HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Rabu, 2024/03/28 12:03 WIB
Harvey Moeis Suami Sandra Dewi Tersangka Korupsi Timah, Pakai Rompi Pink
-
Rabu, 2024/03/28 12:33 WIB
Penampilan Ammar Zoni Berjenggot Saat Tiba di Kejari Jakarta Barat
-
Rabu, 2024/03/28 12:52 WIB
Lolly Pulang ke Indonesia, Nikita Mirzani: Dia Dideportasi dari Inggris
-
Rabu, 2024/03/28 16:10 WIB
Momen Langka, 3 Anak Michael Jackson Berpose Bersama di Karpet Merah
-
Rabu, 2024/03/28 16:36 WIB
Celine Evangelista Makin Serius Dalami Islam
-
Rabu, 2024/03/28 12:44 WIB
Pemain Sinetron Ojek Pengkolan, Sopyan Dado Meninggal Dunia
|
Thread Tools |
28th September 2020, 14:10 |
#5401
|
Mania Member
|
HIBURAN DAN TV: SCTV DAPAT DITANGKAP DI SEKITAR SEMARANG
SIARAN SCTV (Surya Citra Televisi Indonesia) Surabaya dapat ditangkap di Semarang dan sekitarnya. Tetapi, (waktu itu) antenanya harus setinggi 5-10 meter. Itu pun kadang harus dilengkapi alat bantu yang biasa disebut UHF 'tuner' dan 'booster'. Alat bantu itu sudah banyak dijual di toko-toko elektronik di seantero Semarang (waktu itu). Harga satu set antena dan alat bantunya mencapai Rp 100 ribu, lebih murah sedikit bila dibandingkan dengan harga di Surabaya yang Rp 125 ribu hingga Rp 150 ribu itu.
Meski termasuk cukup mahal, masyarakat Semarang banyak yang membutuhkannya (waktu itu). Dengan demikian, mereka dapat menangkap siaran dari TVRI Yogyakarta, Jakarta, dan Surabaya. Antena untuk menangkap siaran SCTV itu ditata silang. Berbentuk huruf X, 25 batang. Logam yang digunakan sama dengan antena biasa. Sebenarnya yang mahal 'booster'-nya. Satu 'booster' mencapai Rp 60 ribu. Antena dan kabel untuk disambungkan ke pesawat televisi hanya menghabiskan biaya Rp 40 ribu. Antena itu ternyata juga bisa untuk menangkap siaran RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) Jakarta dengan mengubah-ubah arah antenanya. "Sayangnya RCTI kurang bisa ditangkap jelas, tidak sejelas SCTV," kata Kasbu, penduduk Srondol, Semarang (waktu itu). Dok. Jawa Pos, 5 April 1991, dengan sedikit perubahan |
28th September 2020, 14:11 |
#5402
|
Mania Member
|
HIBURAN & TV: MUSIKAL LEBARAN (RCTI/SCTV), MEMANJAT DOA LEWAT GERAK DAN LAGU
MUSIKAL dan teater gerak adalah pertunjukan seni yang tidak asing lagi di Indonesia. Roy J Tobing didukung artis-artis ibukota ternama (waktu itu) akan mempersembahkan Musikal Teater Gerak yang khusus ditayangkan pada hari Lebaran, 16 April 1991.
Acara itu (waktu itu) diharapkan dapat menggugah serta menumbuhkan kesadaran sesama umat manusia, khususnya umat Islam. Dengan bentuk seni yang mengandung aspirasi Islam, kita diajak menghayati beberapa tema religius dari beberapa ayat suci Al Qur'an dan rintihan doa pecinta Allah. Visualisasinya lewat musik (lagu-lagu pop Islam) dan dipadukan dengan unsur dramatik serta gerak tubuh yang berkadar sosial. Acaratersebut terbagi dalam 6 bagian dan dibuka dengan gema takbir yang menggambarkan suasana gembira untuk menyambut Idul Fitri. Di sini (waktu itu) akan dibawakan lagu untuk mengingatkan kewajiban umat Islam untuk melaksanakan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan. Isi bagian kedua adalah doa-doa orang yang sadar akan kekhilafannya, yang ditampilkan dengan puisi dan gerak diiringi ilustrasi musik dan musik pop. Maha segala maha, menggambarkan kesaksian akan kebesaran Allah, juga melambangkan putaran waktu dan kehidupan pada mulanya. Perlambang ini divisualisasikan dengan gerak serta dimeriahkan lagu-lagu. Karbela, adalah salah satu kejadian tentang keluarga Rasulullah Muhammad SAW yang emnggambarkan cobaan yang dialami mereka dan pengikutnya. Peristiwa ini merangsang kesadaran manusia untuk melakukan perlawanan terhadap segala rintangan baik di luar maupun di dalam dirinya. Gerbang keampunan adalah suatu harapan manusia agar dibuka pintu ampunan oleh Allah SWT, dan suasana hati gembira setelah melewati masa cobaan. Di sini (waktu itu) akan digambarkan dengan nyanyian pop oleh artis-artis. Akhir renungan Idul Fitri itu (waktu itu) akan ditutup dengan doa bersama serta menyanyikan lagu-lagu Lebaran, untuk menyambut kemenangan ibadah puasa. Dok. Jawa Pos, 15 April 1991, dengan sedikit perubahan |
28th September 2020, 14:12 |
#5403
|
Mania Member
|
MEREKA YANG DI POSISI KUNCI
Indriena Basarah, direktur program SCTV
ALUMNUS Universitas Boston, AS, bidang komunikasi dan hubungan internasional ini merupakan satu dari dua wanita yang menduduki kursi direksi di SCTV (Surya Citra Televisi Indonesia). Ia bergabung dengan SCTV, sejak stasiun itu masih "embrio", empat tahun sebelumnya (1990). Pada awalnya, ibu satu anak (waktu itu) ini menjabat manajer program. Setahun kemudian (1991), ia dipromosikan menjadi direktur program, jabatna yang masih didudukinya hingga saat itu (1994). Bagi Indriena, peluang karir wanita di stasiun TV sesungguhnya besar sekali. "Karakter pekerjaan di TV sebetulnya membutuhkan ketelitian yang tinggi," katanya. "Unsur ini khan spesifik punya wanita." Meski begitu, tak berarti kaum wanita bisa begitu saja merebut peluang karir di bidang ini. Sebab, Indriena menambahkan, "Bekerja di TV itu modalnya kreativitas, maka akhirnya peluang antara wanita dan pria menjadi sama besar." Menurut mantan bankir di Bank of England, Boston, AS, ini, pengembangan karir di bidang TV akhirnya akan kembali pada kualitas individu, bukan ditentukan oleh perbedaan seks. Erni Pratiwi, 'human resources development manager' RCTI SUDAH tiga tahun (sampai 1994-red) alumnus program master Universitas George Washington, AS ini bergabung dengan RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia). Erni termasuk wanita karir yang telah malang-melintang di berbagai bidang kerja. Selain pernah bekerja di hotel, ia pernah menjadi asisten dosen di salah satu almamaternya, IKIP Yogya. Pekerjaan mengajar ia lanjutkan di IPPM setelah hijrah ke Jakarta, 1986. Setelah mengambil program master, Erni kembali ke IPPM - selain menjadi 'trainer' juga konsultan di institut itu sampai 1989. Tak lama kemudian, Erni menggeluti bidang personalia di PT Darma Niaga. Tapi belum satu tahun di perusahaan itu, ia pindah ke Bimantara Group, sebagai 'man power planning manager'. Di situlah ia bersentuhan dengan RCTI. "Waktu itu pekerjaan saya adalah memberikan 'service' kepada unit-unit perusahaan, termasuk RCTI," katanya. tak sampai dua tahun di Bimantara Group, Erni ditarik ke RCTI untuk mengelola sekitar 700 karyawan. Ia tidak melihat perbedaan peluang karir antara wanita dan laki-laki di bidang kerja mana pun, termasuk di stasiun TV. Namun untuk masa (yang saat itu akan) datang, prospek karir kaum wanita cukup bagus. "Artinya, peluang itu sudah semakin lebar dan jelas. Berbeda dengan tahun-tahun lalu (sebelum 1994-red), ketika sepak terjang wanita sangat dibatasi," ujarnya (waktu itu). Optimisme Erni juga dilandasi oleh kenyataan bahwa banyak sekali "kelebihan" wanita pada umumnya dibanding lelaki. "Umumnya wanita lebih telaten, tekun, dan loyal," katanya. Henny Elvandari, kepala bagian humas TPI ANAK ketiga dari lima bersaudara ini sejak SMA sudah pandai mencari uang sendiri dari kebolehannya menari Jawa. Kala itu, ia bisa tampil 3-4 kali seminggu di berbagai tempat pertunjukan. Mulai dari panggung terbuka di Candi Prambanan, Yogyakarta, sampai di hotel-hotel berbintang di kota itu. Setamat SMA, 1975, Henny melanjutkan studi ke Akademi Seni Drama dan Film Yogyakarta jurusan penyutradaraan. Berbekal pendidikan ini, ia mulai terlibat di berbagai film. Dari kampus itulah ia berkenalan dengan stasiun TV. Salah satu dosennya, Ananto Widodo, yang juga pengarah acara di stasiun TVRI Yogya, mengajaknya bergabung di stasiun tersebut. Kemudian, pada 1980, Henny pindah ke TVRI Jakarta. Setahun kemudian, ia diangkat menjadi karyawan dengan tugas sebagai penyiar non-berita. Tapi, bersamaan dengan itu ia mulai membuka usaha di bidang 'public relations'. Ternyata usahanya berkembang dan bidang itu lebih menantang ketimbang menjadi penyiar. Karena itu, Henny berani mengambil keputusan untuk keluar dari TVRI, 1988. Henny bergabung dengan TPI (Televisi Pendidikan Indonesia) pada 1990 melalui jalur formal. Waktu itu ia mendengar TPI membuka lowongan di bagian humas. ia mendaftar, ikut tes, dan diterima. "Sejak itu saya mulai mengembangkan pengalaman-pengalaman yang sudah saya peroleh," katanya. Berkat pengalamannya itulah ia langsung dipromosikan menjadi kepala bagian humas TPI. Menurut Henny, peluang berkarir di stasiun TV tidak mengenal perbedaan seks. "Baik wanita dan pria tidak ada batasan,â katanya. "Orang yang punya karya akan berpeluang luas untuk menduduki jabatan yang lebih baik. tapi akhirnya berpulang kepada kita juga, bisa memanfaatkan peluang atau tidak." Dok. Vista-TV, No. 15/Th. I/15-30 April 1994, dengan sedikit perubahan |
28th September 2020, 14:14 |
#5404
|
Mania Member
|
NEW MISSION IMPOSSIBLE (RCTI/SCTV), TEMA LAMA DENGAN MUKA BARU
Film seri Mission Impossible yang ditayangkan SCTV setiap Minggu malam itu, (waktu itu) adalah film lama yang diproduksi sekitar 1966. Film ini pernah ditayangkan TVRI pada seputar 70an. Saat itu, film seri ini juga ada versi barunya, New Mission Impossible, judulnya. Kapan seri yang baru ini ditayangkan di RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) maupun SCTV (Surya Citra Televisi Indonesia), - waktu itu - belum ada kejelasan.
JANGAN sesali SCTV, bila dia menayangkan ('Old') MI. Di Amerika, film ini juga diputar ulang sejak 1988. Dan dapat diterima oleh pemirsa negara Paman Sam itu. Hanya film berkategori mutu tinggi yang diterima masyarakat untuk diputar ulang. Memang yang baru maupun yang lama punya inti cerita sama. Yaitu berkisar soal intrik antar negara, Amerika dengan lawan politiknya. Dalam ('New') MI, ada bintang pendukungnya yang berganti muka baru. Walau belum tahu (waktu itu) kapan yang baru itu diputar di Indonesia, tidak salah khan bila kita mengenal orang-orang baru di ('New') MI. Si Negro Greg Morris, dalam serial baru digantikan anaknya sendiri, Phil Morris. Dia di film ini dikenal sebagai Barney Collier, ahli listrik yang lihai sekali otak-atik, baik penjinak bom maupun alat elektrik yang ada kiaitannya dengan misi sabotase atau menggagalkan sesuatu rencana. Dialah satu-satunya anggota Mission Impossible Force yang ditugasi untuk itu. Anggota lainnya adalah Rollind Hand, yang memiliki keistimewaan ahli dalam merubah wajah atau istilah lainnya "banyak wajah". Dalam operasinya tidak jarang Rollind menyamai sebagai kepercayaan orang-orang penting atau penjudi kelas kakap. Peran Rollind dipegang oleh Martin Landau, yang di Indonesia dia dikenal sebagai Mr. Spock dalam FS Star Trek. Film tersebut banyak bercerita masalah angkasa luar, yang ditayangkan TVRI beberapa tahun sebelumnya. Meski antara film Mission Impossible dan Star Trek diproduksi secara bersama (di tahun yang sama), Martin mengaku merasa lebih mantap dan yakin di film yang banyak menyingkap sesuatu misi yang tidak mungkin terjadi itu. "Di Mission Impossible, jauh lebih bernuansa dibanding Mr. Spock yang aku perankan di Star Trek," katanya. Karena perannya sebagai Rollind itulah, dia kemudian rela meninggalkan peran yang cukup penting di Star Trek tersebut. Dampaknya, produser dan sutradara Star Trek ngambek. Bahkan saat itu pula, seperti terjadi rebutan antara dua produser untuk saling mempertahankan bintang yang saat itu cukup gaek ini. Namun dia tampaknya lebih berat untuk menjatuhkan pilihannya pada Mission Impossible. "Di film ini, banyak tantangan karakter yang aku perankan, sebagai seorang fasis, diktator, dan orangtua. Hal inilah yang membuat diriku lebih tertarik," tambahnya. Karena peran di film inilah, namanya terangkat dan tawaran berikutnya seperti derasnya air hujan. Di antaranya memegang peranan penting dalam Cosmos 1999 yang diproduksi 1974 lalu. Bintang lainnya adalah Barbara Bain yang berperan sebagai Cinnaman Carter. Cinnamon Carter adalah primadona pasukan 'impossible' ini yang mempunyai tugas sebagai pemancing selera, atau tipu muslihat, agar lawan terlena. Harap diketahui saja, Barbara adalah mantan istri Martin Landau. Mereka berdua bertemu saat berkecimpung dalam film yang sama, Mission Impossible. Sedang komando dari pasukan tersebut dipegang oleh Daniel yang diperankan oleh Steven Hill. Dialah arsitek dari semua kegiatan pasukan yang mempunyai misi tidak mungkin terjadi ini. Dok. Jawa Pos, 7 April 1991, dengan sedikit perubahan |
19th November 2020, 18:13 |
#5405
|
Mania Member
|
STOP (TPI), CARI PEMAIN SUAMI-ISTRI
SINETRON Stop, yang punya misi menggairahkan kembali kesenian tradisional dengan contoh ludruk, syutingnya dimulai Rabu, 3 Januari 1993. Syuting selama tiga hari di gedung Karya Budaya, kompleks seni THR, itu diikuti para seniman ludruk, antara lain Cak Kartolo dan istrinya, Ning Kartini.
Baron, sutradara sinetron Stop, ketika ditemui Jawa Pos, 31 Januari 1993 mengatakan, meski sinetron itu mulai digarap, para pemainnya belum semuanya ditemukan. Masih ada dua pemain sebagai suami-istri, Tumidi, (waktu itu) 25-27 tahun, dan Parni (waktu itu) 20-22 tahun, yang masih dicari. Dua tokoh ini Baron harapkan (waktu itu) muncul dari kalangan ludruk atau teater yang benar-benar siap pakai. "Kalau ada yang merasa memenuhi persyaratan, silakan datang ke THR ketika syuting pada pukul 10.00. Jadi saya tidak perlu harus mencari ke mana-mana," katanya. Baron ingin syuting ini disaksikan masyarakat Surabaya. Untuk melihat syuting adegan Cak Kartolo dan Ning Kartini di Gedung Karya Budaya ini gratis. "Sebab kami juga akan mengambil gambar penontonnya. Siapa tahu, di antara para penonton, ada yang bisa ditampilkan sebagai figuran atau pemeran pembantu," kata Baron. Seusai syuting di THR tiga hari, pengambilan gambar dilanjutkan di kawasan lain. Salah satu objek yang (waktu itu) akan disyut adalah pabrik tahu tradisional yang semua peralatannya menggunakan sistem manual. Hingga 31 Januari 1993, Baron masih mencari perusahaan tahu dengan kriteria tersebut di Surabaya dan sekitarnya. Menurut Baron beberapa waktu sebelumnya, syuting Stop memang dilakukan di kawasan Surabaya dan sekitarnya. Sinetron lepas ini diproduksi untuk tayangan TPI (Televisi Pendidikan Indonesia). Dok. Jawa Pos, 1 Februari 1993, dengan sedikit perubahan |
19th November 2020, 18:13 |
#5406
|
Mania Member
|
ENDAH ENGGAN JADI *******, PILIH TETAP DI SURABAYA DEMI KELUARGA
TIDAK seperti artis-artis lain, Endah Kuswantoro mengaku menyukai peran-peran antagonis. Namun, ada satu peran antagonis yang pasti akan ditolak bila ditawarkan kepada artis yang lebih dikenal sebagai 'rocker' ini.
"Peran antagonis apapun saya bersedia. Saya memang menyukai peran yang berbeda dengan kepribadian saya sehari-hari. Rasanya, ada tantangan dalam peran-peran seperti itu. Namun dalam film atau sinetron apapun, saya tidak mau lagi memerankan *******," kata dia ketika ditemui usai menjadi bintang tamu Srimulat Plus di Studio 2 SCTV (Surya Citra Televisi). Tidak mau lagi, berarti Endah pernah memerankan tokoh *******? "Ya! Tidak hanya sekali, dan banyak yang bilang saya bermain bagus dengan peranan itu," ujarnya. Peran itu bisa dimainkannya dengan baik, menurut Endah, karena hampir setiap hari ia melihat tingkah laku banyak "perempuan malam", baik di hotel, klab malam, maupun di jalan-jalan. Itu sebabnya, ketika diminta memerankan tokoh *******, ia tinggal meniru gaya mereka. Namun, ibu dua putra ini mengaku tidak mau lagi didapuk menjadi *******. Bahkan ia menyatakan lebih baik tidak main, kalau peran "perempuan harapan" itu yang harus dimainkannya. "Bukan apa-apa, saya hanya merasa harus mulai memperhitungkan lingkungan, keluarga, dan anak-anak. Apalagi, saya juga aktif dalam kegiatan religius. Ini harus saya perhitungkan juga khan," ujarnya memberi alasan. Demi keluarga dan anak-anak ini pula, Endah mengaku tidak ingin hijrah ke ibukota seperti kebanyakan artis daerah lainnya. Soal kesempatan, katanya, di Jakarta mungkin memang lebih besar. Misalnya, kesempatan membuat album rekaman lebih besar di Jakarta. Namun Endah yakin, di Surabaya pun kesempatan membuat album itu bukan tidak mungkin. "Khan bisa saja membuat 'master' album di Surabaya, baru kemudian bekerjasama dengan perusahaan rekaman di Jakarta," ujarnya. Apalagi, lanjut 'rocker' yang akrab dengan ular ini, dalam setiap 'show' panggungnya ini, untuk tampil di televisi secara nasional pun, waktu itu tidak harus ke TVRI Jakarta. Produk stasiun televisi lokal pun banyak yang ditayangkan secara nasional, misalnya paket Srimulat Plus SCTV yang turut dibintangtamuinya. "Selain itu, 'show' saya khan sudah mencakup seluruh Indonesia. Jumat lalu (29/1/93) saya baru saja pulang dari 'show' di Kalimantan," tambahnya. Dok. Jawa Pos, 1 Februari 1993, dengan sedikit perubahan |
19th November 2020, 18:14 |
#5407
|
Mania Member
|
DESSY PUNYA KESAN DIANGGAP SOMBONG, JUMPA ARTIS SINETRON DI ANCOL
MASYARAKAT selama itu masih banyak yang menganggap bahwa kehidupan seorang artis sangat eksklusif, hingga artis itu sering tidak peduli dengan penggemarnya ."Singkatnya, artis itu akhirnya dicap sebagai makhluk yang sombong dan macam-macam," kata Dessy Ratnasari kepada Jawa Pos, ketika hadir dalam acara jumpa artis sinetron di Gelanggang Renang Ancol, Jakarta Utara. Bersama Dessy, hadir pula sejumlah artis sinetron terkenal lainnya, seperti Sandy Nayoan, Gusti Randa, Novia Kolopaking, Vinny Alvionita, dan bintang lainnya.
Dessy mengatakan, dia pernah menangkap kesan dirinya dianggap sombong oleh beberapa orang. Bahkan katanya, kesan itu pernah ditulis oleh sebuah media. "Bagi saya, siapapun bebas menilai diri seseorang. Tetapi, sungguh saya tidak pernah bermaksud sombong atau melecehkan penggemar saya. Karena saya yakin, bahwa artis tanpa masyarakat penggemar akan sulit berkembang. Bahkan sangat mungkin akan cepat tenggelam," kata Deasy yang menjadi bintang sinetron Sengsara Membawa Nikmat (TVRI) ini. Jika Dessy tidak bisa menyapa semua penggemarnya itu wajar. Karena jika dia mengadakan 'show', khususnya di daerah, begitu banyak orang yang ingin bersalaman dengannya, bahkan ingin memegang tangannya. "Saya bukannya tidak mau disalami. Tetapi kalau terlalu banyak orang yang harus dilayani, bisa-bisa saya pingsan karena pegal," katanya tertawa. Hal yang sama juga dikatakan Gusti Randa yang namanya mencuat lewat penampilannya di sinetron TVRI, Sitti Nurbaya. "Masyarakat adalah sasaran langsung kami. Jadi, mengapa harus menghindar dari mereka?", kata Gusti. Jika ada sikap yang ogah-ogahan, menurut mantan pacar Iyut Bing Slamet ini, memang wajar. "Habis kalau capek, misalnya, selesai 'show' atau baru mengadakan perjalanan panjang, kita khan tidak mungkin konsentrasi penuh pada penggemar yang ingin berjabat tangan," kata Gusti. Meskipun demikian, dia menilai bahwa pertemuan artis dan masyarakat (penggemar) sangat penting, seperti yang diadakan di Ancol saat itu. "Lihat saja, di sini di antara masyarakat ini kami merasa tersanjuung. Ini bukan ingin dihormati atau dipuji, tetapi senyum penggemar telah memberikan motivasi bagi kami untuk terus ada di jalur (sinetron) ini. Bagi saya pertemuan seperti ini perlu selalu diadakan, untuk lebih menjembatani dunia sinetron dan film kita dengan masyarakat," jelas Gusti. Sementara Novia Kolopaking berpendapat, sukses seorang artis bergantung pada masyarakat secara tidak langsung. Contohnya, kata pemeran Sitti Nurbaya ini, ada orang yang mau menonton film karena senang kepada artisnya. "Logikanya, jika kita disenangi, maka tentu filmnya laku dong. Tetapi harus ditunjang juga dengna kemampuan, iya nggak?", katanya tertawa. Dok. Jawa Pos, 2 Februari 1993, dengan sedikit perubahan |
19th November 2020, 18:15 |
#5408
|
Mania Member
|
TVRI TIDAK IKUT LATAH, TANGGAPAN VICK HIDAYAT TENTANG FILM ASING
TVRI (waktu itu) sudah lama menayangkan film asing. Kalau saat itu porsinya kian besar, itu bukan berarti ikut-ikutan TV swasta. Demikian tanggapan Vick Hidayat, kasi perencana drama sekaligus sutradara TVRI. Vick sadar, bahwa setiap orang punya visi dan penilaian tersendiri pada TVRI. Terlepas dari baik-buruknya, "Semuanya itu menandakan bahwa mereka masih memperhatikan TVRI."
Khusus mengenai tayangan film asing yang saat itu kian bertambah porsinya, tanpa niat membantah atau beradu argumentasi dengan pengamatan pihak luar, Vick mengatakan bahwa TVRI masih berada dalam konteks kebijakan yang ada. Hanya saja, khusus mengenai pernyataan adanya persaingan TVRI dengan TV-TV swasta (RCTI/SCTV dan TPI), Vick membantahnya. "Itu bukan persaingan, tapi kompetisi yang sehat," tegasnya. Konotasi persaingan, menurut Vick, mengandung sifat "nafsu". Nafsu ingin selalu teratas, mau menang sendiri, dan menghalalkan segala macam cara agar bisa menang dalam persaingan. Sementara, "Kompetisi itu sifatnya didasarkan pada kedewasaan," ujarnya. Maksudnya, kedewasaan dalam mengantisipasi, merencanakan, dan menayangkan program yang lain. Film asing di TVRI (waktu itu) sudah lama ada. Penonton tentu tidak akan pernah lupa kana film asing yang sudah jadi legendaris, semacam Little House on The Prairie, Bonanza, Hunter, Rin Tin Tin, Return To Eden, dan puluhan lainnya. Semua film asing tersebut sudah lolos sensor, juga lolos kriteria 'policy' TVRI. Terlepas dari mana asalnya, umumnya film-film itu mengandung unsur pendidikan juga. Buktinya, film asing di TVRI (waktu itu) belum pernah dikecam seperti halnya tayangan Dark Justice atau serial Dallas (keduanya RCTI/SCTV) yang digeser penayangannya ke malam hari itu. Demikian gambaran singkat Vick mengenai latar belakang hadirnya tayangan film asing di TVRI. Walau begitu, ia tidak mau mendiskreditkan TV swasta yang menayangkan film asing secara lebih berani. "Itu urusan mereka sendiri." Sementara TVRI (waktu itu) masih tetap berpijak kepada garis kebijakan yang ada bahwa produksi lokal tetap akan jauh lebih besar porsinya daripada tayangan asing. Produksi lokal itu yang terletak pada dua jagoan paket acara, musik, dan drama, merupakan acara-acara TVRI yang selalu diminati masyarakat penonton di seluruh Indonesia. Vick mencontohkan, adanya sebutan sinetron sang primadona - diintrodusi pertama kali oleh mantan Direktur Televisi Ishadi SK - itu merupakan bukti bahwa produk lokal tetap unggul. Termasuk drama, kenapa begitu unggul? "Karena seni drama sudah jadi bagian hidup kita," ujar Vick. "Hidup kita ini khan dinamis, tidak monoton," tambah sutradara TVRI yang sudah menghasilkan puluhan karya sinetron itu. Hal-hal yang seperti kenyataan hidup itulah, yang diangkat dalam drama atau karya sinetron. Jadi, kalau sinetron diajak berkompetisi dengan film asing, "Boleh saja," ujar Vick. Dok. Jawa Pos, 2 Februari 1993, dengan sedikit perubahan |
19th November 2020, 18:16 |
#5409
|
Mania Member
|
REVOLUSI TV ANCAM MEDIA CETAK, EDUARD: "BUDAYA MEMBACA BERGANTI BUDAYA NONTON"
REVOLUSI gencar media televisi, cepat atau lambat pasti akan menggilas media cetak skala kecil yang kurang mampu bersaing. "Televisi akan menyedot sebagian besar jatah iklan yang merupakan sumber kehidupan koran, sehingga pada gilirannya, koran-koran kecil akan mati pelan-pelan," kata ahli komunikasi DR. Eduard Depari pada seminar pengaruh perkembangan teknologi komunikasi terhadap industri informasi di Bandung, 2 Februari 1993.
Eduard yang juga dosen pada Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia dan Dirlitbang RCTI (Rajawali Citra Televisi Indonesia) itu, menyebutkan media televisi selain akan membunuh koran kecil melalui "pencaplokan" jatah iklan, juga akan merebut kebiasaan masyarakat berbudaya membaca menjadi berbudaya nonton. Terlebih lanjut Eduard, mayoritas masyarakat Indonesia dewasa itu lebih gemar menonton daripada membaca, sehingga praktis membuat kenaikan tiras media cetak begitu lambat, dibandingkan dengan lonjakan pemirsa televisi. Mengenai corak media cetak, ujar Eduard, media cetak dewasa itu cenderung "bersuara" cengeng, bahkan minta perlindungan dengan mengorbankan akidah-akidah jurnalistik profesional. Akibatnya, tegas Eduard, posisi media massa sebagai sarana kontrol sosial kurang terasa gaungnya. Padahal, tujuan keberadaan media massa adalah melayani masyarakat. "Kalau sudah demikian, bagaimana media massa bisa merebut khalayak sasaran dalam jumlah yang besar," tanyanya. Ahli komunikasi itu menjelaskan, masyarakat saat itu bukan saja telah tergiring di dalam budaya nonton oleh televisi swasta, tetapi juga telah terceoki budaya asing oleh siaran-siaran televisi dari beberapa negara lain. Ironisnya, kata Eduard, TVRI tetap dipertahankan untuk menanamkan dan meningkatkan kesadaran berbudaya sendiri lewat siaran-siarannya, sementara televisi asing begitu bebas menebar budaya-budaya asing di masyarakat Indonesia. Dok. Jawa Pos, 3 Februari 1993, dengan sedikit perubahan |
19th November 2020, 18:17 |
#5410
|
Mania Member
|
ARS TVRI 6 FEBRUARI 1993, DIANGGAP TAMPIL BEDA
JANJI Eddy Soed untuk "merehab" tayangan Aneka Ria Safari (ARS) - waktu itu - sudah dimulai. Meskipun "perubahan" sudah bisa dilihat pada tayangan Januari 1993 lalu, pada tayangan 6 Februari 1993, tampak perbedaan yang mencolok dibandingkan dengan yang sudah-sudah.
Meskipun materi lagu yang ditayangkan (waktu itu) masih didominasi dangdut, kali ini koordinator acara ini, Eddy Soed, tidak lagi "menjual" 'setting' ARS di panggung, tetapi kali ini ARS digelar di tempat terbuka di daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Yang paling mengesankan dalam perubahan ini, ARS kali ini (waktu itu) akan menampilkan lagu-lagu non-kaset serta lawak. Direktur TVRI, Aziz Husein, membenarkan adanya perubahan dalam paket ini. "Sesuai janji Pak Eddy Soed, ARS kali ini memang lain dibandingkan dengan yang sudah-sudah," ujarnya ketika dimintai konfirmasi tentang janji yang diberikan Eddy setlah "damai" dengan TVRI awal tahun 1993 ini. Seperti diketahui, Eddy Soed akhir tahun 1992 lalu terancam dipecat sebagai koordinator beberapa paket musik TVRI, karena dianggap lalai menunaikan "wajib setor" di televisi milik pemerintah itu. Akhirnya, direktur TVRI, Aziz Husein benar-benar membocorkan bahwa Eddy pada waktu itu punya utang lebih dari Rp 100 juta. Namun, entah jurus apa yang digunakan Eddy, ancaman Aziz yang mulanya sangat menggebu, akhirnya melempem ketika Eddy membayar utangnya. Padahal, sebelumnya Aziz telah berjanji, meskipun Eddy telah melunasi utangnya, bukan jaminan dia akan kembali memegang sejumlah paket musik tayangan TVRI. Tetapi lepas dari semua itu, keadaan saat itu telah "normal" kembali. Paling tidak, hubungan Eddy dan TVRI sudah mulai mesra lagi, meskipun menurut beberapa sumber di TVRI, (waktu itu) masih ada kesalahan-kesalahan "masa lalu" yang sulit ditinggalkan Eddy. Meskipun demikian, janji Eddy Soed untuk merombak ARS yang setahun terakhir (waktu itu) ini babak belur mulai dia buktikan. "Kita lihat bersama saja nanti perkembangannya," kata Aziz (waktu itu). Menurut Aziz, TVRI saat itu memang agak ketat melakukan seleksi pada tayangan musik, baik dari penampilan artisnya terutama materi lagu yang ditampilkan. Khusus lagu dangdut, TVRI memang ekstra ketat. "Dan saya cukup berterima kasih, karena adanya pengertian dari pihak koordinator, serta semua pihak yang terlibat dalam penggarapan paket musik ini," jelas Aziz sambil menambahkan bahwa kerjasama seperti ini yang diinginkan. Sementara itu, Eddy Soed kepada wartawan mengatakan, dalam melakukan tugasnya, yang dia utamakan adalah idealisme. Menurut Eddy, jika idealisme itu "jalan" dengan baik, maka hal-hal yang terkait dengan materi akan datang dengan sendirinya. Tentang paketnya yang (waktu itu) akan datang, Eddy mengatakan, akan memenuhi janjinya untuk melakukan "pembaruan". "Segala masukan yang saya terima, saya kira sangat berguna untuk diterapkan dalam program kerja saya yang akan datang," katanya (waktu itu). Dok. Jawa Pos, 3 Februari 1993, dengan sedikit perubahan |
detikHot
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer