tangga maupun remaja yang lagi pacaran), hati-hati bila Sabtu tiba. Suami atau pacar Anda, yang baisanya suka mengajak cari angin sore-sore, tampak bakal senang nongkrong di rumah. Soalnya, pada akhir pekan itu (sementara dua kali sebulan) - waktu itu - akan hadir cewek baru ke rumah Anda. Dialah Georgiana (Oji) Supit, 21 tahun (waktu itu), pembawa acara Cinema-Cinema di RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia).
Ia menggantikan Zoraya Perucha yang belakangan bergabung dengan Andalas Televisi (ANTV). "Menjadi pembawa acara di televisi lebih susah dibandingkan main film," ujar Oji. Putri bungsu aktris Rae Sita itu, bisa bilang begitu karena pernah main film antara lain dalam film Plong arahan sutradara Putu Wijaya. Namun Oji bertekad mengasuh acara Cinema-Cinema dengan serius. Maka di sela-sela kesibukan rutinnya sebagai 'sales executive' Hotel Borobudur dan mengurus suami, Oji selalu meluangkan waktu mencari referensi untuk bekal penampilannya. "Waktu tampil pertama, yang saya omongkan itu hafalan semua. Sekarang (Juli 1993) sudah bisa improvisasi sendiri," katanya. Dok. TEMPO, 17 Juli 1993, dengan sedikit perubahan |
19th April 2018, 10:49 |
#4450
|
Registered Member
|
Serumpun Bambu
|
detikHot
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer