HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Senin, 2024/03/27 12:43 WIB
Kata Windy Idol soal Kode "Short Time" yang Diungkap Jaksa KPK
-
Rabu, 2024/03/28 11:49 WIB
Jengkel! Jadi Alasan Sopir Truk Ugal-ugalan di Halim
-
Rabu, 2024/03/28 13:39 WIB
Anwar Usman Diminta Mundur dari MK Usai 2 Kali Langgar Etik
-
Senin, 2024/03/27 17:26 WIB
Ganjar Tolak Jadi Menteri Prabowo, Gibran: Yang Nawari Siapa?
-
Sabtu, 2024/03/25 12:45 WIB
AHY Merasa Beruntung Tinggalkan Koalisi Anies, Tak Jadi Hancur Lebur
-
Rabu, 2024/03/28 14:45 WIB
Puan Maharani: Partai Pemenang Pileg Berhak Jadi Ketua DPR RI
|
Thread Tools |
6th September 2018, 07:24 |
#1
|
Moderators
|
GolPut PilPres 2019
Asal usul kata GolPut:
Golongan putih atau yang disingkat golput adalah istilah politik di Indonesia yang berawal dari gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru. Pesertanya 10 partai politik, jauh lebih sedikit daripada Pemilu 1955 yang diikuti 172 partai politik. Tokoh yang terkenal memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman. Namun, pencetus istilah "Golput" ini sendiri adalah Imam Waluyo. Dipakai istilah "putih" karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu bagi yang datang ke bilik suara. Namun, kala itu, jarang ada yang berani tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) karena akan ditandai. Golongan putih kemudian juga digunakan sebagai istilah lawan bagi Golongan Karya, partai politik dominan pada masa Orde Baru. *** Sejarah: Golongan putih (golput) pada dasarnya adalah sebuah gerakan moral yang dicetuskan pada 3 Juni 1971 di Balai Budaya Jakarta, sebulan sebelum hari pemungutan suara pada pemilu pertama di era Orde Baru dilaksanakan. Arief Budiman sebagai salah seorang eksponen Golput berpendapat bahwa gerakan tersebut bukan untuk mencapai kemenangan politik, tetapi lebih untuk melahirkan tradisi di mana ada jaminan perbedaan pendapat dengan penguasa dalam situasi apa pun. Menurut kelompok ini, dengan atau tanpa pemilu, kekuatan efektif yang banyak menentukan nasib negara ke depan adalah ABRI. Kebanyakan tokoh pencetus Golput adalah "Angkatan ‘66", walaupun sebagian tokoh "Angkatan ‘66" diakomodasi Orba dalam sistem. Mereka ada yang menjadi anggota DPR-GR, bahkan Menteri. Namun, ada pula yang tetap kritis melawan rezim baru yang dianggap mengingkari janji itu. Pencetusan gerakan itu disambung dengan penempelan pamflet kampanye yang menyatakan tidak akan turut dalam pemilu. Tanda gambarnya segi lima dengan dasar warna putih, kampanye tersebut langsung mendapat respons dari aparat penguasa. *** Statistik: Sejak Pemilu 1955 angka Golput cenderung terus naik. Bila dihitung dari pemilih tidak datang dan suara tidak sah,golput pada pemilu 1955 sebesar 12,34%. Pada pemilu 1971, ketika Golput dicetuskan dan dikampanyekan, justru mengalami penurunan hanya 6,67%. Pemilu 1977 Golput sebesar 8,40%, 9,61% (1982), 8,39% (1987), 9,05% (1992), 10,07% (1997), 10.40% (1999), 23,34% (Pileg 2004), 23,47% (Pilpres 2004 putaran I), 24,95% (Pilpres 2004 putaran II). Pada Pilpres putaran II setara dengan 37.985.424 pemilih. Pemilu legislatif 2009 partisipasi pemilih sebesar 71%. Artinya jumlah golput (dalam arti longgar) terdapat 29%. Sedangkan menurut perkiraan berbagai sumber jumlah golput pada pemilu Presiden 2009 sebesar 40%. Angka-angka golput ini cukup tinggi. *** Dasar hukum: Klausul yang dijadikan dalil pembenaran logika golput dalam Pemilu di Indonesia yaitu UU No 39/1999 tentang HAM Pasal 43. Selanjutnya, UU No 12/2005 tentang Pengesahan Kovenan Hak Sipil Politik yaitu di Pasal 25 dan dalam UU No 10/2008 tentang Pemilu disebutkan di Pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: "WNI yang pada hari pemungutan suara telah berumur 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Dalam klausul tersebut kata yang tercantum adalah "hak" bukan "kewajiban".Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang diamendemen pada 1999-2002, tercantum dalam Pasal 28 E: "Pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali". Hak memilih di sini termaktub dalam kata "bebas". Artinya bebas digunakan atau tidak. Source WIKI |
6th September 2018, 07:28 |
#2
|
Moderators
|
Rules dari saya sbg TS: baca dulu sebelum komen, dan ojo nge-gas, ojo rusuh yo.
Yang mau di diskusiin disini tentang fenomena golput atau yang sering diterjemahkan di masyarakat sebagai netral, gak nyoblos capres anu maupun capres una. Bisa netral disebabkan kurangnya pengetahuan akan program-program, visi dan misi yg diusung para capres, bisa juga sebagai bentuk protes terhadap capres yang ada, atau gak ada capres yang cocok / sreg di hati, atau bisa juga karena gak peduli karena merasa bahwa siapapun yg jadi Presiden nya toh nasib wong cilik dari dulu sampe skrg gini-gini aja... Sok atuh di komen.. |
6th September 2018, 10:27 |
#3
|
Addict Member
|
menurut ane golput itu bukan solusi untuk membuat bangsa ini menjadi lebih baik, malah golput terkesan apatis terhadap bangsa sendiri. pilih lah salah satu, bukan mencari yang terbaik tapi mencegah yang buruk berkuasa.
|
6th September 2018, 11:14 |
#4
|
Moderators
|
Tapi kayaknya ane lg terpikir buat golput taon depan..
|
6th September 2018, 11:38 |
#5
|
Groupie Member
|
Kalau tidak tahu yang mana yang lebih baik, memangnya harus pilih yang mana untuk cegah yang buruk berkuasa?
|
King of Losers |
6th September 2018, 11:41 |
#6
|
Groupie Member
|
Golput itu juga pilihan. Menurut saya golput tidak masalah kalau memang tidak ada pilihan misalnya menganggap pilihannya sama baik atau sama buruk. Atau tidak tahu mana yang lebih baik.
Golput yang jadi masalah adalah kalau alasannya bukan tidak tahu yang mana yang harus dipilih tapi karena malas. Contohnya kejadian di Amerika Serikat. Kalau golput yang malas itu pada ikut milih presiden, kemungkinan Trump tidak terpilih tapi karena banyak yang lebih suka Clinton tapi tidak ikut milih maka Trump yang terpilih. Akhirnya banyak yang nyesal tapi apakah mereka akan benar memilih nanti pilpres berikut atau tetap malas? |
King of Losers |
6th September 2018, 12:14 |
#7
|
|
Moderators
|
Quote:
Kalau saya, alasan saat ini saya memilih sepertinya saya mau golput aja dikarenakan kayaknya semua sama saja. Pada akhirnya setelah berkuasa mementingkan kepentingan pribadi masing-masing, kepentingan partai dan golongan. Janji saat kampanye pada akhirnya hanya janji manis yang kosong. Lagian, saya juga prihatin sama wakil rakyat anggota DPR... Melihat nama-nama yang masuk banyak dari kalangan artis dan terlihat gak kompeten.. yang non artis ya podo wae.. Berita-berita miring membuat imej saya tentang mereka belum apa-apa udah kurang baik.. Jadi kesimpulannya, saya pesimis dengan segala sesuatu yang berbau politik di tanah air. Salah gak, Pak? |
|
In life, sometimes you win - sometimes you learn |
6th September 2018, 14:36 |
#8
|
|
Groupie Member
|
Quote:
|
|
King of Losers |
6th September 2018, 19:09 |
#9
|
Moderators
|
Pemerintahan otoriter / diktator apakah bisa saya gunakan jaman Orba sebagai contoh, Pak? Atau kurang tepat? Pemilu jaman ORBA dikuasai satu partai yang sebetulnya saat itu tanpa harus digelar pemilu, juga sudah ketauan siapa yg menang. Baik malaikat maupun jurig juga sudah tahu siapa yang jadi juaranya..
|
6th September 2018, 23:38 |
#10
|
Mania Member
|
Saya pribadi juga akan golput di semua lini pemilihan tahun depan mod freya, imo, tidak ada yang kompeten dan pantas dipilih di dpr/mpr RI dapil wilayah saya. Untuk presiden hmmm dua-duanya tidak bisa dipilih, satu sisi pencitraan, dan dalam politik yang melibatkan ulama menyalahi prinsip saya untuk tidak mencampur adukkan agama dan politik/mempolitisasi agama, dan memang saya punya sentimen tertentu dengan partai pemimpin koalisi yang imo sangat arogan dan anti kritik, padahal kalo kalah saja posisinya oposisi tukang kritik. Terlalu oportunis. Lain cerita kalo yang jadi cawapres mmd.
Di lain kubu, saya tidak sreg juga dengan wakilnya yang tidak konsisten dengan janjinya setelah diamanahi sbg pemimpin jakarta, apalagi setelah isu SARA yang destruktif kemarin ð |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer