View Single Post
Old 1st October 2017, 09:18
#50  
amethyst.purple
Addict Member
amethyst.purple is offline

Join Date: Dec 2016
Posts: 193
amethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legendamethyst.purple Super Legend

Default

Ini cerpen pertama saya yang berbau islami, moga berkenan

Kalo Jodoh Nggak Kemana

"Za ...!"

"Iya, Umi. Ada apa?" tanyaku menghampiri Umi yang sibuk memasukkan lumpia ke dalam kantong plastik.

"Tolong kasihkan ini ke tempat Bu Hajah Ima, ya!" pinta Umi.

"Emang, Mas Dimas nggak ambil sendiri ke sini, Umi?"

"Mas Dimas lagi repot, bantuin renovasi tokonya Bu Hajah," jelas Umi, menyerahkan bungkusan plastik berisi lumpia kepadaku.

Kuraih bungkusan itu bergegas menghampiri motor matic kesayanganku, menuju rumah Bu Hajah Ima.

Bu Hajah menjadi pelanggan tetap lumpia Umi, tiap dua minggu sekali beliau selalu memesan lumpia untuk sajian pengajian ibu-ibu RT di kampungku. Biasanya ada Mas Dimas, salah satu pesuruh di toko Bu Hajah yang mengambil pesanan lumpia. Berhubung Mas Dimas nggak bisa, mau nggak mau aku sendiri yang berangkat nganterin pesanan.


***
"Assalamu'alaikum ...," sapaku.

"Wa'alaikumussalam." Seorang laki-laki menghampiriku di depan pintu. "Ada apa, ya?" tanyanya. Ya Tuhan, ni cowok cakep banget.

"I-i-ini, mau nganterin pesanan lumpia Bu Hajah." Kusodorkan bungkusan plastik ke arahnya, sambil memberikan senyum terbaikku.

"O, makasih ya!" Dia tersenyum sekilas dan berlalu dari hadapanku. Aku hanya bengong dibuatnya, baru kali ini ada cowok yang tak mengacuhkan aku.

Sepanjang jalan aku hanya menggerutu, kesal mendapat perlakuan seperti tadi. Dan berlanjut sampai aku memasuki rumah.

"Kamu ngapain, Za? Kok komat-kamit gitu mulutnya," tanya Umi heran.

"Eh, Umi tahu nggak kalo di rumah Bu Hajah ada cowok cakeeep ... banget."

"Cowok? Seumuran Mas Rahmanmu?"

"Ho'oh, kok Umi tahu?" tanyaku penasaran.

"Itu mungkin Mas Hamid, anak kedua Bu Hajah yang baru pulang dari Riau. Umi dengar, rencananya mau pindah dan ngelanjutin kuliah semester lima-nya di kampus kamu. Bu Hajah mau Mas Hamid menemaninya di rumah. Kan, anak pertama Bu Hajah, Lathifa sudah menikah dan tinggal di rumah suaminya. Terus Si Fariz mau kuliah di Kairo," jelas Umi panjang lebar. Aku hanya mengangguk-angguk, mengerti.

Aku bisa memahami keinginan Bu Hajah meminta salah satu anaknya menemaninya di rumah. Beliau seorang janda. Dua tahun lalu, suaminya meninggal akibat serangan jantung. Suami Bu Hajah sama seperti Abi, pensiunan ABRI. Untungnya Bu Hajah punya toko kelontong yang ramai pembeli untuk membantu perekonomiannya.

Tapi ... Hamid ...? Kenapa aku nggak tahu ada anak Bu Hajah bernama Hamid? Ah bodohnya aku. Ke mana saja aku ini, sampai anak tetangga sendiri yang sekeren itu aku nggak tahu?

Ah,mungkin aku terlalu sibuk gebet sana-sini sampai mengabaikan potensi besar yang ada di kampungku sendiri. Tahu begitu, kan dari dulu aku sering-sering main ke tempat Bu Hajah.
Pikiran itu bikin aku cengar-cengir sendiri. Senyum Mas Hamid yang hanya sekilas kulihat tadi siang terbayang lagi. Ah, pelit senyum sekali dia.

Eh, tapi ... sejak dulu aku kan sering ke tokonya Bu Hajah, untuk membeli bahan lumpia, tapi aku nggak pernah lihat Mas Hamid ada di sana. Atau, jangan-jangan, dari kecil Mas Hamid nggak pernah tinggal di sini? Di Riau itu ... di rumah kakek-neneknya kah? Hemm... banyak hal yang perlu aku tanyakan kepada Umi.

Hari sudah beranjak malam Umi dan Abi pasti sudah tidur. Lagipula aku ada kuliah besok pagi, mendingan aku tidur sekarang.

***
Pagi ini aku sengaja bangun pagi-pagi agar dapat sarapan bersama Abi dan Umi. Kugunakan kesempatan ini untuk menanyakan sesuatu hal tentang Mas Hamid.

Di meja makan sudah terhidang nasi goreng spesial kesukaanku. Aku mengambil tempat duduk persis di sebelah kiri Umi, sedangkan Abi ada di sebelah kanan Umi.
Di rumah tinggal kami bertiga. Mas Rahman, kakak semata wayangku sedang pendidikan perwira di Bandung.

"Tumben kamu ikut sarapan, Za,?" ledek Abi, aku hanya cengar-cengir menanggapinya. Maklumlah, biasanya saat aku berangkat ngampus, Abi sudah sibuk dengan ternak bebeknya di kandang.

"Mi, memangnya benar ya, Mas Hamid kuliah di kampus Zahira?" bisikku ke Umi. Malu kalau Abi dengar.

"Iya, Bu Hajah sendiri yang bilang ke Umi. Katanya, Mas Hamid ngambil jurusan perbankan syariah," jelas Umi.

"Ada apa sih, Mi?" tanya Abi nimbrung.

"Ada deh ...!" jawabku.

"Ini lo, Bi, nanyain anaknya Bu Haj ..." Kusenggol lengan Umi, memberi kode untuk berhenti memberitahu Abi.

"Owh, yang Umi bicarakan semalem," ucap Abi mengangguk-anggukan kepalanya.

"Umi ...!"rengekku. Abi dan Umi tertawa menanggapinya.

Segera kutandaskan nasi goreng spesial buatan Umi dan berangkat ngampus. Aku malu diledekin Abi terus. Tak lupa pamit dan mencium tangan kedua orang tuaku.

Saat mencapai pintu keluar Abi berteriak, "Za! salam buat calon mantu kalo ketemu ya!"ledek Abi diiringi gelak tawa Umi. Konspirasi!

***

Bersama Ayu, sahabatku. Aku mencoba mendatangi kelas Mas Hamid. Tiba di kelas yang kumaksud, kujulurkan kepalaku dari balik jendela, kelas masih kosong. Mungkin aku kepagian kali , ya?

"Sedang apa ya?" Suara merdu itu? Kupalingkan wajah ke pemilik suara yang beberapa hari ini memenuhi otakku. Membuatku senyum-senyum sendiri nggak jelas.

"Eh, i-i-itu, anu ... aku ...," jawabku gugup. Matanya menatapku seolah menyelidik, dan saat mata kami bertemu, segera dia memalingkan wajahnya.

"Permisi," pamitku segera. Kuapit lengan Ayu yang masih bengong , meninggalkan tempat itu.

***

"Cowok tadi itu sapa ya, Za?" tanya Ayu, saat aku sedang asyik menyantap mie ayam di kantin kampus.

"Itu yang namanya Mas Hamid," jelasku.

"O ... itu, cakep sih, cuma agak jutek dan pastinya itu cowok alim deh. Dilihat dari tampilannya dan ambil jurusan perbankan syariah pula."

"Bagus dong kalo orangnya alim," belaku.

"Iya sih, tapi itu bukan tipe kamu banget deh, Za!"

"Sekarang ni ya, cowok metroseksual dan brandalan itu udah mainstream banget," kilahku. Ayu hanya mendengus kesal menanggapi ucapanku.

Sudah beberapa hari ini, aku sering menguntit ke mana saja mas Hamid pergi. Aku jadi tahu kebiasaan dia yang suka menyendiri di taman belakang kampus, dekat dengan musala sambil membaca buku. Kadang kala suka ngobrol dengan anak-anak rohis kampus di musala.

***
Hari ini, aku sengaja berdandan lebih cantik, meskipun memang pada dasarnya aku cantik sih, terbukti dari banyaknya cowok yang mendekatiku di kampus selama ini.

Kusapu pandangan di sekitar kampus, sosok yang kucari tak juga terlihat. Bergegas aku menuju taman belakang, tempat biasa Mas Hamid membaca.

"E-hem, e, Mas ... boleh saya duduk di sini?" tanyaku.

"Silakan aja," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca. Kuambil tempat di sebelah.

"Ehm, Mas Hamid masih ingat aku?" tanyaku, mencari topik pembicaraan.

"Masih."

"Oya? Coba, emang aku ini siapa?"

"Kamu yang pernah kirim lumpia ke rumah,kan? Anaknya Bu Ratih?" Ya Tuhan, dia tahu, dia tahu aku.

"Sibuk belajar ya, Mas?" tanyaku, sambil menjulurkan kepala untuk melihat bacaan apa yang sedang dia baca.

"Nggak," jawabnya singkat.

"Lalu, kok Mas sibuk menekuni buku itu terus. Padahal saya yang ngajak bicara Mas kan di sini." Agak bete juga akunya, dari tadi ngajak ngobrol nggak pernah sedikit pun dia melihatku.

"Lagi menjaga pandangan."

"Ha? Pandangan apa? Saya kan gak telanjang, masih pake baju lengkap kok!" protesku. Ini nih, resiko ngedeketin orang alim, butuh perjuangan.

"Padahal aku sudah dandan cantik gini, masak nggak dilirik sedikit pun."

"Cantik luarnya itu banyak, tapi cantik di dalam itu langka." Ha? Maksudnya? Apa aku orang jahat? Gini-gini aku masih punya hati nurani.

"Aku permisi dulu, ada kelas." Segera dia bergegas pergi tanpa menoleh padaku. Kuhentak-hentakkan kaki di tanah, sebel, bete dan marah menjadi satu. Baru kali ini aku ngedeketin cowok susahnya minta ampun. Padahal biasanya cowok-cowok pada ngantri buat jadi pacarku.


Bersambung.....


lanjutan besok

Last edited by amethyst.purple; 1st October 2017 at 09:32..
Reply With Quote