HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
-
Senin, 2024/04/24 11:43 WIB
Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia Dalam Usia 96 Tahun
-
Senin, 2024/04/24 16:41 WIB
2 Bule Nyasar ke Halalbilahal, Kesengsem Magelang Sampai Batalkan ke Bromo
-
Sabtu, 2024/04/23 14:49 WIB
PAN Siapkan Eko Patrio-Zita Anjani Pilkada Jakarta, Desy Ratnasari di Jabar
-
Kamis, 2024/04/21 10:11 WIB
Cak Imin Balas Wasekjen PBNU soal Bela Gus Ipul: Nggak Nanggepi Pengangguran
|
Thread Tools |
4th August 2020, 14:42 |
#1
|
Addict Member
|
Mati-Matian Hindari Resesi!
Bisnis.com, JAKARTA - Dag dig dug, jantung para pembuat kebijakan tentu berdegup kencang akhir-akhir ini. Pasalnya, ancaman resesi menanti di depan pintu. Sementara itu, resep obat birokrat yang dibangga-banggakan ternyata tak cukup mujarab mengobati ekonomi yang 'nyaris' sekarat. Wajar, jika Presiden Joko Widodo (Jokowi) cukup 'ceriwis' mengingatkan pembantunya untuk bergerak cepat. Jangan leda - lede, apalagi berpangku tangan, melihat kondisi sosioekonomi makin genting. Gunakan dong sense of crisis-nya! Pesan Pesiden Jokowi sangat jelas dan lugas dalam arahannya. Dia tak ingin meninggalkan legacy negatif di periode kedua pemerintahannya. Apalagi jika ekonomi harus resesi. Indonesia, bagi pemerintah, harus kuat melewati pandemi dan keluar dari ancaman resesi. Caranya? Ya tetap bergerak dan menjaga protokol kesehatan. Dalam posisi ini, kepala negara rupanya paham betul falsafah Jawa, ‘ora obah ora mamah’ alias tidak bergerak tidak makan alias tidak selamat. Masyarakat harus kembali beraktivitas meski sangat terbatas. Ekonomi tetap harus berjalan. Apalagi indikator-indikator ekonomi beberapa bulan terakhir belum juga pulih. Nah, di tengah hiruk pikuk rendahnya penyerapan anggaran penanganan Covid-19, lahir Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Kemunculan komite ini banyak memantik perdebatan. Apakah komite baru itu menggantikan peran gugus tugas atau memang ada perubahan orientasi penganan Covid-19? Pemerintah tentu saja tak secara lugas menjawab. Kalimat yang meluncur pendek saja: "Iya ada perubahan orientasi." Tetapi jika dilihat substansinya apalagi struktur pejabat di dalamnya perubahan orientasi itu cukup jelas. Bahasa politiknya bukan lagi kesehatan, sekarang ekonomi jadi prioritas. Komite ini sekaligus menerjemahkan keinginan penguasa dan pengusaha yang sedang berjibaku supaya bertahan dari guncangan resesi. Raden Pardede, salah satu pejabat di komite itu bahkan secara terang-terangan menyebutkan target jangka pendek yang akan dicapai komite. "Target kita tahun ini supaya tidak ada resesi," ujarnya dalam sebuah webinar, Senin (3/8/2020). Bahaya laten resesi memang semakin nyata dan menjadi momok yang sangat menakutkan. Kalau itu terjadi, bisa dibayangkan kondisi mirip 1998 atau bahkan lebih buruk dari tahun itu bisa terjadi. Pengangguran meningkat, pemutusan hubungan kerja dimana-mana, paling parah ya kerusuhan sosial. Indonesia, meski pada kuartal 1/2020 masih tumbuh 2,97 persen tetapi pada kuartal-kuartal bukanya tanpa risiko. Sejumlah ekonom bahkan menyebut perekonomian akan mengarah ke angka negatif bahkan resesi. Bekas Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo menyebut kuartal II/2020 ekonomi bisa mengarah ke minus 6 persen. Pertumbuhan negatif atau resesi sebenarnya bukan sebuah kejutan. Pasalnya sejak awal pandemi penurunan kinerja baik di sisi permintaan (demand side) atau permintaan dai sisi suplai tampak jelas. Kedua sisi ini terpukul cukup parah akibat pandemi Covid-19. Namun demikian, penurunan sisi permintaan inilah yang seharusnya menjadi perhatian lebih pemerintah. Pasalnya, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan share sisi demand, penekanan pada konsumsi rumah tangga, ke produk domestik bruto (PDB) lebih dari 50 persen. Artinya, konsumsi merupakan penggerak utama perekonomian domestik. Jika konsumsi terkontraksi dah daya beli masyarakat rendah, ekonomi sudah pasti nyungsep. Jadi, daripada jor-joran kasih duit ratusan triliun buat insentif dunia usaha yang penyerapannya memble, mbok ya dikasih saja ke masyarakat. Toh, kata bekas Menteri Keuangan Chatib Basri, kalau konsumsi masyarakat terjaga, tentu pelaku usaha akan melirik. Alurnya begini, ketika konsumsi membaik, aktivitas perekonomian kembali berjalan, peluang usaha bermunculan dan ini tentu akan dilirik pengusaha untuk berinvestasi. Namun, sebesar apapun duit digelontorkan, kalau konsumsi tidak jalan pengusaha tentu akan selalu mengambil posisi wait and see alias ogah spending duitnya. Mereka tentu berpikir, daripada berisiko, mending taruh uangnya di bank dapat bunga deposito tanpa harus capek-capek mengeluarkan uang untuk investasi. Kalau ini terus terjadi tanpa ada perubahan, ya mari sama-sama kita sambut resesi! Resesi ... Jadi, daripada jor-joran kasih duit ratusan triliun buat insentif dunia usaha yang penyerapannya memble, mbok ya duitnya dikasih saja ke masyarakat" |
4th August 2020, 14:46 |
#2
|
|
Mania Member
|
Quote:
lebih baik kasih ke dunia usaha. karena dengan membuat satu perusahaan kaga bangkrut maka otamatis ratusan pekerjanya bisa hidup dan kerja dan bisa berlangsung tahunan setelahnya... kalau langsung kasih ke orang ya ..... blassss... hilang begitu saja buat konsumsi.... heran pikirannya seperti kamu..... |
|
4th August 2020, 16:32 |
#3
|
Groupie Member
|
Yang paling tepat itu subsidi gaji pegawai. Jadi pemerintah kasih bantuan menanggung sekian persen dari gaji karyawan perusahaan.
Cara itu dana lebih susah untuk diselewengkan kalau datanya berdasarkan data SPT Pph karyawannya. Perusahaan tidak mungkin menipu soal itu dengan melaporkan data fiktif. Tidak ada perusahaan yang mau repot bayarin pph untuk karyawan fiktif ataupun sekedar bikin laporan SPT untuk karyawan fiktif. Dengan cara subsidi gaji maka perusahaan tetap mempertahankan karyawannya karena sudah dibuat lebih murah gaji karyawannya yang harus ditanggung perusahaan. Kalau diphk perusahaan tanggung penuh uang pesangonnya jadi lebih untung pertahankan karyawannya. |
King of Losers |
4th August 2020, 17:21 |
#5
|
Mania Member
|
Makanya pemerintah harusnya dari awal sigap mengantisipasi Covid-19, bukannya malah terkesan "nantangin" dengan pernyataan konyol seperti kekuatan doa, minum jamu, makan nasi kucing.
Sekarang hasilnya apa?? Pertambahan kasus terus tinggi, sementara ekonomi hancur. Padahal udah sering diingatkan, syarat utama ekonomi bisa berjalan dengan baik adalah RASA AMAN. Sekarang pemerintah koar-koar new normal, katanya mau merangsang aktivitas ekonomi, tapi kalo kasus masih tinggi ya banyak pihak yang masih takut untuk menjalankan aktivitas seperti biasa. Mereka lebih memilih menyelamatkan diri supaya tidak kena penyakit. Kita jadi bingung sekarang ini fokus pemerintah sekarang kemana. Ekonomi bukan, kesehatan juga bukan. |
4th August 2020, 17:32 |
#6
|
|
Mania Member
|
Quote:
Ini bukan bantuan, tapi GANTI RUGI, akibat kelalaian pemerintah yang tidak sigap sejak awal menghadapi Covid-19 tetapi malah mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang aneh-aneh. Maka harus ada pakar hukum yang mengajukan gugatan class action kepada pemerintah Indonesia karena ini. Uangnya dari mana??? Ya jelas gak boleh memeras pengusaha untuk itu juga dong. Kan bisa ngutang. Nanti mereka-mereka yang demo atau bikin pendapat ngawur yang menyamakan hutang negara dengan hutang warung, diasingkan saja ke Nusakambangan. |
|
|
4th August 2020, 18:37 |
#8
|
|
Addict Member
|
Quote:
penambahan pasien terus meningkat seiring pergerakan manusia. RS sebentar lagi penuh. ngerii bayangin apa yg terjadi andai vaksin belum juga ada sampai akhir tahun |
|
4th August 2020, 19:32 |
#9
|
Groupie Member
|
Kemungkinan kecil vaksin bisa siap sebelum akhir tahun.
|
King of Losers |
4th August 2020, 19:50 |
#10
|
|
Groupie Member
|
Quote:
|
|
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer