HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Rabu, 2024/03/28 12:03 WIB
Harvey Moeis Suami Sandra Dewi Tersangka Korupsi Timah, Pakai Rompi Pink
-
Rabu, 2024/03/28 12:33 WIB
Penampilan Ammar Zoni Berjenggot Saat Tiba di Kejari Jakarta Barat
-
Rabu, 2024/03/28 12:52 WIB
Lolly Pulang ke Indonesia, Nikita Mirzani: Dia Dideportasi dari Inggris
-
Rabu, 2024/03/28 12:44 WIB
Pemain Sinetron Ojek Pengkolan, Sopyan Dado Meninggal Dunia
-
Rabu, 2024/03/28 16:36 WIB
Celine Evangelista Makin Serius Dalami Islam
-
Rabu, 2024/03/28 16:10 WIB
Momen Langka, 3 Anak Michael Jackson Berpose Bersama di Karpet Merah
|
Thread Tools |
11th September 2017, 22:34 |
#43
|
Mania Member
|
|
11th September 2017, 23:26 |
#44
|
|
Addict Member
|
Quote:
makanya langsung dikelarin saja. biar alurnya jelas |
|
13th September 2017, 01:26 |
#45
|
Addict Member
|
Hai, Ay!
Oh Tuhan katakan ini cuma mimpi. Maaf, Ay. Aku nggak sempat ke tempatmu, kemarin mendadak temenku kecelakaan, padahal tadi udah mau jalan ke tempatmu tapi dapat kabar itu, aku langsung putar balik.. maaf ya... nanti kita malam aja ketemunya. Ya Tuhan, apa ini nyata? Ok, ntar di Exotisy ya. Seperti biasa... Sesak nafas, itu yang aku rasakan untuk pertama kalinya.... inikah kelakuan cowok yang katanya sayang padaku? Tak sengaja, saat aku sedang menuju meja kerjanya yang tak berpenghuni dan melihat notifikasi messenger, karena penasaran dengan roomchat facebook yang sedang menyala, aku pun mencoba untuk membukanya. Dan aha! Terpampang nyata obrolan di dalamnya. Betapa terkejutnya aku melihat obralan dia dengan seorang wanita yang dia panggil Ay, ayankkah maksudnya????. Dan di Exotisy?? Ya Tuhan, itukan nama sebuah diskotik. Hari ini aku sengaja membolos kerja dengan alasan sakit kepala. Yah, untungnya atasanku percaya, aku lagi males ketemu sama dia, cowok pemikat dan yang sedang dekat denganku. Lagian aku nggak mungkin ke kantor dengan muka sembab kayak gini. Semalam aku menangis sejadi-jadinya, betapa sakit hatiku, ketika seseorang yang mulai kupercayakan hatiku untuknya dan akan membuat aku bahagia selamanya sesuai janjinya, malah chatting dengan wanita lain dan.. oh tidak... dia panggil Ay untuk cewek sialan itu. Dan lebih menyakitkan lagi, jujur cewek itu lebih dari aku, segala-galanya.... cantik, kulit putih, hidung mancung dan rambut yang bergelombang indah. Yah, walaupun aku tak melihatnya secara langsung, tapi fotonya sudah mewakili semua. Aku terbangun saat mendengar dering Handphone di sampingku. Mario Jelek. Ugh! Kenapa pula itu orang teleponin aku mulu. Akukan lagi ngambek sama kamuuuu.... Dengan emosi kutekan tombol reject. Lalu menonaktifkan Handphone-ku dan kembali bergumul dengan kasur kesayangan. *** "Ran...!" Langkahku terhenti saat kudengar teriakkan seseorang yang paling tidak ingin aku temui saat ini. "Ke mana aja kamu seharian kemarin?" "Di rumah. Kenapa?" jawabku ketus. "Kenapa nggak angkat teleponku? Malah kamu reject dan langsung nggak aktif." "Aku lagi nggak mau diganggu. Akukan lagi sakit." "Hah! Kamu sakit apa, wajah kamu nggak pucat,? Mario meneliti wajahku, "dan nggak panas atau hangat." "Apa-apaan sih!" Segera kutepis tangan Mario saat menyentuh keningku. "Kamu kenapa sih, Ran? Lagi ada masalah? Cerita dong sama aku." Ugh! Iya, aku lagi ada masalah dan itu sama kamuuu...... "Nggak ada. Udah ah, aku mau bikin surat jalan buat pengiriman hari ini." Baru saja kumelangkahkan kaki dari tempat itu, tangan Mario menahan lenganku. Membuatku memutar bola mata karena kesal. "Apa lagi?" tanyaku berbalik ke arahnya dengan muka masam menepis keras tangannya. "Pengirimannya-kan dimajuin kemarin. Makanya aku telepon kamu buat nanyain di mana kamu simpan file surat jalannya," jelasnya. "Owh, jadi kemarin kamu teleponin aku cuma buat nanyain itu doang, begitu?" tanyaku meninggi. "Eh? I-iya," ucapanya salah tingkah. Dengan emosi segara kuberanjak dari tempat itu. Bodo amat, dia mau teriak-teriak memanggilku. Aku kelewat marah dan lengkaplah sudah rasa sebalku terhadapnya. Aku kiranya nyariin, karena nggak masuk. Tapi ternyata??!! *** Sejak saat itu hubunganku dengan Mario merenggang, tiap kali dia mengajakku bicara aku selalu mempunyai alasan agar aku terhindar dari pembicaraan yang menanyakan kenapa akhir-akhir ini aku selalu ketus dengannya. Mario adalah rekan kerjaku, namun kami beda devisi. Sudah hampir satu tahun ini Mario mendekatiku. Berulang kali dia menyatakan perasaannya kepadaku. Namun, masih belum ada jawaban dariku. Aku masih ragu, label playboy melekat di dirinya. Dan sejujurnya aku mulai merasakan perasaan nyaman saat aku bersama dengannya. Tapi insiden kemarin benar-benar menghancurkanku. Sakit hati, benarkah? Apa aku memang sudah jatuh cinta sedalam-dalamnya pada Mario? Perhatiannya benar-benar membuatku merasa menjadi prioritas buatnya. Kuakui ini salah, tapi entah kenapa? Gengsi rasanya mengakui kalau aku cemburu dengannya. Ugh! Aku benar-benar galau dibuatnya. Mungkin dia benar-benar bingung terhadapku. Bagaimana tidak? Dengan tiba-tiba aku cuekin dia tanpa dia tahu apa yang membuatku seperti ini. Mungkin kami memang butuh bicara, tapi... akh, aku gak mau ketahuan kalau aku telah membuka akun jejaring sosialnya tanpa seijin darinya. Tapi satu sisi aku butuh penjelasan darinya. Siapa wanita itu? Apa maksud panggilan "Ay"? Dan kenapa harus ketemuan di Exotisy? Kalau memang mencintaiku kenapa pula sok mesra dengan cewek lain? Apa semua lelaki seperti itu? Banyak pertanyaan berkelebatan di kepalaku. *** "Ran, kenapa akhir-akhir ini kamu menghindariku?" tanyanya saat aku terjebak hujan di kantin. Sungguh aku ingin menyumpahi hujan ini yang membuatku harus berduaan dengannya. Sebenarnya sudah waktunya jam pulang namun berhubung tadi saat jam makan siang malah terpakai untuk menyelesaikan kerjaan, yang menumpuk karena kutinggal cuti dua hari yang lalu untuk menenangkan diri, terpaksa aku baru bisa makan saat jam kantor usai. Tapi malangnya, saat hendak pulang hujan turun dengan derasnya. Dan lantas Mario yang entah kenapa dia juga tiba-tiba juga ada di kantin saat ini, duduk di sebalahku. Mana kantin sepi lagi! "Kenapa kau diam? Jawab, Ran!"pintanya. Huft! Kuhelakan nafas sebelum menjawab pertanyaan darinya. "Siapa Miss Ay itu?" jawabku balik tanya. "Hah! Siapa itu?" tanyanya dengan tampang blo'on. Uh! Sumpah ya, pengen aku jitak itu kepala. "Kemarin, aku buka akun Facebook-mu. Dan dengan sengaja kubuka inbox-nya." "Lalu?" tanyanya antusias. "Ya, lalu kubaca dan kumengerti isinya!" terangku dengan bernadakan salah satu lirik lagu. "Huahahahahaha..." ketawanya lepas, "aoww, sakit, Ran! Hahahahaha..." Kucubit pinggangnya karena kesal. "Kenapa ketawa, suka ya kalau aku kepo-in kamu? Bahagia gitu kalau akhirnya aku ngindarin kamu karena takut ketahuan sama kamu ?" "Eh, nggak. Aku nggak suka kamu menghindariku. Sungguh. Tapi aku suka kamu kepo-in dan cemburu padaku," ucapnya sambil mengerlingkan mata. Genit. "Jadi, siapa wanita itu?" tanyaku mengintimidasi. "Dia kenalannya Ochan, kamu tahu kan Ochan?" kuanggukkan kepalaku mengerti. Ochan juga rekan kerjaku dan dia satu divisi dengan Mario. Ochan termasuk playboy cap kampung kesemek, kebanyakan cewek yang dekat dengannya adalah cewek yang bertanda kutip "gak bener" "Terus, kenapa kamu panggil dia 'Ay', Ayank maksudnya? Dan kenapa kayaknya nyesel banget nggak ketemu?" "Hahahahahaha... Ran, Ran. Itu hanya panggilan dia, dan semua teman dia manggil dia 'Ay'. Nama dia itu Ayda Larasati, jadi wajar dong kalo aku ikutan manggil gitu. " "Aku lagi ada bisnis sama dia, lebih tepatnya Oomnya sih. Oomnya kan biasa keluar negeri, aku sama Ochan mau bikin bisnis barang-barang impor. Yang lagi banyak peminat akhir-akhir ini." "Terus ngapain ketemunya di Exotisy dan apa maksud main ke tempat dia?" "Ke tempat dia itu ya di Exosity, Ran. Dia kerja di sana. Oomnya itu owner Exosity, sedangkan Ayda jadi kepala manager-nya. Lagian, aku ramai-ramai dengan yang lain kok kesananya." "Percayalah, Ran. Aku nggak akan sembarangan memberikan hati dan perhatian untuk wanita manapun. Cuma kamu, Ran. Mengerti dan pahamilah." "Aku mungkin sering jalan dengan wanita-wanita lain di luar sana, tapi mereka hanya teman dan yang memiliki hatiku cuma kamu. Sungguh. Harus bagaimana lagi untuk bisa meyakinkan dirimu. Ran, aku cinta sama kamu." Deg! Ya Tuhan jantungku. Padahal sering kali Mario bilang begitu padaku namun entah mengapa, hari ini aku merasakan getaran lain di hatiku. "Ran, kok diem. Jawab dong! Kamu cinta juga nggak sama aku?" "Apa perlu diperjelas?" tanyaku dengan pipi yang mungkin sudah merona tak karuan. Mario memelukku, dan aku nyaman berada di dekapannya. "Makasih," ucapnya lalu mencium keningku lembut. Sepertinya aku harus berterima kasih dengan hujan ini. |
Last edited by amethyst.purple; 13th September 2017 at 01:36.. |
13th September 2017, 21:55 |
#46
|
|
Mania Member
|
Quote:
ciyee ciyee... ahikk duh amee ini bikin baper deh cerpennya |
|
23rd September 2017, 02:30 |
#48
|
|
Groupie Member
|
Quote:
|
|
1st October 2017, 09:15 |
#49
|
Addict Member
|
|
1st October 2017, 09:18 |
#50
|
Addict Member
|
Ini cerpen pertama saya yang berbau islami, moga berkenan
Kalo Jodoh Nggak Kemana "Za ...!" "Iya, Umi. Ada apa?" tanyaku menghampiri Umi yang sibuk memasukkan lumpia ke dalam kantong plastik. "Tolong kasihkan ini ke tempat Bu Hajah Ima, ya!" pinta Umi. "Emang, Mas Dimas nggak ambil sendiri ke sini, Umi?" "Mas Dimas lagi repot, bantuin renovasi tokonya Bu Hajah," jelas Umi, menyerahkan bungkusan plastik berisi lumpia kepadaku. Kuraih bungkusan itu bergegas menghampiri motor matic kesayanganku, menuju rumah Bu Hajah Ima. Bu Hajah menjadi pelanggan tetap lumpia Umi, tiap dua minggu sekali beliau selalu memesan lumpia untuk sajian pengajian ibu-ibu RT di kampungku. Biasanya ada Mas Dimas, salah satu pesuruh di toko Bu Hajah yang mengambil pesanan lumpia. Berhubung Mas Dimas nggak bisa, mau nggak mau aku sendiri yang berangkat nganterin pesanan. *** "Assalamu'alaikum ...," sapaku. "Wa'alaikumussalam." Seorang laki-laki menghampiriku di depan pintu. "Ada apa, ya?" tanyanya. Ya Tuhan, ni cowok cakep banget. "I-i-ini, mau nganterin pesanan lumpia Bu Hajah." Kusodorkan bungkusan plastik ke arahnya, sambil memberikan senyum terbaikku. "O, makasih ya!" Dia tersenyum sekilas dan berlalu dari hadapanku. Aku hanya bengong dibuatnya, baru kali ini ada cowok yang tak mengacuhkan aku. Sepanjang jalan aku hanya menggerutu, kesal mendapat perlakuan seperti tadi. Dan berlanjut sampai aku memasuki rumah. "Kamu ngapain, Za? Kok komat-kamit gitu mulutnya," tanya Umi heran. "Eh, Umi tahu nggak kalo di rumah Bu Hajah ada cowok cakeeep ... banget." "Cowok? Seumuran Mas Rahmanmu?" "Ho'oh, kok Umi tahu?" tanyaku penasaran. "Itu mungkin Mas Hamid, anak kedua Bu Hajah yang baru pulang dari Riau. Umi dengar, rencananya mau pindah dan ngelanjutin kuliah semester lima-nya di kampus kamu. Bu Hajah mau Mas Hamid menemaninya di rumah. Kan, anak pertama Bu Hajah, Lathifa sudah menikah dan tinggal di rumah suaminya. Terus Si Fariz mau kuliah di Kairo," jelas Umi panjang lebar. Aku hanya mengangguk-angguk, mengerti. Aku bisa memahami keinginan Bu Hajah meminta salah satu anaknya menemaninya di rumah. Beliau seorang janda. Dua tahun lalu, suaminya meninggal akibat serangan jantung. Suami Bu Hajah sama seperti Abi, pensiunan ABRI. Untungnya Bu Hajah punya toko kelontong yang ramai pembeli untuk membantu perekonomiannya. Tapi ... Hamid ...? Kenapa aku nggak tahu ada anak Bu Hajah bernama Hamid? Ah bodohnya aku. Ke mana saja aku ini, sampai anak tetangga sendiri yang sekeren itu aku nggak tahu? Ah,mungkin aku terlalu sibuk gebet sana-sini sampai mengabaikan potensi besar yang ada di kampungku sendiri. Tahu begitu, kan dari dulu aku sering-sering main ke tempat Bu Hajah. Pikiran itu bikin aku cengar-cengir sendiri. Senyum Mas Hamid yang hanya sekilas kulihat tadi siang terbayang lagi. Ah, pelit senyum sekali dia. Eh, tapi ... sejak dulu aku kan sering ke tokonya Bu Hajah, untuk membeli bahan lumpia, tapi aku nggak pernah lihat Mas Hamid ada di sana. Atau, jangan-jangan, dari kecil Mas Hamid nggak pernah tinggal di sini? Di Riau itu ... di rumah kakek-neneknya kah? Hemm... banyak hal yang perlu aku tanyakan kepada Umi. Hari sudah beranjak malam Umi dan Abi pasti sudah tidur. Lagipula aku ada kuliah besok pagi, mendingan aku tidur sekarang. *** Pagi ini aku sengaja bangun pagi-pagi agar dapat sarapan bersama Abi dan Umi. Kugunakan kesempatan ini untuk menanyakan sesuatu hal tentang Mas Hamid. Di meja makan sudah terhidang nasi goreng spesial kesukaanku. Aku mengambil tempat duduk persis di sebelah kiri Umi, sedangkan Abi ada di sebelah kanan Umi. Di rumah tinggal kami bertiga. Mas Rahman, kakak semata wayangku sedang pendidikan perwira di Bandung. "Tumben kamu ikut sarapan, Za,?" ledek Abi, aku hanya cengar-cengir menanggapinya. Maklumlah, biasanya saat aku berangkat ngampus, Abi sudah sibuk dengan ternak bebeknya di kandang. "Mi, memangnya benar ya, Mas Hamid kuliah di kampus Zahira?" bisikku ke Umi. Malu kalau Abi dengar. "Iya, Bu Hajah sendiri yang bilang ke Umi. Katanya, Mas Hamid ngambil jurusan perbankan syariah," jelas Umi. "Ada apa sih, Mi?" tanya Abi nimbrung. "Ada deh ...!" jawabku. "Ini lo, Bi, nanyain anaknya Bu Haj ..." Kusenggol lengan Umi, memberi kode untuk berhenti memberitahu Abi. "Owh, yang Umi bicarakan semalem," ucap Abi mengangguk-anggukan kepalanya. "Umi ...!"rengekku. Abi dan Umi tertawa menanggapinya. Segera kutandaskan nasi goreng spesial buatan Umi dan berangkat ngampus. Aku malu diledekin Abi terus. Tak lupa pamit dan mencium tangan kedua orang tuaku. Saat mencapai pintu keluar Abi berteriak, "Za! salam buat calon mantu kalo ketemu ya!"ledek Abi diiringi gelak tawa Umi. Konspirasi! *** Bersama Ayu, sahabatku. Aku mencoba mendatangi kelas Mas Hamid. Tiba di kelas yang kumaksud, kujulurkan kepalaku dari balik jendela, kelas masih kosong. Mungkin aku kepagian kali , ya? "Sedang apa ya?" Suara merdu itu? Kupalingkan wajah ke pemilik suara yang beberapa hari ini memenuhi otakku. Membuatku senyum-senyum sendiri nggak jelas. "Eh, i-i-itu, anu ... aku ...," jawabku gugup. Matanya menatapku seolah menyelidik, dan saat mata kami bertemu, segera dia memalingkan wajahnya. "Permisi," pamitku segera. Kuapit lengan Ayu yang masih bengong , meninggalkan tempat itu. *** "Cowok tadi itu sapa ya, Za?" tanya Ayu, saat aku sedang asyik menyantap mie ayam di kantin kampus. "Itu yang namanya Mas Hamid," jelasku. "O ... itu, cakep sih, cuma agak jutek dan pastinya itu cowok alim deh. Dilihat dari tampilannya dan ambil jurusan perbankan syariah pula." "Bagus dong kalo orangnya alim," belaku. "Iya sih, tapi itu bukan tipe kamu banget deh, Za!" "Sekarang ni ya, cowok metroseksual dan brandalan itu udah mainstream banget," kilahku. Ayu hanya mendengus kesal menanggapi ucapanku. Sudah beberapa hari ini, aku sering menguntit ke mana saja mas Hamid pergi. Aku jadi tahu kebiasaan dia yang suka menyendiri di taman belakang kampus, dekat dengan musala sambil membaca buku. Kadang kala suka ngobrol dengan anak-anak rohis kampus di musala. *** Hari ini, aku sengaja berdandan lebih cantik, meskipun memang pada dasarnya aku cantik sih, terbukti dari banyaknya cowok yang mendekatiku di kampus selama ini. Kusapu pandangan di sekitar kampus, sosok yang kucari tak juga terlihat. Bergegas aku menuju taman belakang, tempat biasa Mas Hamid membaca. "E-hem, e, Mas ... boleh saya duduk di sini?" tanyaku. "Silakan aja," jawabnya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku yang dia baca. Kuambil tempat di sebelah. "Ehm, Mas Hamid masih ingat aku?" tanyaku, mencari topik pembicaraan. "Masih." "Oya? Coba, emang aku ini siapa?" "Kamu yang pernah kirim lumpia ke rumah,kan? Anaknya Bu Ratih?" Ya Tuhan, dia tahu, dia tahu aku. "Sibuk belajar ya, Mas?" tanyaku, sambil menjulurkan kepala untuk melihat bacaan apa yang sedang dia baca. "Nggak," jawabnya singkat. "Lalu, kok Mas sibuk menekuni buku itu terus. Padahal saya yang ngajak bicara Mas kan di sini." Agak bete juga akunya, dari tadi ngajak ngobrol nggak pernah sedikit pun dia melihatku. "Lagi menjaga pandangan." "Ha? Pandangan apa? Saya kan gak telanjang, masih pake baju lengkap kok!" protesku. Ini nih, resiko ngedeketin orang alim, butuh perjuangan. "Padahal aku sudah dandan cantik gini, masak nggak dilirik sedikit pun." "Cantik luarnya itu banyak, tapi cantik di dalam itu langka." Ha? Maksudnya? Apa aku orang jahat? Gini-gini aku masih punya hati nurani. "Aku permisi dulu, ada kelas." Segera dia bergegas pergi tanpa menoleh padaku. Kuhentak-hentakkan kaki di tanah, sebel, bete dan marah menjadi satu. Baru kali ini aku ngedeketin cowok susahnya minta ampun. Padahal biasanya cowok-cowok pada ngantri buat jadi pacarku. Bersambung..... lanjutan besok |
Last edited by amethyst.purple; 1st October 2017 at 09:32.. |
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer