|
|
18th May 2020, 17:00
|
|
Mania Member
Join Date: Nov 2018
Location: TWICE - JYP
Entertainment -
Korea
Posts: 5,441
|
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Nah..sekarang ente lebih yakin kalo kurva kita linear..sebelumnya eksponensial..lalu dikoreksi jadi kuadratik..dan skg berubah lagi jadi linear..yg bener mana nih?
|
Kondisi sekarang linear. Mau death ratenya makin turun??? Ya kurvanya harus naik sampai puncak, terus turun, jadinya mencembung. Caranya gimana??? Ya testingnya harus diperbanyak.
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Dan angka 5 persen itu angka yg ane buat lebih tinggi dari postingan ente..tp point-nya adalah tingkat kekebalan masyarakat tinggi sedangkan fatality-nya malahan masih dibawah angka kematian orang di jalan raya per harinya. Faktanya ente bisa berdamai dengan angka kematian akibat kecelakaan di jalan raya kok..ente gak pernah minta orang membuang motor atau kendaraan..ente gak pernah minta jalan raya diubah jadi hutan kan? Lalu mengapa covid yg angka kematiannya dibawah kematian di jalan raya begitu ente takuti???? Ente gak bersimpati ama korban kecelakaan??? Ente gak bersimpati ama korban penyakit menular TBC??? Mau berapa persen pun..jangankan peluang 5persen, bahkan bila peluangnya 0,1 persen ya tetap saja peluang ente mati karena kecelakaan kendaraan juga ada. Bahkan ada orang lagi di kamar tidur santai mendadak rumahnya diseruduk truk tronton dan meninggal...berapa persen peluang orang mati dg cara begitu? Peluangnya akan ada di siapapun..termasuk ente atau keluarga ente juga. Bloon sekali klo mau berdebat penyebab kematian seseorang..emang ente mau melawan takdir Tuhan?? Oiya lupa...Tuhan dalam logika ente kan ada level2nya ya.
|
Saya tidak percaya takdir, karena agama saya mengajarkan demikian, dalam agama Katolik tidak ada takdir. Saya percaya bahwa kita di dunia ini diperintahkan untuk menjaga nyawa, bukan menyia-nyiakannya. Kalau ada kesempatan dan metode untuk menyelamatkan nyawa dan menghindari bahaya maut, wajib digunakan.
Menghindari kecelakaan ya peraturan keselamatan harus ditegakkan, truk tidak boleh melebihi tonase, kendaraan harus istirahat setiap 4 jam (seperti di Eropa).
Menghindari TBC dan hepatitis pun ada metodenya masing-masing, salah satunya menciptakan lingkungan yang bersih, jangan ada lagi yang buang air sembarangan, pengolahan dan penyajian makanan yang tidak bersih (seperti pedagang yang pilah pilah makanan tanpa sarung tangan dan cuci tangan).
Menghindari DBD pake 3M, masih hapal kah kalian???
Permasalahannya, pernyataan "berdamai dengan corona" dan kelakuan masyarakat yang cenderung masa bodo soal wabah ini, sama masa bodonya dengan kecelakaan (naik motor gak pake helm, naik mobil gak pake sabuk), ya seakan-akan menunjukkan kita semua sudah hopeless dan menyerah kalah. Para ahli sudah menyatakan bahwa pernyataan-pernyataan seperti ini adalah indikasi kebijakan mengarah ke herd immunity, dan ini metode berjudi dengan nyawa.
Dengan kondisi seperti itu, pilihannya cuma 2: mati karena virus atau mati karena kelaparan.
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Dan 0 kasus itu tidak berarti ada jaminan gak bakalan muncul covid lagi...dulu juga semua negara selain cina nol kasus...faktanya??? Kini ada di lebih dari 200 negara. Selama masih ada orang carier covid di dunia maka tidak ada satu negara pun aman dari ancaman covid.
Tapi silakan kalo ente mau nunggu di kolong tempat tidur sampe nol kasus di dunia
|
Yes, tidak ada jaminan, tapi setidaknya sudah ada gambaran. Kalau gelombang ke-2 muncul, beginilah yang harus diambil. Jika nanti setelah 0 kasus selama berapa hari tiba-tiba ada 1 kasus baru, kita bisa lebih sigap dan mulai penanganan dari awal lagi. Seperti kata petugas SPBU, dimulai dari 0 ya pak.
|
|
|
18th May 2020, 17:13
|
|
Groupie Member
Join Date: Jan 2008
Location: diantara
rumput-rumput
nan hijau
Posts: 15,176
|
Quote:
Originally Posted by yoo.jeongyeon.380
Kondisi sekarang linear. Mau death ratenya makin turun??? Ya kurvanya harus naik sampai puncak, terus turun, jadinya mencembung. Caranya gimana??? Ya testingnya harus diperbanyak.
Saya tidak percaya takdir, karena agama saya mengajarkan demikian, dalam agama Katolik tidak ada takdir. Saya percaya bahwa kita di dunia ini diperintahkan untuk menjaga nyawa, bukan menyia-nyiakannya. Kalau ada kesempatan dan metode untuk menyelamatkan nyawa dan menghindari bahaya maut, wajib digunakan.
Menghindari kecelakaan ya peraturan keselamatan harus ditegakkan, truk tidak boleh melebihi tonase, kendaraan harus istirahat setiap 4 jam (seperti di Eropa).
Menghindari TBC dan hepatitis pun ada metodenya masing-masing, salah satunya menciptakan lingkungan yang bersih, jangan ada lagi yang buang air sembarangan, pengolahan dan penyajian makanan yang tidak bersih (seperti pedagang yang pilah pilah makanan tanpa sarung tangan dan cuci tangan).
Menghindari DBD pake 3M, masih hapal kah kalian???
Permasalahannya, pernyataan "berdamai dengan corona" dan kelakuan masyarakat yang cenderung masa bodo soal wabah ini, sama masa bodonya dengan kecelakaan (naik motor gak pake helm, naik mobil gak pake sabuk), ya seakan-akan menunjukkan kita semua sudah hopeless dan menyerah kalah. Para ahli sudah menyatakan bahwa pernyataan-pernyataan seperti ini adalah indikasi kebijakan mengarah ke herd immunity, dan ini metode berjudi dengan nyawa.
Dengan kondisi seperti itu, pilihannya cuma 2: mati karena virus atau mati karena kelaparan.
Yes, tidak ada jaminan, tapi setidaknya sudah ada gambaran. Kalau gelombang ke-2 muncul, beginilah yang harus diambil. Jika nanti setelah 0 kasus selama berapa hari tiba-tiba ada 1 kasus baru, kita bisa lebih sigap dan mulai penanganan dari awal lagi. Seperti kata petugas SPBU, dimulai dari 0 ya pak.
|
Nah makin kacau lagi setelah kini meyakini linear kmd menghubungkan death rate dg kurva linear..death rate dalam itungan prediksi ya dibuat fixed..penurunan jumlah yg meninggal adalah dari besar kecilnya pasien. Ini kenapa ente bolak balik gak karuan juntrungannya. Klo ngikut logika barusan ente ya death rate dipengaruhi jumlah pasien..padahal di postingan sebelumnya ente ngebacotnya adl death rate yg menentukan jumlah pasien...mau ente apa sih jungkar jungkir mutar muter gak jelas??
Ente gak percaya takdir gak akan ane bahas krn sudah ente belokkan ke misionaris ente. Tapi yg jelas ente gak bisa milih dan gak bisa menentukan sendiri cara mati ente nanti gimana. Ada ratusan ribuan atau bahkan sudah jutaan orang mati di jalan raya dalam kondisi pake helm atau sabuk pengaman kok. Dan protokol covid sudah jelas..gak perlu ane ulang2 lagi bahas masker dll.
Gambaran apaan klo ada kasus lagi? Kalo konsisten ya lockdown lagi dong..ada kasus lockdown lagi..ada kasus lockdown lagi..atau klo udh kapok lockdown ujung2nya mau pake PSBB nyontek Indonesia?
|
|
|
18th May 2020, 17:24
|
|
Mania Member
Join Date: Nov 2018
Location: TWICE - JYP
Entertainment -
Korea
Posts: 5,441
|
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Nah makin kacau lagi setelah kini meyakini linear kmd menghubungkan death rate dg kurva linear..death rate dalam itungan prediksi ya dibuat fixed..penurunan jumlah yg meninggal adalah dari besar kecilnya pasien. Ini kenapa ente bolak balik gak karuan juntrungannya. Klo ngikut logika barusan ente ya death rate dipengaruhi jumlah pasien..padahal di postingan sebelumnya ente ngebacotnya adl death rate yg menentukan jumlah pasien...mau ente apa sih jungkar jungkir mutar muter gak jelas??
|
Memprediksi, bukan menentukan. Yang bisa menentukan cuma TES.
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Ente gak percaya takdir gak akan ane bahas krn sudah ente belokkan ke misionaris ente. Tapi yg jelas ente gak bisa milih dan gak bisa menentukan sendiri cara mati ente nanti gimana. Ada ratusan ribuan atau bahkan sudah jutaan orang mati di jalan raya dalam kondisi pake helm atau sabuk pengaman kok. Dan protokol covid sudah jelas..gak perlu ane ulang2 lagi bahas masker dll.
|
Tidak bisa memilih tapi bisa menghindari jika tau itu akan mendatangkan bahaya maut ya jangan dilakukan.
Sekarang pemerintah punya peluang untuk menekan penyebaran virus tapi tidak melakukan, dan memilih untuk "berdamai dengan corona" tanpa upaya serius menekan penyebarannya sampai 0, itu sama saja menyia-nyiakan nyawa.
Protokol covid bukan hanya masker tapi juga social distancing. Pake masker tapi senggol sana senggol sini ya sama aja boong. Kalo pake masker saja cukup, harusnya para ilmuwan gak sampe ngeributin kerumunan di bandara dan Mcd Sarinah.
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Gambaran apaan klo ada kasus lagi? Kalo konsisten ya lockdown lagi dong..ada kasus lockdown lagi..ada kasus lockdown lagi..atau klo udh kapok lockdown ujung2nya mau pake PSBB nyontek Indonesia?
|
Tidak perlu lockdown kalo si 1 pasien baru ini bisa benar-benar dilindungi, diisolasi dan dilacak kontaknya. Tracing. Korea dan Taiwan jagonya di sini, sejak awal kasus masih sedikit mereka sudah mulai melakukan ini. Makanya mereka juga sudah mencapai puncak dan sekarang sangat sedikit kasus baru.
Ketika kurva sudah terbentuk, pattern-nya bisa kita pelajari sebagai pedoman seandainya gelombang ke-2 terjadi.
Nah negara kita mana ada gelombang kedua, wong gelombang pertama kasusnya masih naik terus.
|
|
|
18th May 2020, 17:28
|
|
Addict Member
Join Date: Dec 2017
Posts: 314
|
Test level serologis bisa memunculkan false positive atau semacam uncompromised antibody, karena adanya antigen yang bersilangan.
Ada kekebalan lain, bukan kekebalan covid (Karena virus ini baru). Secetek yang ane pahami adalah :
- Membuat orang bisa jadi tanpa gejala dalam rentang 14 hari sejak onset.
- Membuat orang bergejala ringan lantas sembuh dengan cepat.
- Gak membuat orang yang punya imun lain itu menjadi reservoir covid.
|
|
|
18th May 2020, 17:47
|
|
Mania Member
Join Date: Nov 2018
Location: TWICE - JYP
Entertainment -
Korea
Posts: 5,441
|
Quote:
Originally Posted by waimi
Test level serologis bisa memunculkan false positive atau semacam uncompromised antibody, karena adanya antigen yang bersilangan.
|
Makanya hasil test serologis tidak pernah masuk data resmi. Hanya PCR.
|
|
|
18th May 2020, 18:09
|
|
Groupie Member
Join Date: Jan 2008
Location: diantara
rumput-rumput
nan hijau
Posts: 15,176
|
Quote:
Originally Posted by yoo.jeongyeon.380
Memprediksi, bukan menentukan. Yang bisa menentukan cuma TES.
Tidak bisa memilih tapi bisa menghindari jika tau itu akan mendatangkan bahaya maut ya jangan dilakukan.
Sekarang pemerintah punya peluang untuk menekan penyebaran virus tapi tidak melakukan, dan memilih untuk "berdamai dengan corona" tanpa upaya serius menekan penyebarannya sampai 0, itu sama saja menyia-nyiakan nyawa.
Protokol covid bukan hanya masker tapi juga social distancing. Pake masker tapi senggol sana senggol sini ya sama aja boong. Kalo pake masker saja cukup, harusnya para ilmuwan gak sampe ngeributin kerumunan di bandara dan Mcd Sarinah.
Tidak perlu lockdown kalo si 1 pasien baru ini bisa benar-benar dilindungi, diisolasi dan dilacak kontaknya. Tracing. Korea dan Taiwan jagonya di sini, sejak awal kasus masih sedikit mereka sudah mulai melakukan ini. Makanya mereka juga sudah mencapai puncak dan sekarang sangat sedikit kasus baru.
Ketika kurva sudah terbentuk, pattern-nya bisa kita pelajari sebagai pedoman seandainya gelombang ke-2 terjadi.
Nah negara kita mana ada gelombang kedua, wong gelombang pertama kasusnya masih naik terus.
|
Prediksinya sudah gagal dong krn sudah tidak sesuai dg fakta. Jangan lupa bahwa angka yg ente sebut ratusan ribu pasien itu adl utk kondisi saat ini..mengapa kondisi saat ini..bukan bulan depan atau tahun depan? Karena dasarnya adl jumlah kematian yg sudah terjadi. Kalo fakta hari ini pake prediksi juga ya namanya ngarang bebas. Ane bisa juga ngarang kalo pasiennya udh 300 400 atau 500rb..suka2 aja ngarangnya. Dan itu memang mengarang bebas karena tidak didukung oleh fakta angka kematian dan pemakaman protap covid...ente membantah logika yg ente bangun susah payah dari eksponensial turun ke kuadratik lalu ke linier dan sekarang ke test.
Dan selama tidak ada kluster McD maka upaya ente menyebar ketakutan belum terbukti..kita tunggu 1-2 minggu utk kebenarannya. Kalo yg udh terbukti kan ente sebagai jemaah gereja yg menjadi salah satu pemicu awal pandemi ini..itu sudah jelas gak bisa ente bantah. Kalo klaster McD belum ditemukan..artinya adl masker menjadi kunci utama menghambat perpindahan virus..social distancing menjadi faktor berikutnya. Fakta yg menguatkan hal ini adl klaster KRL yg hanya 1 persen dari hasil test..padahal ente yg komplen mereka himpit2an dalam kereta. Klaster bandara juga blm muncul. Itu adl klaster2 yg bisa kliatan ada desak2an dalam kondisi sebagian besar orangnya memakai masker. Tindakan preventif selanjutnya adalah membersihkan diri. Jadi ane lebih kuatir klo orang gak pake masker walau berjarak 1 meter dibanding orang ngumpul di McD tp pake masker. Ini faktanya ada dan jelas gak pake prediksi2an abal2.
Dan semua negara juga mengawali dengan tracing dan dari satu dua orang yg terdeteksi...dan liat aja ntar yg semula kepancing ikut2an lockdown ntar juga bakalan ngikut PSBB semua kok...berdamai dengan covid.
|
|
|
18th May 2020, 18:14
|
|
Groupie Member
Join Date: Jan 2008
Location: diantara
rumput-rumput
nan hijau
Posts: 15,176
|
Quote:
Originally Posted by waimi
Test level serologis bisa memunculkan false positive atau semacam uncompromised antibody, karena adanya antigen yang bersilangan.
Ada kekebalan lain, bukan kekebalan covid (Karena virus ini baru). Secetek yang ane pahami adalah :
- Membuat orang bisa jadi tanpa gejala dalam rentang 14 hari sejak onset.
- Membuat orang bergejala ringan lantas sembuh dengan cepat.
- Gak membuat orang yang punya imun lain itu menjadi reservoir covid.
|
Terbukti bahwa kekebalan terhadap covid memang terbukti dg adanya pasien yg sembuh tanpa melalui penanganan medis di layanan kesehatan formal. Angkanya gak main2...kalo semua pasien positif masuk RS pasti sudah kolaps. Faktanya RS hanya menampung sebagian kecil pasien positif saja. Sisanya gimana caranya bisa sembuh klo bukan kemampuan atau kekebalan tubuhnya atas virus tersebut.
|
|
|
18th May 2020, 18:57
|
|
Mania Member
Join Date: Nov 2018
Location: TWICE - JYP
Entertainment -
Korea
Posts: 5,441
|
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Prediksinya sudah gagal dong krn sudah tidak sesuai dg fakta. Jangan lupa bahwa angka yg ente sebut ratusan ribu pasien itu adl utk kondisi saat ini..mengapa kondisi saat ini..bukan bulan depan atau tahun depan? Karena dasarnya adl jumlah kematian yg sudah terjadi. Kalo fakta hari ini pake prediksi juga ya namanya ngarang bebas. Ane bisa juga ngarang kalo pasiennya udh 300 400 atau 500rb..suka2 aja ngarangnya. Dan itu memang mengarang bebas karena tidak didukung oleh fakta angka kematian dan pemakaman protap covid...ente membantah logika yg ente bangun susah payah dari eksponensial turun ke kuadratik lalu ke linier dan sekarang ke test.
|
Memang prediksi kondisi saat ini dulu kok, sebenarnya sekarang udah berapa yang tertular. Kita belum ngomongin masa depan. Yang saya tekankan adalah kasus saat ini akan terdeteksi kapan kalau testingnya cuma 300-400 per hari.
Karena ini prediksi mengambil data dari masa kini, maka asumsinya adalah kasus yang ada sekarang gak nambah lagi. Makanya diperlukan upaya serius menekan penyebaran supaya kasusnya gak nambah.
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Dan selama tidak ada kluster McD maka upaya ente menyebar ketakutan belum terbukti..kita tunggu 1-2 minggu utk kebenarannya. Kalo yg udh terbukti kan ente sebagai jemaah gereja yg menjadi salah satu pemicu awal pandemi ini..itu sudah jelas gak bisa ente bantah. Kalo klaster McD belum ditemukan..artinya adl masker menjadi kunci utama menghambat perpindahan virus..social distancing menjadi faktor berikutnya. Fakta yg menguatkan hal ini adl klaster KRL yg hanya 1 persen dari hasil test..padahal ente yg komplen mereka himpit2an dalam kereta. Klaster bandara juga blm muncul. Itu adl klaster2 yg bisa kliatan ada desak2an dalam kondisi sebagian besar orangnya memakai masker. Tindakan preventif selanjutnya adalah membersihkan diri. Jadi ane lebih kuatir klo orang gak pake masker walau berjarak 1 meter dibanding orang ngumpul di McD tp pake masker. Ini faktanya ada dan jelas gak pake prediksi2an abal2.
|
Yaelah emangnya yang ngomongin kluster Mcd cuma saya??? Kalau sampai tenaga medis dan lembaga yang kerjanya ngamatin kasus seperti KawalCovid-19 mengungkit kasus ini dan membahas pelaksanaan PSBB yang gak beres (bukan idenya, tapi pelaksanaannya), maka anda harusnya sadar bahwa ada sesuatu yang salah.
Bandara Soetta kemungkinan jadi kluster baru:
https://bisnis.tempo.co/read/1343582...bandara-soetta
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Dan semua negara juga mengawali dengan tracing dan dari satu dua orang yg terdeteksi...dan liat aja ntar yg semula kepancing ikut2an lockdown ntar juga bakalan ngikut PSBB semua kok...
|
Sekali lagi mereka berhak melakukan itu karena sudah mencapai puncak kurva.
Sementara negara-negara Amerika Latin seperti Chile dan Peru yang masih terus mengalami kenaikan kasus tetap bertahan dengan lockdown. Kecuali Brazil, Brazil sama payahnya dengan USA, lebih mikirin ekonomi. Tapi setidaknya test di Brazil masih jauh lebih banyak dari kita.
Kalo USA mah gak usah diikutin. Terbukti mereka payah.
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
berdamai dengan covid.
|
Ombudsman: Berdamai Ketika Belum Menang Itu Tandanya Menyerah
https://akurat.co/ekonomi/id-1117989...danya-menyerah
|
|
Last edited by yoo.jeongyeon.380; 18th May 2020 at 19:06..
|
18th May 2020, 19:02
|
|
Mania Member
Join Date: Aug 2017
Posts: 1,676
|
Quote:
Originally Posted by yoo.jeongyeon.380
Memprediksi, bukan menentukan. Yang bisa menentukan cuma TES.
Tidak bisa memilih tapi bisa menghindari jika tau itu akan mendatangkan bahaya maut ya jangan dilakukan.
Sekarang pemerintah punya peluang untuk menekan penyebaran virus tapi tidak melakukan, dan memilih untuk "berdamai dengan corona" tanpa upaya serius menekan penyebarannya sampai 0, itu sama saja menyia-nyiakan nyawa.
Protokol covid bukan hanya masker tapi juga social distancing. Pake masker tapi senggol sana senggol sini ya sama aja boong. Kalo pake masker saja cukup, harusnya para ilmuwan gak sampe ngeributin kerumunan di bandara dan Mcd Sarinah.
Tidak perlu lockdown kalo si 1 pasien baru ini bisa benar-benar dilindungi, diisolasi dan dilacak kontaknya. Tracing. Korea dan Taiwan jagonya di sini, sejak awal kasus masih sedikit mereka sudah mulai melakukan ini. Makanya mereka juga sudah mencapai puncak dan sekarang sangat sedikit kasus baru.
Ketika kurva sudah terbentuk, pattern-nya bisa kita pelajari sebagai pedoman seandainya gelombang ke-2 terjadi.
Nah negara kita mana ada gelombang kedua, wong gelombang pertama kasusnya masih naik terus.
|
terus gimana caranya memproduksinya ? berapa lama ? sembakonya siapa ?
Hentikan COVID-19, Dunia Butuh 14 Miliar Dosis Vaksin
|
|
|
18th May 2020, 19:02
|
|
Mania Member
Join Date: Nov 2018
Location: TWICE - JYP
Entertainment -
Korea
Posts: 5,441
|
Quote:
Originally Posted by celingak-celinguk
Terbukti bahwa kekebalan terhadap covid memang terbukti dg adanya pasien yg sembuh tanpa melalui penanganan medis di layanan kesehatan formal. Angkanya gak main2...kalo semua pasien positif masuk RS pasti sudah kolaps. Faktanya RS hanya menampung sebagian kecil pasien positif saja. Sisanya gimana caranya bisa sembuh klo bukan kemampuan atau kekebalan tubuhnya atas virus tersebut.
|
Sebagian kecil??? 9.125 dari total 17 ribuan pasien positif dirawat di RS. Lebih dari separoh. Sementara PDP yang dirawat 8.961 orang.
Dan 1 RS rujukan di Maluku sudah kolaps. Mau nambah berapa RS lagi???
|
|
|
detikNews
........
|