Mania Member
Join Date: Jun 2012
Posts: 1,777
|
Di Balik Pujian Muhadjir ke Risma Terkait Corona di Surabaya
Quote:
Jakarta, CNN Indonesia -- Pujian Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini alias Risma soal penanganan Covid-19 dinilai sebagai bentuk ironi, yakni dorongan untuk belajar dari kesalahan pemimpin.
Pasalnya, Kota Pahlawan itu masih mengalami peningkatan kasus, menerapkan new normal tanpa sanksi. Otoritas terkait pun menyebut ada potensi kota ini menjadi seperti Wuhan.
Pada Rabu (17/6), Muhadjir meminta para kepala daerah mencontoh dalam penanganan Covid-19. "Suruh belajar ke sini (Surabaya) mereka (kepala daerah) biar tahu," kata Muhadjir di Rumah Dinas Wali Kota Surabaya, Selasa (16/6), dikutip dari Antara.
Hal itu dikatakannya seusai mendengar paparan Risma soal langkah-langkah Pemkot Surabaya dalam menangani pandemi setelah tak memperpanjang PSBB.
Di antaranya, pertama, penerbitan Peraturan Wali Kota (Perwali) Surabaya Nomor 28 Tahun 2020 tentang Pedoman Tatanan Normal Baru pada Kondisi Pandemi Covid-19.
Kedua, tes cepat atau rapid test dan tes usap atau swab massal secara gratis di berbagai titik serta perawatan kepada warga yang positif.
Selain langkah-langkah di atas, berdasarkan pemberitaan, Risma juga mengaku getol mengkampanyekan kesehatan, cuci tangan, membagikan masker sejak penyakit ini masuk ke Indonesia.
Pemkot Surabaya juga menyediakan situs layanan Lawan Covid-19. Selain itu, Risma menyediakan 875 wastafel portabel di sejumlah titik di Surabaya.
Pemkot Surabaya pun bekerjasama dengan UMKM untuk membuat face shield, masker, hingga berbagai alat pelindung diri (APD) untuk dibagikan kepada para dokter dan perawat.
Risma juga berinisiatif membagikan telur rebus dan minuman herbal kepada para tenaga medis, melakukan penyemprotan disinfektan di fasilitas publik, menjalin kerja sama dengan beberapa universitas untuk membuat bilik sterilisasi.
Selain itu, Risma juga menutup sekolah dan beberapa pusat perbelanjaan selama masa PSBB.
Langkah-langkah di atas tak jauh berbeda dari yang dilakukan kepala daerah lainnya. Yang berbeda adalah sejumlah 'drama' dalam penanganan Corona yang dinilai terkait rivalitas Risma dengan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa.
Misalnya, rebutan mobil tes Covid-19 antara Pemkot Surabaya dengan Pemprov Jatim, perbedaan penyebutan klaster di pusat perbelanjaan, hingga perbedaan soal penerapan new normal.
Lihat juga: Cekcok Risma-Khofifah saat Korban Covid Jatim Terus Bertambah
Masalahnya, Surabaya tetap menjadi salah satu wilayah dengan tingkat penularan Corona tertinggi. Wilayah ini bahkan sempat menjadi satu-satunya zona hitam di Jawa Timur.
Dikutip dari situs lawancovid-19.surabaya.go.id, pada Kamis (18/6) pagi, Surabaya memiliki 4.181 kasus Corona, atau meningkat 1,5 persen dari hari sebelumnya. Sebanyak 1.331 orang di antaranya dinyatakan sembuh dan 333 orang meninggal.
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Joni Wahyuhadi mengkhawatirkan kondisi penularan corona di Surabaya Raya.
Area ini terdiri dari Surabaya, Gresik, dan Sidoarjo. Namun, Surabaya jadi penyumbang korban Corona terbesar.
"Ini tidak main-main kalau kita tidak hati-hati maka Surabaya bisa jadi Wuhan," kata Joni, di Surabaya, Rabu (27/5) lalu.
Wuhan, China, merupakan kota pertama di dunia yang terjangkit wabah Corona. Kasusnya sempat tak terkendali sebelum kemudian dilakukan karantina total.
Risma mengakui data terkonfirmasi Covid-19 di Kota Surabaya memang tinggi. Namun, hal ini terjadi lantaran langkah rapid test dan swab massal secara gratis di berbagai titik.
"Jadi, kita memang mencari, Pak. Sebab kalau tidak kita cari, orang-orang yang terkena virus itu akan tambah bahaya," dalihnya.
Dihubungi terpisah, Epidemolog dari Universitas Griffith Dicky Budiman melihat pujian Muhadjir ini tidak tepat.
Lihat juga: Menkes: Virus Corona Penyakit yang Bisa Sembuh Sendiri
"Menurut saya tidak tepat," kata Dicky melalui pesan singkat kepada CNNIndonesia.com, Kamis (18/6).
Keraguan terhadap klaim Muhadjir itu didasarkan atas tiga pertimbangan. Pertama, kata dia, cara seorang pemimpin merespons suatu pandemi sejak awal.
Kedua, kebijakan yang diambil merujuk pada sains dan strategi pandemi. Ketiga, pola strategi yang disusun dan konsistensi pelaksanaan strategi.
"Semua hal tersebut bila dilakukan sejak Maret (waktu temuan dua kasus Corona awal di Indonesia) tentu tidak akan menjadikan Surabaya berstatus merah tua," cetus Dicky.
Karena menurutnya, inti dari penanganan Covid-19 adalah keseriusan para pemimpin dalam menanggapi wabah Covid-19.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto berkunjung ke rumah sakit Mitra Keluarga, Depok, Jawa Barat, Senin (2/3/2020). Sebanyak 76 petugas medis di Rumah Sakit Mitra Keluarga Depok dirumahkan para petugas sempat berinteraksi dengan dua pasien yang positif terinfeksi virus corona. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha/aww.Menkes Terawan dinilai sempat menyebut Corona bisa sembuh sendiri. Selain itu, Wapres Ma'ruf Amin juga dianggap terlalu percaya diri karena Indonesia tanpa Corona karena qunut. (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)
Dicky juga mempertanyakan klaim Risma yang menyatakan kasus Corona tinggi di wilayahnya karena tes massal. Baginya, dalih itu bisa gugur seandainya ada pengendalian Covid-19 lewat kebijakan yang tepat dan edukasi warga yang benar.
"Temuan kasus meningkat akibat cakupan test yang meningkat betul," kata Dicky.
"Tapi harus difahaminya adalah cakupan test meningkat tidak akan menemukan kasus banyak jika pencegahan sudah berhasil dilakukan, jika masyarakat semakin sadar, dan jika pengendalian Covid berhasil," imbuhnya.
Alih-alih belajar dari Risma dalam menangani pandemi, Dicky menilai pernyataan Muhadjir ini lebih cocok dipandang jika yang dimaksud adalah menjadikan kesalahan Risma dalam penanganan Covid-19 sebagai bahan pembelajaran.
"Saya lebih setuju belajar dalam artian pembelajaran," ujarnya.
Di tengah kritik soal keseriusan pemimpin, Risma, lewat Perwali Surabaya Nomor 28 tahun 2020 tentang tatanan baru tak mencantumkan sanksi bagi pelanggarnya.
Pakar epidemiologi dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Windhu Purnomo menyesalkan Perwali ini.
Hal berbeda padahal diterapkan dalam peraturan Bupati Gresik dan Bupati Sidoarjo yang lebih tegas dengan mengatur sanksi berupa denda hingga Rp50 juta.
"Di Surabaya aja lho, Perwali yang baru enggak greget blas tok. Jadi itu kekurangan regulasinya yang enggak tepat," ujar Windhu, Sabtu (13/6).
|
Menteri satu ini memang tidak ada duanya, luar biasa.
Lebih tahu lapangan katanya,
Puji Risma semprot Anies. Padahal bisa dilihat dari data.
|