ari2002 |
26th December 2018 20:30 |
2.
Quote:
Kesaksian Warga Bekasi soal Pengukuran Tanah TKA China
Bekasi, CNN Indonesia -- Langit di kawasan Jatimulya, Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi ditutupi awan, Rabu (19/9). Suasana teduh rasa mau hujan menyelimuti pagi di pinggir aliran saluran Kalimalang saat CNNIndonesia.com tiba di sana. Terdapat sekitar tujuh bangunan rumah warga di lokasi tersebut. Jalan di depannya pun sedikit berbatu dan agak berdebu.
Dari salah satu rumah tampak seorang perempuan tampak tengah sibuk mengeluarkan sepeda motor bertransmisi otomatis pabrikan Jepang dari halaman rumahnya. Terlihat anak kecil berusia sekitar dua tahun mondar-mandir seakan mencoba lari dari pengawasan sang ibu yang tengah berjibaku dengan motornya itu.
Perempuan tersebut adalah Ita Purba (31). Ia merupakan istri dari Ketua RT07/RW06 Kelurahan Jatimulya, Karta Sitepu. Belakangan wilayah tinggal mereka ramai diperbincangkan karena beredar video yang berisi cekcok antara Karta dengan pekerja asing yang tengah mengukur tanah di depan rumahnya.
"Sebentar ya suami saya lagi keluar," kata Ita sambil menyuruh CNNIndonesia.com duduk di teras rumah.
Ita pun menunda kepergian untuk menunggu suaminya pulang sambil menemani kami. Sambil menunggu Karta datang, Ita yang saat itu menggendong anaknya sedikit bercerita soal pengukuran tanah di video tersebut yang direkamnya pada 5 September 2018.
"Waktu itu saya disuruh suami saya buat ngerekam, katanya mau di-masukin ke facebook, kesel kali," kata Ita.
Tak lama Ita bercerita, Karta tiba dan sempat menyapa kami. Ia masuk untuk mandi dan berganti pakaian karena hendak bertemu dengan Lurah Jatimulya. Sebelumnya, Karta menyempatkan diri untuk melanjutkan cerita Ita soal tenaga kerja asing asal China itu.
Karta menuturkan saat kejadian dirinya hendak pergi keluar rumah untuk suatu keperluan. Saat keluar rumah ia melihat dua orang di depan rumahnya tengah mengukur tanah. Karta pun menegur dan bertanya kegiatan yang mereka lakukan.
Ternyata orang yang ditegur seperti tak paham pertanyaan dirinya. Karta lantas bertanya menggunakan bahasa Inggris semampunya. Hasilnya sama mereka diam dan hanya menggelengkan kepala.
Tak lama kemudian, datang sejumlah pekerja lain yang sama-sama melakukan pengukuran. Ada sekitar enam sampai tujuh
orang, dua di antaranya warga negara Indonesia.
Karta kemudian bertanya kepada pekerja asal Indonesia itu. Mereka, kata Karta, hanya menjawab "enggak tahu". Tidak puas dengan jawaban itu, Karta terus mencecar mereka dan akhirnya mereka mengaku pekerja proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.
"Dia bilang KIIC, KCIC, pokoknya Kereta Cepat Jakarta-Bandung itu," ujar Karta.
Dia tak terima dengan jawaban si pekerja karena wilayahnya tidak termasuk dalam trase (jalur) Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Terjadi sedikit adu mulut antara Karta dengan pekerja Indonesia itu. Setelah adu mulut, pekerja itu pun menelepon.
"Habis dia telepon dia tanya ke saya, 'ini daerah mana pak'. Kok aneh sih orang kerja nggak tahu lagi kerja di mana," ujar Karta.
Tak lama setelah itu para pekerja itu pun memutuskan untuk pergi dari lingkungannya.
Karta mengaku cukup berang dengan tindakan pengukuran semena-mena di lingkungan rumahnya itu. Alasan itu yang membuatnya kemudian mengunggah video perdebatannya ke warga asing ke akun Facebook miliknya. Dia mengaku tidak terpikir untuk melaporkan ke aparat soal kejadian itu.
"Saya ingin mengeluhkan saja sebagai seorang RT kali aja ada yang mau bantu, eh tahu-tahu dua minggu setelah saya upload itu ramai, viral. Padahal enggak ada tujuan saya buat ini viral. Saya aja baru tahu istilah viral setelah ketemu wartawan," tutur Karta.
Barulah setelah video unggahannya viral dia melaporkan soal cekcok pengukuran tanah ke RW hingga Lurah. Dia juga sempat mengontak koleganya di Polres Kabupaten Bekasi untuk menyelidiki para pekerja itu. Bahkan dia mengaku sudah beberapa kali didatangi aparat kepolisian mulai dari tingkat polsek hingga Polda Metro Jaya.
Karta melanjutkan, bukan kali pertama sejumlah pekerja proyek baik itu lokal maupun asing melakukan pengukuran di wilayahnya. Setidaknya sudah empat kali wilayahnya disambangi pekerja proyek untuk diukur. Dia tidak yakin apakah mereka orang yang sama dan sudah datang empat kali ke wilayahnya. Pasalnya dia baru sekali itu saja memergoki para pekerja asing itu.
"Saya enggak tahu kalau yang sebelumnya saya hanya terima laporan dari warga saja," ujar Karta.
Karta merasa ia dan warganya tidak dihargai karena sudah ada empat kali pengukuran di wilayahnya, tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Sejumlah warga menurutnya was-was dengan kegiatan itu.
Maklum wilayahnya sangatlah sensitif karena diapit dua proyek besar yakni pembangunan Kereta Rel Ringan (LRT) dan Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Isu soal gusuran menjadi hal yang lekat di telinga Karta dan warganya meski daerahnya tidak terdampak oleh kedua megaproyek itu.
"Ada warga yang datang ke saya tanya, 'Pak itu habis diukur ya? Istri saya menggigil di rumah takut rumahnya digusur'. Mendengar itu apa saya enggak marah sebagai RT ngeliat warga saya kayak gitu," ujarnya.
"Tolong lah dikomunikasikan yang transparan biar saya bisa menjelaskan ke warga. Kalau kayak gini enggak jelas enggak ada bahan apa yang bisa saya jelaskan ke warga," katanya.
Salah seorang warga RT07, Rismen (71), membenarkan bahwa warga termasuk dirinya sedikit was-was dengan kegiatan pengukuran di wilayah tinggal mereka. Momok penggusuran melekat di benaknya apabila melihat atau mendengar kegiatan pengukuran tanah di wilayahnya.
Beda dengan Rismen, Usum (73) yang juga warga RT07 mengaku biasa-biasa saja mendengar kegiatan pengukuran tanah di wilayah tinggalnya. Asalkan tanahnya diganti rugi jika harus menerima gusuran, Usum mengaku tidak masalah.
Ditemui terpisah, Lurah Jatimulya Charles Mardianus mengaku tidak diberitahu pihak kontraktor ihwal pengukuran tersebut. Ia pun mengaku baru mengetahui kejadian itu setelah video pengukuran tanah oleh warga asing di Jatimulya viral di media sosial.
Seharusnya, kata Charles, pihak pemilik atau kontraktor proyek memberikan surat pemberitahuan terlebih dahulu ke kelurahan jika ingin melakukan kegiatan apa pun di daerahnya.
"Prosedurnya kan seharusnya mereka membuat surat pemberitahuan diserahkan ke Kelurahan, nanti dari situ pihak Kelurahan bakal menghubungi RW dan RT setempat untuk kemudian didampingi, jadinya warga tahu dan tidak resah," kata Charles saat ditemui di kantornya.
Senada, Camat Tambun Selatan Iman Santoso menyatakan kegiatan apapun yang berada di lingkungannya minimal harus dilaporkan kepada pihak kelurahan setempat. Hal itu bertujuan agar kegiatan di sana tidak menimbulkan keributan dan kontroversi di tengah warga seperti halnya yang terjadi sekarang.
|
sabar ya pak.. rezim sekarang memang sangat ramah sama TKA CHINA :D
|