HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Selasa, 2024/04/25 15:15 WIB
Atalia Praratya Mundur dari Pilwalkot Bandung
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
-
Senin, 2024/04/24 11:43 WIB
Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia Dalam Usia 96 Tahun
-
Selasa, 2024/04/25 17:35 WIB
Penampilan Mengejutkan YouTuber Dulu Beratnya 329 Kg, Kini Jadi Begini
-
Selasa, 2024/04/25 14:28 WIB
ABG 16 Tahun Tewas Usai Dibawa Ngamar 2 Pria Dewasa di Hotel Jaksel
|
Thread Tools |
4th April 2022, 21:10 |
#11
|
|
Mania Member
|
Quote:
seandainya terapinya benar, ngapain dia takut mempresentasikan dan adu argumen dengan teman sejawatnya di IDI? soal contek mencontek emang segampang itu? spalagi ini keahlian khusus, orang mendengarkan paparannya jg blm tentu bisa prakteknya. . makanya si terawan ini sangat tidak dpt dipercaya |
|
4th April 2022, 22:10 |
#12
|
|
Mania Member
|
Quote:
|
|
5th April 2022, 07:11 |
#13
|
Groupie Member
|
|
King of Losers |
5th April 2022, 10:44 |
#14
|
|
Mania Member
|
Quote:
Anggota MKEK IDI Rianto Setiabudy menilai disertasi Terawan memiliki sejumlah kelemahan secara subtansial. Pertama penggunaan heparin yang disebut bisa merontokkan gumpalan darah. Rianto berbicara sebaliknya. "Pertama menggunakan heparin, jadi kira-kira begini, disertasi itu suatu metode radiologi menggunakan kateter dari suatu pembuluh darah di paha sampai ke otak, di sana dilepaskan kontras. Kontras itu akan menunjukkan di mana letak mampetnya itu, supaya ujung kateter itu kebuka diberikan dosis kecil heparin untuk mencegah bekuan darah di ujung kateter," kata Rianto dalam rapat bersama Komisi IX DPR, Senin (4/4/2022). "Jadi dosis kecil ini tidak bisa diharapkan untuk merontokkan gumpalan dari, jadi hanya sekadar mencegah mampetnya gumpalan darah. Jadi ketika itu digunakan maka timbul masalah besar sekali. Yang menggunakan ini orang-orang stroke yang sudah lebih dari sebulan. Jadi bekuan darah itu mengeras di situ dan tidak mungkin kita cari di literatur manapun yang menunjukkan heparin efektif merontokkan gumpalan darah itu," lanjut Rianto. "Yang melakukan uji klinik ini adalah kelompok yang tidak punya pembanding, tidak punya kontrol, uji klinik yang benar akan mengatakan kita sulit sekali menerima kesahihan penelitian tanpa pembanding, ini penelitian yang cacat besar," ujarnya. |
|
5th April 2022, 10:50 |
#15
|
Mania Member
|
"Saya kebetulan juga mantan tentara. Jadi saya menelepon dokter Terawan, saya minta pak terawan bisa nggak ngomong dengan saya, saya berikan kesempatan untuk berbicara melakukan pembelaan diri.
Dia mengatakan, 'Saya siap Prof Marsis'," lanjutnya. "Dalam tiga hari, kami mengadakan pertemuan di Hotel Borobudur pada waktu itu. Saya menanyakan tentang masalah apa yang menjadi penyebab Terawan tidak datang waktu dipanggil MKEK. Dalam kesimpulan, saya melihat suatu cara yang tidak komunikatif itu terjadi di antara Pak Terawan dengan majelis kode etik. Buktinya saya telepon dalam 3 hari beliau datang mau ketemu saya," bebernya dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Senin (4/4/2022). "Saya menawarkan seandainya dengan cara-cara yang terhormat baik untuk IDI maupun Terawan mampu menyelesaikan masalah ini sebagai masalah intern IDI kenapa tidak diberikan kesempatan kepada kita," beber Prof Maris. "Saya akan anjurkan kepada dr Adib (ketua PB IDI saat ini) kita cari jalan yang baik untuk dr Terawan dan untuk IDI. Saya yakin, saya kenal dengan beliau, saya percaya dengan beliau, tentunya kalau kita lakukan dengan baik, dengan terhormat, beliau dapat menyelesaikan masalah ini," pungkasnya. |
5th April 2022, 10:55 |
#16
|
Groupie Member
|
Bandingkan dengan yang tidak memakai terapi.
Contohnya 100 orang penderita stroke ikut uji klinis. 50 pakai terapi cuci otak dengan heparin. 50 seakan-akan ikut terapi cuci otak tapi sebenarnya tidak diterapi sama sekali. Hasilnya nanti dibandingkan. Kalau dari 50 yang pakai terapi cuci otak itu lebih banyak yang berhasil sembuh dari stroke daripada 50 yang tidak diterapi itu maka itu bisa membuktikan bahwa terapi cuci otak efektif. Tapi kalau hasilnya sama saja, itu berarti terapi cuci otak itu tidak terbukti ada manfaatnya. Kalau hasilnya lebih banyak yang tidak diterapi yang sembuh, itu artinya terapinya justru memperburuk kesehatan pasien. |
King of Losers |
5th April 2022, 11:09 |
#17
|
|
Mania Member
|
Quote:
Hasil? Bukan nya hasil vaksin sekarang pun sekitar 50% juga yah? |
|
5th April 2022, 13:06 |
#18
|
|
Groupie Member
|
Quote:
Mau berapa persenpun hasilnya tetap baru dinyatakan bermanfaat kalau hasilnya lebih besar dari yang tidak diterapi. Sepertinya kamu masih tidak ngerti dan asal tanya. Biar mungkin kamu bisa mengerti ini saya kasih contoh skenario. Misalnya uji klinis vaksin 1000 orang peserta. Itu dibagi dua kelompok, 500 orang disuntik vaksin, 500 orang disuntik placebo. Kemudian itu peserta dipantau dan didata. Hasilnya: 300 orang dari kelompok yang divaksin itu tidak tertular COVID-19. Apakah langsung bisa dinyatakan vaksin terbukti berhasil? Tentu tidak karena harus dibandingkan dengan kelompok yang tidak divaksin. Jadi misalnya yang tidak divaksin itu: 1. 300 orang tidak tertular COVID-19, maka vaksinnya tidak terbukti manfaatnya. Divaksin atau tidak, tetap hampir sama jumlah orang yang tidak tertular. 2. 150 orang tidak tertular COVID-19, mak vaksinya terbukti bermanfaat. Bisa dianggap vaksin berhasil mencegah 150 orang dari tertular COVID-19 (300-150). 3. 400 orang tidak tertular COVID-19, maka vaksinya tidak terbukti manfaatnya dan ada kemungkinan justru membuat orang tertular COVID-19. Hal yang sama berlaku untuk terapi cuci otak kalau diuji klinis. Selama persentasi orang yang sembuh karena terapi cuci otak itu secara signifikan lebih tinggi dari orang yang tidak diterapi, maka itu membuktikan terapi cuci otak bermanfaat. Kalau tidak ya tidak terbukti bermanfaat. |
|
King of Losers |
5th April 2022, 13:25 |
#19
|
||
Mania Member
|
Quote:
Quote:
|
||
5th April 2022, 13:27 |
#20
|
|
Mania Member
|
Quote:
|
|
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer