HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:43 WIB
Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia Dalam Usia 96 Tahun
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
-
Senin, 2024/04/24 16:41 WIB
2 Bule Nyasar ke Halalbilahal, Kesengsem Magelang Sampai Batalkan ke Bromo
-
Senin, 2024/04/24 16:20 WIB
Disebut Prabowo Tersenyum Berat, Anies: Biasa Saja
-
Senin, 2024/04/24 12:17 WIB
25 Makam Nabi dan Rasul Allah SWT
|
Thread Tools |
31st August 2019, 23:14 |
#22
|
|
Mania Member
|
Quote:
Di Malaysia kan begitu..pelsyanan kesehatan dasar itu gratis..dibiayai APBN..yg namanya pelayanan dasar ya kalo melahirkan harus normal kalo Cesar ya bayar..obat juga generik Rawat inap kelas tiga Ya itu..gratis semua Heran..tinggal meniru tetangga kok susah ya Kalo naikin PPh ane ga setuju Naikin tax ratio saja..masih sngt rendah.. Uber para pengemplang pajak kelas kakap Tax ratio bisa 13 persen lagi SPT jaman subeye ada tambahan 400 T tuh Apalagi bisa 16 persen SPT jaman Mbah harto |
|
Last edited by Dzunnun__Al-Misri; 31st August 2019 at 23:33.. |
1st September 2019, 07:22 |
#23
|
|
Groupie Member
|
Quote:
|
|
1st September 2019, 14:33 |
#24
|
|
Mania Member
|
Quote:
bandingkan dengan pendusuk indonesia yang sudah 340 jt jiwa lebih, kalau satu bulan saja biaya pengobatan 100 ribu maka biaya yg ditanggung apbd 400 triliun lebih setahun sangatlah tidak masuk akal. dengan apbn sekarang. itu baru 100 rb loh padahal pengobatan seringkali jauh lebih besar dati itu. kondisi suatu negara dengan jumlah penduduk sebesar indonesia ini sebenarnya ide bpjs itu adalah ide utopia alias tidak mungkin bisa tercapai, harus realitis. jumlah dokter dan rs saja tidak cukup untuk mencapai ideal dimana semua pasien dilayani dengan manusiawi. sy lebih suka pemerintah memberikan subsidi ke pembentukan dokter misal subsidi ke mahasiswa kedokteran sehingga jumlah dokter yg tercipta di perbanyak sehingga ratio dokter dan pasien yg ideal tercapai. dengan biaya yg disubsidi maka otomatis di berikan masa bakti sosial selama berapa tahun untuk melunasi subsidi itu, jadi pasien, dokter dan pemerintahpun untung. selama ratio ini tidak terpenuhi bpjs akan menjadi neraka bagi dokter, pasien dan pemerintah |
|
1st September 2019, 15:55 |
#25
|
|
Groupie Member
|
Quote:
Tapi kalau dirubah jadi jaminan kesehatan minimum (dasar) untuk seluruh rakyat Indonesia, maka tentu tidak butuh sebesar iuran BPJS sekarang. Pasti tidak perlu sampai Rp 100000 per orang. Pengobatan memang lebih mahal dari RP 100000, tapi itu kalau sakit. Dari 340 juta orang, berapa yang sakit dalam sebulan dan butuh berapa biayanya? Soal penduduk Malaysia lebih sedikit itu bukan alasan. Kalau alasannya penduduk Malaysia lebih kaya, mungkin saja bisa jadi alasan. Jumlah populasi tidak bisa. Makin banyak penduduk, makin mahal biaya jaminan kesehatan keseluruhan tapi juga makin banyak uang pajak yang bisa dikutip. Pakai kenaikan pph pasti bisa. Naikan ratenya 2% saja dari yang sekarang maka akan terkumpul uang yang lebih dari cukup untuk cover jaminan kesehatan minimum (dasar). Akan terjadi subsidi silang dari yang mampu dan kaya ke yang kurang mampu. |
|
King of Losers Last edited by kumalraj; 1st September 2019 at 15:58.. |
1st September 2019, 18:24 |
#26
|
|
Groupie Member
|
Quote:
Nah,anak buahnya yang ikut BPJS nggak mau kalah,mereka juga minta pengantar untuk opname. Mosok,RS sekarang ini nggak ada yang sepi sampai dipelosokpun |
|
1st September 2019, 18:43 |
#27
|
|
Mania Member
|
Quote:
Note: Foto si do'i yang elo comot dari internet itu kebetulan bukan gambar yang gratis, elo perlu bayar royalti/izin dari si do'i [aka Manner Ahm] kalo mau memakainya. [LIHAT DISINI], tepatnya di halaman 4! Itu adalah gambar orang sedang merokok. Penyakit kecandua nikotin itulah merupakan salah satu penyebab besar meledaknya pembiayaan BPJS. Berdasarkan dari data-data yang dikumpulkan TEMPO beberapa saat yang lalu yang lalu... 67% Pria & 7% Wanita Indonesia adalah perokok . Merokok Berhubungan Erat Dengan 25 Penyakit Berat . Keluarga Miskin Menghabiskan 20% Penghasilan Mereka Untuk Rokok . Cukai Rokok Hanya Menutup Sekitar 1/4 Biaya Kerugian Akibat Rokok Angka-angka dahsyat ini baru datang dari rokok. Dan bisa saja "sedikit" terpecahkan jika cukai rokok dinaikkan secara signifikan. Akan tetapi, kita belum lagi menghitung segala efek buruk kesehatan yang ditimbulkan oleh Polusi, pencemaran air dan lingkungan, kebiasaan buruk dari sebagian rakyat Indonesia yang tidak ber olahraga, tidak menjaga asupan gizinya, dan lain sebagainya. Sebagai contoh saja, di daerah-daerah perkebunan besar, baik yang milik negara maupun swasta, biaya klaim kesehatan/pengobatan untuk para pekerja cukup besar. Tentu saja berkaitan dengan lingkungan dimana para pekerja hidup sehari-hari, misalnya dengan air dan udaranya yang tercemar berat oleh zat-zat kimiawi dalam kurun waktu yang panjang. Dan Indonesia punya berpuluh-puluh juta hektar perkebunan dengan puluhan juta orang yang terperangkap di dalam lingkungan tersebut. Pertanyaannya adalah bisakah pembiayaan BPJS semuanya di cover. Bisa, tetapi akan memerlukan biaya yang besar sekali. Tentang iuran, semua pembiayaan yang bolong di BPJS seharusnya bisa tercover, asalkan semua pesertanya secara konsekwen kontinyu membayar iuran BPJS mereka. Seandainya BPJS selama ini menggunakan jasa aktuaria, maka saatnya para aktuaris yang mereka gaji dipecat semua, karena perhitungan aktuaris-aktuaris mereka meleset jauh dari kenyataan. Untuk jumlah peserta BPJS yang besar, yang merupakan jaminan kesehatan universal untuk rakyat Indonesia, kita anggap saja sekitar 230 juta orang, maka dana yang dikutip dari iuran yang jumlah BESARAN-nya tepat dan TERUS DIBAYARKAN SECARA KONTINYU oleh para pesertanya, maka SEHARUSNYA BPJS tidak akan mengalami defisit. Karena itu adalah prinsip dasar dari "The Law of Big/Large Numbers". Mengapa BPJS bisa sampai tekor? Karena telah terjadi kesalahan/manipulasi angka didalam nya. Intinya, tekornya BPJS hanya disebabkan oleh salah satu atau dua hal ini sekaligus: 1. Hitungan iurannya salah karena perhitungan/perkiraan/asumsi yang tidak tepat. 2. Peserta BPJS tidak secara kontinyu membayar iuran mereka. Masalah apakah pembiayaan BPJS seharusnya diambil langsung dari APBN dengan memakai skema tertentu ataupun akan terus menggunakan skema iuran seperti sekarang, tidak ada relevansinya. Karena selama perhitungan/perkiraan dan asumsi-asumsi yang dilakukan oleh pemerintah/BPJS tentang pembiayaan jaminan kesehatan ini tidak tepat, maka mau memakai sistem apapun juga BPJS akan terus tekor. Jangan-jangan pemerintah/BPJS masih tidak/belum menggunakan jasa aktuaria yang handal dalam menghitung pembiayaannya selama ini. Apakah BPJS itu telah dengan sengaja dibiarkan menjadi sebuah lubang hitam, tempat permainan baru untuk menguapkan duit rakyat. Hm... |
|
Last edited by theflyingblade; 2nd September 2019 at 00:47.. |
2nd September 2019, 10:10 |
#28
|
Groupie Member
|
Kalau BPJS Kesehatan dibiayai 100% pakai APBN, berarti masalah banyak yang tidak bayar iuran atau hanya bayar karena perlu pakai BPJS Kesehatan itu tidak akan terjadi.
Menaikkan rate pph sebesar 1-2% itu tidak akan memberatkan dan sudah bisa mengantikan iuran BPJS Kesehatan. Pakai kenaikan rate pph, subsidi silang akan lebih efektif. Cara hitung premi sekarang itu ada cap-nya jadi subsidi silang terbatas. Untuk yang bayar pph perorangan, itu orang kaya atau menengah bayarnya sama. Sekitar Rp 80000 per orang atau rencananya mau jadi Rp 160000 per orang. jadi misalnya orang kaya tidak pakai maka dia hanya nyumbang subsidi silang Rp 80000 per orang anggota keluarganya. Iuran yang dari pekerja di perusahaan juga sama. Ada cap-nya. Hitungnya persentasi dari penghasilan tapi sampai tingkat tertentu saja yaitu 2 x PTKP. Jadi yang penghasilannya jauh lebih tinggi dari 2 x PTKP tetap bayarnya sama dengan yang penghasilannya 2 x PTKP. Jadi subsidi silangnya terbatas. Kalau dirubah jadi pph naik 1-2% maka yang penghasilannnya besar akan sumbang hampir 2% dari penghasilannya. Jadi dana yang bisa dipakai untuk subsidi silang itu jauh lebih besar. |
King of Losers |
2nd September 2019, 11:58 |
#29
|
|
Mania Member
|
Quote:
anda lupa berapa orang yang bekerja dan berapa orang yang tidak bayar pph. ideal yang anda berikan sangat tidak masuk akal, dengan menaikan pph 2% apakah anda anggap pendapatan pajak akan naik 2 %? itu adalah perhitungan angka di atas kertas. jumlah penduduk indonesia yang tidak membayar pph atau menipu pph jauh lebih banyak dari penduduk indonesia yang ditanggung atau terdaftar. makanya seperti yang ssaya sebut, semakin banyak penduduk maka akan semakin sulit menerapkan subsidi kesehatan ini. Di amerika saja pelaksanaan jaminan obama care sangat amburadul. padahal IT dan birokrasi mereka jauh lebih baik. makanya saya sebut utopia bila semua penduduk dicover kesehatan kaya bpjs ini. semakin kecil suatu negara maka semakin gampang menerapkan ratio pph ataupun jaminan sosial. lihat saja semua negara yang jumlah penduduknya banyak maka jaminan sosialnya juga berantakan, sedangkan negara yang jumlah penduduknya relatif sedikit maka jaminan sosialnya sangat bagus. itu adalah fakta. bttw selama ratio dokter dan pasien masih sangat jauh seperti ini dan pendidikan kedokteran yang luar biasa mahal serta farmasi yang juga luar biasa mahal maka mimpi bpjs adalah utopia. dan keluhan para peserta bpjs dan dokter terutama adalah antri yang panjang ( karena banyaknya jumlah pasien) dan pelayanan yang judes ( karena cape dan rese pasiennya). itu adalah fakta. |
|
2nd September 2019, 14:13 |
#30
|
|
Groupie Member
|
Quote:
Orang yang nipu itu mau ada kenaikan 1-2% atau tidak, tetap akan nipu. Tapi yang tidak nipu itu akan bayar kenaikan. Dan itu cukup untuk biayai jaminan kesehatan dasar bagi seluruh rakyat Indonesia. Yang kaya misalnya nipu hanya lapor 10% dari penghasilan sebenarnya dia tetap saja akan bayar lebih banyak dari sebelum. Kamu bandingkan dengan Obamacare. Itu juga sistem jaminan kesehatan yang nanggung. Obamacare tidak cukup bagus karena faktor pertentangan politik. Faktor orang kaya dan egois tidak mau ada jaminan kesehatan karena mereka mampu bayar sendiri. Hal yang sama tidak terjadi di Indonesia. Tidak ada partai politik yang menolak jaminan kesehatan. Justru dengan keadaan politik Indonesia yang mendukung, harusnya BPJS Kesehatan bukan bentuknya seperti asuransi tapi harusnya jadi program sosial pemerintah yang tidak ada istilah rugi atau defisit. Soal kekurangan tenaga medis atau antrian panjang. Itu bisa dicoba selesaikan dengan usulan kamu tapi kalau tidak bisa ya itu jadi kenyataan yang harus diterima. BPJS Kesehatan itu layanannya kurang nyaman dan kurang bagus itu masih lebih baik daripada tidak ada layanan kesehatan. Kalau sakit dan tidak mampu bayar biaya berobat, setidaknya dengan BPJS Kesehatan, ada kesempatan untuk dapat berobat walaupun harus ngantri panjang dan kadang ada yang meninggal karena belum tertangani. Itu lebih baik daripada sakit dan tidak mampu bayar biaya berobat dan tidak ada kesempatan berobat sehingga hanya bisa nunggu mati. Adanya BPJS Kesehatan biarpun mutunya kurang lebih baik daripada tidak ada. |
|
King of Losers |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer