View Single Post
Old 19th July 2008, 13:33
#7  
nevergiveup
Mania Member
nevergiveup is offline

nevergiveup's Avatar

Join Date: Mar 2008
Location: Samarang
Posts: 1,941
nevergiveup is a star wannabenevergiveup is a star wannabenevergiveup is a star wannabe

Default

Hendrik Freerk Tillema,
Anggota Dewan Kota Semarang, Giat Melawan Malaria


"Selainnja dr. de Vogel, moesti diseboet djoega namanja toean-toean
Terburgh, Engerbard, Westerveld, Simon Thomas, dan Tillema, lebih
djauh leden gemeenteraad Priboemi, toean Soenarjo dan patih-patih,
dari fihak orang Tionghoa Majoor Tan Siauw Lip, jang soedah beriken
bantoeannja jang berharga pada gemeenteraad."
Itulah secuail petikan kisah yang termuat dari buku Riwajat Semarang
karya Liem Thian Joe. Dalam kutipan tersebut ada nama
Tillema.Dikatakan dia sebagai orang yang telah memberikan bantuan yang
berharga bagi gemeenteraad (pemerintah kota) Semarang.
Siapakan sebenarnya Tillema dan apakah jasanya yang telah diberikan
bagi Semarang? Hendrik Freerk Tillema lahir di pinggir selatan danau
Tjeuke provinsi Friesland, Belanda pada 5 Juli 1870. Ayahnya bernama
Sikke Tillema. Setelah dewasa H.F. Tillema menikah dengan Anna Sophia
Weehuizen. Pasangan ini dianugerahi Tuhan dua anak.
Setelah menyelesaikan kuliahnya Tillema pergi menuju Semarang pada
tahun 1896. Sebagai apoteker dia bekerja di Samarangsche Apotheek. Tak
perlu menunggu lama, tiga tahun setelah bekerja dia membeli apotek
tersebut.
Tillema memiliki jiwa dan bakat berbisnis. Itu terbukti dengan semakin
luasnya jaringan perusahaannya. Di usia yang sangat muda dia
mendirikan sebuah perusahaan bernama Hygeia.
Ketika menjadi pimpinan apotek, Tillema dengan cermat memperhatikan
cara pembuatan air mineral. Sampai kemudian dia berhasil membuat
sendiri pabrik pengolahan air mineral dalam suatu perusahaan yang up
to date.
Dapat dikatakan pada saat itu perusahaan Hygeia sudah menerapkan
prinsip industri modern. Air mineralnya diproduksi dengan cara kerja
Amerika. Sedangkan untuk mempromosikan produknya, Tillema meniru iklan
ala Perancis. Semua itu ditopang dengan bangunan pabrik modern dengan
konstruksi beton. Bisnisnya berjalan maju dan menjadikan
pundi-pundinya penuh dengan harta.
Namun kelimpahan harta yang dialami tidak membuat Tillema menjadi
sombong dan menutup mata terhadap kondisi sekitarnya. Tillema tetap
memiliki naluri yang penuh empati terhadap orang-orang yang menderita.
Karakter itu tergambar dari buku karyanya yang berjudul "Riooliana".
Buku ini berisi anjuran agar memperhatikan sistem pembuangan sampah.
Meskipun biaya pembuatannya mahal tapi peranannya sangat penting untuk
mengatasi infeksi.
Buku itu muncul setelah dia memperhatikan kondisi kota-kota di Jawa
yang memang sangat kumuh dan tidak memiliki sistem sanitasi yang
memadai. "Riooliana" ditulis Tillema karena dia tersentuh wabah
penyakit kolera tahun 1910. Buku itu dapat dikatakan sangat lengkap,
karena selain berisi tulisan yang bermutu juga dilengkapi dengan
gambar dan foto. Pada tahun itu juga Tillema terpilih menjadi anggota
Dewan Kota Semarang.
Lingkungan kota Semarang memang menjadi pusat perhatian Tillema.
Buruknya tingkat kesehatan warganya ditengarai akibat lingkungan yang
tak bersih. Ide serta pandangannya tentang lingkungan Semarang
kemudian ditulis dalam sebuah buku berjudul "Van Wonen en Bewonen, Van
Bouwen, Huis en Erf."
Buku yang disusun tahun 1912 itu dibiayai dengan dana dari kantongnya.
Tillema kemudian mengirimkannya pada orang-orang berpengaruh pada
waktu itu.
Sikap kepedulian Tillema pada kesehatan warga Semarang terus saja
ditunjukknnya dalam berbagai aktivitas. Tahun 1011 misalnya, dia
kembali mencalonkan diri untuk menjadi wakil rakyat dengan mengusung
motto, "Weg met de malaria! Daarom stemt op Tillema!" Kurang lebih
kalimat itu memiliki arti, "Hilangkan Malaria! Pilih Tillema!"
Selain merakyat, Tillema ternyata juga dikenal sebagai sosok yang
sangat berani dalam mengungkap kebusukan politik pemerintahan. Dalam
Kongres Internasional Permukiman yang berlangsung di Scheveningen
Belanda tahun 1913, dia membuka borok-borok kemunduran kota di Hindia
Belanda.
Di ajang Kongres Perumahan Internasional tersebut dia memaparkan
makalahnya tentang buruknya sanitasi di kota-kota pantai Hindia
Belanda. Batavia, Semarang dan Surabaya dianggapnya memiliki iklim
yang tidak cocok bagi warga Eropa. Kelembaban sangat tinggi dan
suhunya sangat panas. Hal itu berdampak pada menurunnya gairah kerja
dan juga malah membahayakan kesehatan.
Pada 1916 dia kembali melakukan penelitian di kota-kota sepanjang
pantai utara pulau Jawa. Hasilnya disimpulkan bahwa suhu yang panas
menyebabkan badan cepat berkeringat sehingga cepat lelah. Di kota-kota
itu juga menjadi daerah yang rawan penyakit karena dikelilingi oelh
rawa-rawa.
Kaum perempuan pun menjadi sorotannya. Dari penelitian Tillema di
tahun yang sama banyak kaum perempuan yang harus terpaksa tinggal di
kampung-kampung kota dan tanah lapang dekat stasiun maupun pelabuhan.
Mereka diam di ruangan ukuran 4x4 meter dalam kondisi kumuh dan
memprihatinkan.
Langkah radikal Tillema dilanjutkan dalam Sociaal Technische Congres
di Semarang tahun 1922. Kongres yang sama kembali dilaksanakan tahun
1925 setelah berakhirnya krisis ekonomi.
Materi-materi yang dibahas dalam kongres itu adalah pembicaraan
ide-ide perbaikan permukiman. Selain itu juga dibahas tentang rumah
ideal bagi penduduk kampung yang sehat, murah dan sesuai dengan budaya
lokal.
Ya, Tillema dikenal memiliki semangat besar dan seorang single
fighter. Dia memiliki keyakinan penuh bahwa Hindia Belanda dapat
diubah dari dalam. Dia bisa disamakan dengan Multatuli yang berjuang
di kota besar untuk merintis pengadaan air leding.
Perusahaan Tillema semakin berkembang pesat. Melalui NV Mineraal W.
Fabriek Hygeia v/h R. Klaasesz & Co. dia memproduksi juga limun.
Pabrik yang beralamat di Handelsstraat 6 dengan nomer telepon 2065
tersebut salah satunya memproduksi Limoen Tjap Koetjing. Dalam
iklan-iklannya produk ini tetap menjunjung tinggi kebersihannya.
"Limoen Klaasesz Tjap Koetjing jang soedah terkenal keras dan bersih."
Namun demikian Tillema terpaksa harus mengakhiri usaha dan
pendampingannya pada warga Semarang pada tahun 1914. Dia terpaksa
meninggalkan kota yang dicintainya itu karena ingin tinggal bersama
anaknya yang bersekolah di Belanda. Di tahun itu dia menjual
perusahaan Hygeia. Bekas pabrik milik Tillema itu kini masih berdiri
dan dijalan depannya sekarang digunakan sebagai pasar ikan hias.
Tepatnya di sekitar Jln H. Agus Salim Jurnatan.
Di Belanda ternyata dia tidak tinggal diam. Tillema membuat sketsa
untuk konferensi perumahan. Namun acar itu gagal karena Perang Dunia
I. Akhirnya dia menyusun sketsa-sketsanya tersebut dalam buku berjudul
"Kromoblanda", yang terdiri dari 6 jilid. Kromoblanda terbit natra
tahun 1915 sampai 1923.
Ternyata pada tahun 1924-1925 Tillema kembali ke Indonesia untuk
berpetualang. Dari perjalanannya itu dia menerbitkan buku "Zonder
Tropen – Geen Europa!" Buku yang dilengkapi 300 foto itu menceritakan
kekayaan bangsa Barat yang umumnya diperoleh dari jajahannya (negara
dunia ketiga). Negara-negara Eropa harus sadar akan hal itu dan harus
mulai peduli terhadap perkembangan negara jajahannya.
Karya ini merupakan karya terbesar Tillema yang terakhir. Dari
karyanya ini dia mendorong agar pemerintah Belanda menghilangkan sikap
tidak mempedulikan Indonesia.
Tahun 1927 – 1928 dia kembali ke Indonesia, tepatnya ke daerah sungai
Barito. Hasil perjalanannya kemudian dibuat film berjudul "Langs
Borneo's breede stromen".
Tiga tahun kemudian giliran Kalimantan yang menjadi tujuannya. Tahun
1933 Tillema mengedit filmnya "Naar Apo-Kajan." dengan durasi 68
menit.
Tahun 1938 Tillema menyumbangkan 5 ribu fotonya bersama 6 ribu foto
lainnya kepada Rijksmuseum voor Volkenkunde di Leiden. 9 November 1940
dia dianugerahi gelar doctor honoris causa di Universitas Groningen.
Tillema pada tahun 1943 sempat mengungsi dari Bloemendaal ke Eindhoven
karena perang. Setelah perang dunia II berakhir dia kembali ke
Bloemendaal.
Kecintaannya pada kota Semarang tergambar dari pemberian nama pada
villa miliknya di Bloemendaal yang bernama Villa Semarang. Dia
meninggal dunia pada saat istirahat siang di Villa Semarang pada 26
November 1952. (Thomas Joko)

JALAN KEBENARAN HIDUP
DENGAN SAYAPMU KU AKAN TERBANG TINGGI. DITENGAH BADAI HIDUP KU TAK AKAN MENYERAH.
Reply With Quote