HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Selasa, 2024/04/25 15:15 WIB
Atalia Praratya Mundur dari Pilwalkot Bandung
-
Selasa, 2024/04/25 17:35 WIB
Penampilan Mengejutkan YouTuber Dulu Beratnya 329 Kg, Kini Jadi Begini
-
Selasa, 2024/04/25 14:28 WIB
ABG 16 Tahun Tewas Usai Dibawa Ngamar 2 Pria Dewasa di Hotel Jaksel
-
Selasa, 2024/04/25 12:33 WIB
Ganjar Sebut Bu Mega Pilih PDIP di Luar Pemerintah
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
|
Thread Tools |
23rd March 2017, 10:20 |
#1
|
Mania Member
|
"Ini Budi", "Liburan ke Rumah Nenek", dan Gambar 2 Gunung
Salah satu yang membuat saya agak kecewa dengan sistem pendidikan kita adalah bahwa sejak anak-anak masih kecil telah terjadi upaya penyeragaman pola pikir pada mereka, anak-anak yang tersebar di berbagai tempat di Indonesia.
Padahal dengan keberagaman suku bangsa, agama, kondisi wilayah, kondisi ekonomi, hakikatnya setiap manusia punya cara berpikirnya sendiri. Justru dengan menggunakan pemikirannya sendiri maka akan muncul inovasi yang baru, dari buah pemikiran yang kreatif. Saya ambil 3 contoh saja yang menjadi judul thread ini. Pertama, "Ini budi". Bukan maksud tidak menghargai almarhumah Ibu Siti Rauf yang mengembangkan metode ini, tetapi metode ini menjadi terlihat seperti penyeragaman ketika diterapkan di seluruh Indonesia. Mengapa? Di Indonesia banyak bahasa daerah, yang menjadi bahasa ibu mereka sejak lahir. Ada bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, dll. Akan lebih baik jika sebelum dikenalkan untuk membaca dalam bahasa Indonesia, mereka lebih dulu belajar membaca dalam bahasa daerah masing-masing. Anak2 di kampung Parsoburan atau Hauagong tentu akan bertanya ketika pertama kali mendengar "Ini Budi", mereka akan bertanya "aha do lapatan ni 'ini'???". Malah membuat mereka bingung. Kemudian, nama "Budi" adalah nama yang umum di Jawa tapi belum tentu umum di daerah lain. Di Parsoburan atau Hauagong rasanya jarang anak2 bernama Budi, tetapi nama lain seperti Tumbur, Benget, Tumpal (nama kakek saya), Ronggur, Dondon, dll cukup populer. Mengapa harus "Budi" yang dipakai? Masih banyak lagi argumen lain yang mendukung bahwa metode "Ini Budi" bukan metode yang terbaik untuk belajar membaca, walaupun tentu bisa dipakai. Yang kedua adalah gambar 2 gunung. Ketika anak2 mulai belajar menggambar, apa yang diperkenalkan oleh gurunya? Yang terjadi di seluruh Indonesia yang saya lihat adalah gambar 2 gunung kembar dengan matahari di tengah2, lalu di bawah gunungnya ada sawah, kadang2 ada gubuk dan jalannya. Jujur saja, saya termasuk korban "indoktrinasi" gambar 2 gunung ini, sehingga sampai saya kelas 6 SD pun ketika disuruh menggambar, pasti ada gambar 2 gunung ini. Mulai masuk SMP, saya mulai diajarkan menggambar macam2, misalnya mobil, alat transportasi, suasana kota, dan perayaan 17 Agustus di kampung. Tapi ternyata teman saya yang SMPnya di Muara Bulian, Jambi, cerita ke saya bahwa teman2nya pun sampai kelas 3 SMP masih memilih gambar 2 gunung pada saat pelajaran menggambar. Padahal Muara Bulian bukan terletak di gunung, tapi di dataran rendah tepian Sungai Batanghari. Bagaimana dengan anak2 lain yang tinggal di tepian pantai yang mungkin jarang sekali melihat gunung? Orang2 Jakarta mungkin beruntung, bisa jalan2 ke Puncak dengan mudah karena jaraknya tidak jauh. Tapi orang2 di Palembang perlu melintasi jalan darat selama 8 jam hanya untuk melihat Gunung Dempo. Kalau begitu, kenapa guru harus memperkenalkan sesuatu yang "asing" bagi anak2 ini ketika mengajarkan cara menggambar? Yang ketiga adalah "liburan ke rumah nenek". Ini sepertinya menjadi judul mengarang "favorit" anak2 sekolah, sayangnya terkesan bahwa hanya cerita seperti inilah yang bisa dikarang oleh mereka. Padahal belum tentu karangan ini menggambarkan kisah hidup mereka. Bisa saja neneknya sudah meninggal. Atau malah bisa jadi neneknya memang tinggal di rumah anak itu, jadi ngapain berlibur ke rumah nenek, toh rumah neneknya ya rumah dia juga. Tapi faktanya ini judul karangan paling favorit bagi anak2 di sekolah. Upaya indoktrinasi dan penyeragaman dari "Ini Budi", "liburan ke rumah nenek", dan gambar 2 gunung ini menurut saya tidak cocok di tengah kemajemukan masyarakat Indonesia. Bahkan, di masyarakat Korea yang homogen pun tetap tidak cocok. Karena walaupun sukunya sama, agamanya sama, orang2 bisa punya pola pikir yang berbeda, dan itulah yang harus dirangsang supaya mereka bisa melahirkan inovasi di masa depan. |
23rd March 2017, 10:47 |
#3
|
Groupie Member
|
Indoktrinasi itu justru memancing kreativitas, karena belum pernah liat dua gunung si anak jadi berimajinasi tentang bentuknya seperti apa itu "dua gunung".
Efek buruknya, karena dari kecil sudah dididik untuk pandai mengarang. Ketika udah gede jadi seorang pembohong yang lihai, itu aja. |
23rd March 2017, 10:51 |
#4
|
|
Moderator
|
Quote:
harusnya bukan latihan "mengarang" tetapi latihan "menulis" karena jagonya mengarang maka jadi kebiasaan mengarang bebas dan mengarang indah seperti disini, ada yang mengarang indah soal pembelajaran buat anak |
|
no more presidents.... and all the wars will end one united world under God
|
23rd March 2017, 11:00 |
#6
|
|
Mania Member
|
Quote:
Kayanya di sekolah2 lain jg gitu deh sekarang metode pengenalan baca udin ga gitu..anak2 preschool pengenalan membacanya pake metode flash card.. Belajar gambar pun sekarang ga pake konsep 2 gunung 1 matahari dan di bawahnya sawah konsep itu jaman cgw..mungkin wan pkb juga ya? Dunia pendidikan anak2 sekarang konsepnya tematik..dan metode belajar sekarang keren2..ada metode montessori ada juga yg baru sistem waldorf...dia menstimulate imajinasi anak2 dengan dongeng..yg tentunya isi dongengnya kaya imajinasi ga cuman sekedar: pergi mengunjungi nenek gitu |
|
23rd March 2017, 11:15 |
#9
|
|
Groupie Member
|
Quote:
Misal dulu salah seorang anak saya "konsultasi" bikin karya tulis sebagai salah satu syarat melamar masuk USC Cinematic art, dia bingung antara menuliskan pengalamannya sendiri atau membuat sebuah "karangan indah". Dia khawatir kalau menulis soal pengalaman sendiri, yang baca akan kurang tertarik karena dia sendiri merasa belum punya pengalaman "seru" yang bisa menarik perhatian para panelis admission committee. Saya ngasih saran asal sahaja, kalau emang tulisannya perlu "bumbu". Usahakan jangan terlalu berlebihan, sayur aja lebih atau malah kurang bumbu enggak enak rasanya. Akhirnya dia pede buat tulisannya...eh dasar hoki, diterima pula...entah apa yang dia tulis saya tidak tahu, enggak sempet baca. |
|
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer