HOT TOPICS :
Gosip | COVID-19 | Ayo Vaksin
|
Thread Terpopuler
-
Selasa, 2024/04/25 15:15 WIB
Atalia Praratya Mundur dari Pilwalkot Bandung
-
Senin, 2024/04/24 11:29 WIB
KPU Tetapkan Prabowo Jadi Presiden dan Gibran Wakil Presiden Baru RI
-
Senin, 2024/04/24 11:47 WIB
Ganjar Mengaku Tak Diundang ke Penetapan Prabowo-Gibran
-
Senin, 2024/04/24 11:43 WIB
Mooryati Soedibyo, Pendiri Mustika Ratu, Meninggal Dunia Dalam Usia 96 Tahun
-
Selasa, 2024/04/25 14:28 WIB
ABG 16 Tahun Tewas Usai Dibawa Ngamar 2 Pria Dewasa di Hotel Jaksel
-
Selasa, 2024/04/25 17:35 WIB
Penampilan Mengejutkan YouTuber Dulu Beratnya 329 Kg, Kini Jadi Begini
|
Thread Tools |
11th January 2009, 23:13 |
#1
|
Mania Member
|
sejarah kelam kamboja "killing fields"
(ini thread co-pas dari http://www.ngobrolaja.com/showthread.php?t=14857)
Nyaris tiga dasawarsa berlalu sejak rezim Khmer Merah di bawah Pol Pot digulingkan. Tetapi, sejarah kelam kebrutalan rezim komunis yang berkuasa pada 1975-1979 itu belum bisa sepenuhnya dihapus dari ingatan rakyat Kamboja maupun dunia internasional. Tidak heran, bagi wisatawan yang singgah di Kamboja, lokasi-lokasi bekas peninggalan rezim Khmer Merah sangat diminati untuk disinggahi. Kamp penyiksaan Tuol Sleng serta "ladang pembantaian" (killing field) Choeung Ek adalah dua dari segudang bukti kekejaman Pol Pot yang tidak boleh dilewatkan begitu saja. Benak langsung diselimuti kengerian dan kepedihan mendalam, ketika saya dan teman-teman wartawan dari Asia Pasifik menjejakkan kaki di Choeung Ek, awal April. Kami sengaja meluangkan waktu di sela-sela padatnya "Phnom Penh Interfaith Dialogue 2008" untuk mengetahui seperti apa wajah "ladang pembantaian" itu sesungguhnya. Choeung Ek adalah 'ladang pembantaian' yang digunakan rezim Khmer Merah selama empat tahun, sebagai lokasi eksekusi orang-orang berpendidikan tinggi dari Phnom Penh. Ouch Kosal (27 tahun), pemandu wisata kami, menyebutkan ada sekitar 20.000 orang dieksekusi di situ. "Sebagian besar korban yang dieksekusi adalah dokter, pengacara, insinyur, guru, diplomat tinggi, serta kalangan profesional lain," kata Kosal, lulusan Cambodia Mekong University. Mereka yang dieksekusi umumnya pernah bekerja di bawah rezim Lon Nol, yakni pemerintah dukungan AS, tetapi dikenal sangat buruk dan korup. Tanpa pandang bulu, mereka yang diketahui punya ide dan pandangan politik berbeda dengan Pol Pot, ditangkap dan dieksekusi. Penangkapan bahkan kerap terjadi pada orang yang hanya karena berpenampilan intelektual, antara lain dapat berbahasa asing, punya telapak tangan halus, berkaca mata, serta bermata pencarian bukan buruh, petani, atau pekerjaan-pekerjaan kasar lain. Choeung Ek, yang awalnya lokasi pemakaman warga Tionghoa, berada di kawasan seluas sekitar 2,5 hektare. Sebetulnya, "ladang pembantaian" Choeung Ek berada di sebuah lahan terbuka yang sangat luas. Tetapi setelah dilakukan penggalian kuburan massal, Pemerintah Kamboja menetapkan bahwa ladang pembantaian itu berada di lokasi seluas 2,5 hektare. Setelah jatuhnya rezim Pol Pot pada 1979, ada 86 dari total 129 kuburan massal di Choeung Ek berhasil digali. Sebanyak 8.985 mayat ditemukan di lokasi kuburan massal tersebut. Cabikan pakaian korban pembantaian hingga kini masih tampak menyembul di sela-sela tanah. Rumput-rumput liar menyelimuti permukaan tanah yang dipenuhi cerukan-cerukan bekas kuburan. Serpihan tulang mudah ditemukan, bertebaran di seantero lahan. Pakaian para korban eksekusi yang lusuh dan lapuk dibiarkan teronggok di bawah pepohonan. Situasi memang tidak diubah agar pengunjung dapat menangkap atmosfer yang memilukan. Pohon Ajaib tempat alat pengeras suara digantung dan dibunyikan keras- keras sehingga lolongan korban yang tengah dieksekusi tidak terdengar oleh masyarakat sekitar. Tuol Sleng Dalam masa empat tahun berkuasanya rezim Khmer Merah, tidak kurang dua juta orang dari seantero Kamboja dibunuh. Ada sekitar 343 "ladang pembantaian", seperti Choeung Ek tersebar di seluruh wilayah Kamboja. Tetapi, Choeung Ek adalah "ladang pembantaian" paling terkenal. Pasalnya, sebagian besar korban yang dieksekusi di sana adalah intelektual dari Phnom Penh. Contohnya, mantan Menteri Informasi Hou Nim, profesor ilmu hukum Phorng Ton, serta sembilan warga Barat termasuk David Lioy Scott dari Australia. Sebelum dibunuh, sebagian besar mereka didokumentasikan dan diinterogasi di kamp penyiksaan Tuol Sleng. Penjara S-21 atau Tuol Sleng adalah organ rezim Khmer Merah yang paling rahasia. Pada 1962, penjara S-21 merupakan sebuah gedung SMA bernama Ponhea Yat. Semasa pemerintahan Lon Nol, nama sekolah diubah menjadi Tuol Svay Prey High School. Tuol Sleng yang berlokasi di subdistrik Tuol Svay Prey, sebelah selatan Phnom Penh, mencakupi wilayah seluas 600 x 400 meter. Setelah Phnom Penh jatuh ke tangan Pol Pot, sekolah diubah menjadi kamp interogasi dan penyiksaan tahanan yang dituduh sebagai musuh politik. Menurut sejumlah pengurus Museum Genosida Tuol Sleng, nyaris tidak ada yang berubah dari penjara itu. Bercak-bercak darah berwarna kecokelatan di dinding dan lantai kamar masih terlihat. Ranjang besi para tahanan dilengkapi rantai besi dan belenggu pergelangan kaki masih teronggok di tiap-tiap sel. Di Tuol Sleng, para intelektual diinterogasi agar menyebutkan kerabat atau sejawat sesama intelektual. Satu orang harus menyebutkan 15 nama orang berpendidikan yang lain. Jika tidak menjawab, mereka akan disiksa. Kuku-kuku jari mereka akan dicabut, lantas direndam cairan alkohol. Mereka juga disiksa dengan cara ditenggelamkan ke bak air atau disetrum. Kepedihan terutama dirasakan kaum perempuan karena kerap diperkosa saat diinterogasi. Setelah diinterogasi selama 2-4 bulan, mereka akan dieksekusi di Choeung Ek. Sejumlah tahanan politik yang dinilai penting ditahan untuk diinterogasi sekitar 6-7 bulan, lalu dieksekusi. Haing S Ngor, dokter medis Kamboja, adalah segelintir intelektual yang berhasil lolos dari buruan rezim Khmer Merah. Haing dianugerahi Piala Oscar berkat perannya di film "The Killing Fields". Dalam film itu, ia memerankan tokoh Dith Pran, jurnalis Kamboja yang selamat dari pembantaian. Dan, Haing tak kalah piawai beradu peran dengan Sam Waterston, pemeran Sidney Schanberg, wartawan New York Times yang mengabadikan kekejaman di sana. Sayang, Haing tewas terbunuh di kediamannya di Los Angeles ketika melawan perampokan yang dilakukan tiga pecandu narkoba pada 1996. anak-anak juga menjadi korban Dari kondisi tengkorak para korban, setidaknya bisa diketahui eksekusi dilakukan sangat brutal. "Eksekusi dilakukan tidak dengan ditembak atau cara-cara lain yang dapat menimbulkan kegaduhan. Korban secara berkelompok digiring ke pinggir lobang kuburan massal lalu dieksekusi dengan alat-alat pertanian, misalnya cangkul atau pacul, yang dihantamkan ke bagian kepala," tutur Kosal. Musik diputar keras-keras dari megafon yang digantung di "pohon ajaib", untuk meredam lolongan kesakitan. Korban tidak bisa melarikan diri karena tangan dan kaki dibelenggu, sementara mata ditutup rapat. Fakta pembantaian intelektual Kamboja terbilang mengherankan. Tidak kurang Donna Baker, diplomat dari Kementerian Luar Negeri Australia yang ikut bersama para wartawan ke Tuol Sleng dan Choeung Ek, juga mempertanyakan hal itu. "Di Rusia, yang juga negara komunis, para intelektual tetap diperkenankan hidup. Mengapa di Kamboja mereka semua dibantai? Apa karena mereka sebelumnya bekerja di bawah rezim Lon Nol?" kata Donna. Dari penyelidikan pascajatuhnya Pol Pot, yang bernama asli Saloth Sar, diyakini dia ingin mengembangkan komunisme ekstrem. Rezim Pol Pot ingin membangun segala sesuatunya dari awal. Maka, pada 17 April 1975, Kamboja diproklamasikan Pol Pot sebagai negara baru. Ia menyebut tahun 1975 sebagai "Year Zero". Segala sesuatunya ingin dibangun dari titik nol. Pol Pot memproklamasikan 17 April 1975 sebagai Hari Pembebasan (Liberation Day) dari rezim Lon Nol yang buruk dan korup. Ternyata, pembebasan yang dijanjikan Pol Pot justru merupakan awal masa kegelapan bagi rakyat Kamboja. Banyak tentara Khmer Merah akhirnya menyadari ada yang salah dari ideologi komunis ala Pol Pot. Mereka melarikan diri dari Kamboja dan bergabung dengan pasukan Vietnam untuk menggulingkan rezim brutal itu. Pol Pot jatuh di tangan tentaranya sendiri yang membelot ke Vietnam. 7 Januari 1979 adalah hari pembebasan dari cengkeraman rezim Khmer Merah. Banyak tentara Khmer Merah yang diperkenankan bergabung dengan pemerintahan Kamboja pasca Pol Pot. PM Hun Sen, misalnya, dulu adalah deputi komandan resimen Khmer Merah. Tetapi, ia kabur ke Vietnam pada 1977. Penegakan hukum tetap diberlakukan ke sejumlah pemimpin papan atas Khmer Merah yang berwatak kriminal, khususnya Deuch yang bernama asli Kaing Khek Iev. Pada 1975-1979, Deuch menjabat sebagai Direktur S-21. Sejak 1999, Deuch mendekam di tahanan menanti persidangan atas pelanggaran HAM. Harus diakui, menapaki jejak peninggalan rezim Khmer Merah sungguh tidak nyaman. Perut terasa mual. Tetapi, wisata ke Tuol Sleng dan "ladang pembantaian" Choeung Ek setidaknya bisa mengingatkan kita pada sejarah kebrutalan pada masa lalu, yang seharusnya tidak terulang kembali. foto tengkorak korban pembantaian khmer-merah pemimpin Khmer-merah polpot |
Klik disini untuk dukungan UNICEF di Indonesia
|
11th January 2009, 23:25 |
#2
|
Mania Member
|
Khmer Merah (seringkali disebut Khmer Rouge, yang merupakan namanya dalam Bahasa Perancis) adalah cabang militer Partai Komunis Kampuchea (nama Kamboja kala itu). Khmer adalah nama suku bangsa yang mendiami negara ini.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, Khmer Merah melaksanakan perang gerilya melawan rezim Pangeran Shihanouk dan Jendral Lon Nol. Pada bulan April 1975, Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot berhasil menggulingkan kekuasaan dan menjadi pemimpin Kamboja. Ia memerintah sampai tahun 1979 dan dalam masa pemerintahannya, terjadi pembunuhan massal terhadap kaum intelektual dan lain-lain. Setelah diusir oleh orang Vietnam, Khmer Merah masih bercokol di daerah hutan di Kamboja. Pada dasawarsa 1990-an, Khmer Merah mengundurkan diri ke pegunungan Dongrek. Sudah sekian lama PBB mencoba mendirikan sebuah tribunal untuk mengadili para anggota Khmer Merah. Tetapi upaya ini secara kontinu dijegali oleh banyak politisi Kamboja karena banyak yang memiliki hubungan dengan Khmer Merah. Akhirnya dicapai kompromi pada tanggal 3 Oktober 2004 di mana akhirnya pemerintah mendukung didirikannya sebuah tribunal. Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Khmer_Merah" foto anak2 korban khmer merah |
Klik disini untuk dukungan UNICEF di Indonesia
|
12th January 2009, 09:49 |
#3
|
Mania Member
|
Jan Gendeng ini Khmer Rouge
parah asli, setara dengan Nazi menurutku. Orang yang pakai kacamata saja dibunuh juga. Bahkan masih mending Nazi menurutku, setidaknya mereka masih pake milah2 yang dibunuh dan gak bunuhi rakyatnya sendiri. 1,7 juta rakyat kamboja lenyap, 26 % dari populasi Kamboja waktu itu Sbg perbandingan 1 juta pddk Iraq selama perang Iraq alias 5 % dari total populasi pddk Iraq 500 ribu orang tewas di konflik darfur atau sekitar 2 % penduduk Sudan Titel orang paling gila dalam memimpin pemerintahan negara menurutku ya Pol Pot ini. Stalin aja gak segila ini. kalau baca cerita pengalaman rakyat Kamboja bener2 bikin miris, amat sangat miris sekali. |
Last edited by miqu; 12th January 2009 at 09:53.. |
12th January 2009, 10:42 |
#4
|
|
Mania Member
|
Quote:
paling gila nih rezim... bahkan para biarawan pun dipaksa jadi pekerja paksa da, dipaksa lepas dari kehidupan biarawannya atau dibunuh juga.. biar biarawan gak jadi pusat gerakan perlawanan terus anak2 dipaksabekerja di penjara dan disuruh nyiksa orang.. kalau sudah lemah dibunuh juga mrinding mbayangin saja |
|
Ajari aku mencintai Indonesia yang sebenarnya secara benar !!! |
12th January 2009, 10:52 |
#5
|
|
Mania Member
|
Quote:
Lha penduduk Ibukota (Phnom Penh) digiring terus disuruh ke daerah pedesaan terus bercocok tanam rame2, terus pada mati disana akibat kelaparan, penyakit, dibunuh (lha wong dokter aja dipaksa jadi petani). Kayak cerita2 fantasi gila yang harusnya cuman ada di komik2. Etnis lain ya udah tamat ceritanya seperti CHam, Vietnam. penganut Budha aja(agama mayoritas di Kamboja) dipaksa berubah, kuil dihancurin. Agama "luar" kayak Islam Kristen dibunuhin semua pemuka agamanya dan dihancurin semua bangunannya |
|
|
12th January 2009, 11:00 |
#6
|
Mania Member
|
Polpot
Saloth Sar (19 Mei 1925 – 15 April 1998), lebih dikenal sebagai Pol Pot, adalah pemimpin Khmer Merah dan Perdana Menteri Kamboja dari 1976 hingga 1979. Pemerintahannya banyak disalahkan untuk kematian sekitar dua juta warga Kamboja, meski perkiraan jumlahnya beragam.
Alur waktu awal kehidupan dan revolusi 1925 - Lahir di Prek Sbauv di Indochina Perancis (wilayah di provinsi Kompong Thong, Kamboja pada masa kini). 1949 - Memenangkan beasiswa untuk mempelajari teknik radio di Paris. Dalam masa tersebut, dia menjadi seorang komunis dan bergabung dengan Partai Komunis Perancis. 1953 - Kembali ke Kamboja, di mana pemberontakan komunis melawan Perancis sedang berlangsung. 1954 - Perancis meninggalkan Indochina. Raja Norodom Sihanouk mengadakan pemilu dan membentuk partai politik. Melalui intimidasi dan menggunakan popularitasnya, dia berhasil mengusir orang-orang komunis dan memperoleh seluruh kursi pemerintahan. Pol Pot lari ke persembunyian dan melatih anggota yang direkrutnya. Akhir 1960-an - Memulai pemberontakan bersenjata terhadap pemerintah dengan dukungan Tiongkok. 1970 - Sihanouk beralih ke pihak Pol Pot karena dijatuhkan Jendral Lon Nol yang didukung Amerika Serikat. 1973 - Pihak Vietkong meninggalkan Kamboja. 1975 - Partai Komunis Kamboja mengambil alih kekuasaan. Lon Nol melarikan diri ke AS. 1975 - Sihanouk kembali berkuasa namun mulai ditinggalkan rekan-rekannya yang komunis, yang tidak tertarik dengan pengembalian monarki. Kamboja Demokratis Pada awal 1976 pihak Khmer Merah menahan Sihanouk dalam tahanan rumah. Pemerintah yang ada saat itu segera diganti dan Pangeran Sihanouk dilepas dari jabatannya sebagai kepala negara. Kamboja menjadi sebuah republik komunis dengan nama "Kamboja Demokratis" (Democratic Kampuchea) dan Khieu Samphan menjadi presiden pertama. Pada 13 Mei 1976 Pol Pot dilantik sebagai Perdana Menteri Kamboja dan mulai menerapkan perubahan sosialis terhadap negara tersebut. Pengeboman yang dilakukan pihak AS telah mengakibatkan wilayah pedesaan ditinggalkan dan kota-kota sesak diisi rakyat (Populasi Phnom Penh bertambah sekitar 1 juta jiwa dibandingkan dengan sebelum 1976). Saat Khmer Merah mendapatkan kekuasaan, mereka mengevakuasi rakyat dari perkotaan ke pedesaan di mana mereka dipaksa hidup dalam ladang-ladang yang ditinggali bersama. Rezim Pol Pot sangat kritis terhadap oposisi maupun kritik politik; ribuan politikus dan pejabat dibunuh, dan Phnom Penh pun ikut berubah menjadi kota hantu yang penduduknya banyak yang meninggal akibat kelaparan, penyakit atau eksekusi. Ranjau-ranjau darat (oleh Pol Pot mereka disebut sebagai "tentara yang sempurna") disebarkan secara luas ke seluruh wilayah pedesaan. Pada akhir 1978, Vietnam menginvasi Kamboja. Pasukan Kamboja dikalahkan dengan mudah, dan Pol Pot lari ke perbatasan Thailand. Pada Januari 1979, Vietnam membentuk pemerintah boneka di bawah Heng Samrin, yang terdiri dari anggota Khmer Merah yang sebelumnya melarikan diri ke Vietnam untuk menghindari penmbasmian yang terjadi sebelumnya pada 1954. Banyak anggota Khmer Merah di Kamboja sebelah timur yang pindah ke pihak Vietnam karena takut dituduh berkolaborasi. Pol Pot berhasil mempertahankan jumlah pengikut yang cukup untuk tetap bertempur di wilayah-wilayah yang kecil di sebelah barat Kamboja. Pada saat itu, Tiongkok, yang sebelumnya mendukung Pol Pot, menyerang, dan menyebabkan Perang Tiongkok-Vietnam yang tidak berlangsung lama. Pol Pot, musuh Uni Soviet, juga memperoleh dukungan dari Thailand dan AS. AS dan Tiongkok memveto alokasi perwakilan Kamboja di Sidang Umum PBB yang berasal dari pemerintahan Heng Samrin. AS secara langsung dan tidak langsung mendukung Pol Pot dengan menyalurkan bantuan dana yang dikumpulkan untuk Khmer Merah. Jumlah korban jiwa dari perang saudara, konsolidasi kekuasaan Pol Pot dan invasi Vietnam masih dipertentangkan. Sumber-sumber yang dapat dipercaya dari pihak Barat menyebut angka 1,6 juta jiwa, sedangkan sebuah sumber yang spesifik, seperti jumlah tiga juta korban jiwa antara 1975 dan 1979, diberikan oleh rezim Phnom Penh yang didukung Vietnam, PRK. Bapa Ponchaud memberikan perkiraan sebesar 2,3 juta—meski jumlah ini termasuk ratusan ribu korban sebelum pengambil alihan yang dilakukan Partai Komunis. Amnesty International menyebut 1,4 juta; sedngkan Departemen Negara AS, 1,2 juta. Khieu Samphan dan Pol Pot sendiri, masing-masing menyebut 1 juta dan 800.000. Pasca pemerintahan Partai Komunis Pol PotPol Pot mundur dari jabatannya pada 1985, namun bertahan sebagai pemimpin de facto Partai Komunis dan kekuatan yang dominan di dalamnya. Pada 1989, Vietnam mundur dari Kamboja. Pol Pot menolak proses perdamaian, dan tetap berperang melawan pemerintah koalisi yang baru. Khmer Merah bertahan melawan pasukan pemerintah hingga 1996, saat banyak pasukannya yang telah kehilangan moral mulai meninggalkannya. Beberapa pejabat Khmer Merah yang penting juga berpindah pihak. Pol Pot memerintahkan eksekusi terhadap rekan dekatnya Son Sen dan sebelas anggota keluarganya pada 10 Juni 1997 karena mencoba mengadakan persetujuan dengan pemerintah (kabar tentang ini tidak diketahui di luar Kamboja selama tiga hari). Pol Pot lalu melarikan diri namun berhasil ditangkap Kepala Militer Khmer Merah, Ta Mok dan dijadikan tahanan rumah seumur hidup. Pada April 1998, Ta Mok lari ke daerah hutan sambil membawa Pol Pot setelah sebuah serangan pemerintah yang baru. Beberapa hari kemudian, pada 15 April 1998, Pol Pot meninggal - kabarnya akibat serangan jantung. Jasadnya kemudian dibakar di wilayah pedesaan, disaksikan oleh beberapa anggota eks-Khmer Merah. POLPOT sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Pol_Pot |
Klik disini untuk dukungan UNICEF di Indonesia
Last edited by Kaisar-Selatan; 12th January 2009 at 21:20.. |
12th January 2009, 21:39 |
#7
|
Mania Member
|
Khmer Merah (seringkali disebut Khmer Rouge, yang merupakan namanya dalam Bahasa Perancis) adalah cabang militer Partai Komunis Kampuchea (nama Kamboja kala itu). Khmer adalah nama suku bangsa yang mendiami negara ini.
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, Khmer Merah melaksanakan perang gerilya melawan rezim Pangeran Shihanouk dan Jendral Lon Nol. Pada bulan April 1975, Khmer Merah yang dipimpin oleh Pol Pot berhasil menggulingkan kekuasaan dan menjadi pemimpin Kamboja. Ia memerintah sampai tahun 1979 dan dalam masa pemerintahannya, terjadi pembunuhan massal terhadap kaum intelektual dan lain-lain. Setelah diusir oleh orang Vietnam, Khmer Merah masih bercokol di daerah hutan di Kamboja. Pada dasawarsa 1990-an, Khmer Merah mengundurkan diri ke pegunungan Dongrek. Sudah sekian lama PBB mencoba mendirikan sebuah tribunal untuk mengadili para anggota Khmer Merah. Tetapi upaya ini secara kontinu dijegali oleh banyak politisi Kamboja karena banyak yang memiliki hubungan dengan Khmer Merah. Akhirnya dicapai kompromi pada tanggal 3 Oktober 2004 di mana akhirnya pemerintah mendukung didirikannya sebuah tribunal. Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Khmer_Merah" |
Klik disini untuk dukungan UNICEF di Indonesia
|
12th January 2009, 21:42 |
#8
|
Mania Member
|
Pada tanggal 9 November 1953, Perancis melepaskan Kamboja untuk menjadi sebuah negara merdeka. Dan Raja Norodom Sihanouk kembali ke Kamboja.
Pada tahun 1955, untuk melepaskan dirinya dari segala bentuk pelarangan yang di buat untuk raja oleh perundang-undangan Kamboja, Norodom Sihanouk melepaskan tahta kerajaan yang di turunkan dari ayahnya, Norodom Suramarit, dan memasuki dunia politik. Selama pemilihan berturut-turut, pada tahun 1955,1958, 1962 dan 1966, partai dari Norodom Sihanouk selalu memenangkan setiap bangku di parlemen. Pada bulan Maret 1969, Pesawat Amerika mulai membom Kamboja untuk menghalangi jejak dan penyusupan dari tentara Vietkong. Pengeboman tersebut berakhir sampai tahun 1973. Pada tahun 1970, ketika Norodom Sihanouk sedang berada di Moskow dalam sebuah kunjungan kenegaraan, Marsekal Lon Nol melakukan sebuah kudeta di Phnom Penh. Lon Nol menghapus bentuk kerajaan dan menyatakan Kamboja sebagai sebuah negara republik. Norodom Sihanouk memilih untuk tetap tinggal di Peking, ia memimpin pemerintahan dalam pelarian dan Bangsa Khmer Merah merupakan bagian dari pemerintahan tersebut. Selama beberapa tahun, Khmer Merah makin lama makin menaklukkan dan menguasai wilayah Kamboja, sampai pada akhirnya hanya Phnom Penh yang tersisa di bawah kekuasaan pemerintahan Lon Nol. Pada tanggal 17 April 1975, Khmer merah masuk ke dalam kota Phnom Penh. Dalam beberapa hari, mereka menghukum mati sejumlah besar bangsa kamboja yang tadinya bergabung dengan rezim Lon Nol. Lebih dari 2 juta penduduk Phnom Phen terpaksa keluar dari kota dan pindah kedaerah-daerah penampungan. Phnom Phen menjadi kota mati. Seluruh perekonomian di seluruh negeri berubah di bawah garis keras komunis, Uang sudah hilang dari peredaran. Akibat dari semua itu adalah terjadinya kelaparan dan wabah penyakit di daerah tersebut. Selama 44 bulan, lebih dari jutaan orang kamboja menjadi korban dan teror dari kelompok khmer merah. Para pengungsi yang berhasil lari ke Thailand menceritakan kekejaman dari hal yang paling buruk yaitu Menghukum mati anak-anak, karena hanya mereka tidak lahir dari keluarga petani dan juga orang vietnam atau orang asli Cina turut di teror dan di bunuh. Siapapun yang di sangka merupakan orang yang berpendidikan, atau menjadi angota dari keluarga pedagang pasti di bunuh dengan cara di pukul sampai mati, bukan dengan di tembak untuk menghemat amunisi mereka. Pada tanggal 25 Desember 1978, setelah beberapa pelanggaran terjadi di perbatasan antara kamboja dan vietnam, tentara Vietnam menyerang kamboja. Pada tanggal 7 Januari 1979, pasukan Vietnam menduduki Phnom Penh. Pemerintahan Vietnam yang bersahabat ditempatkan disana, Heng Samrin, Seorang tentara gerilya Khmer merah merupakan orang yang pertama kali melarikan diri ke vietnam, memproklamirkan diri sebagai Presiden. Pemerintahan baru Kamboja tersebut tidak di akui dan di kenal oleh negara-negara Barat. Pada tahun 1982, Tiga kelompok partai yang masih bertahan di Kamboja yaitu Khmer Merah, dan Front kemerdekaan nasional, netral, kedamaian dan kerja sama Kamboja (FUNCINPEC) dari pangeran Sihanouk, serta Front nasional kebebasan orang-orang Khmer yang dipimpin oleh perdana menteri yang terdahulu yaitu Son Sann, membentuk koalisi yang bertujuan untuk memaksa keluar tentara Vietnam. Pada tahun 1989, pasukan tentara Vietnam mundur dari Kamboja. Pada tanggal 23 Oktober 1991, pemerintahan sebelumnya ditempatkan di Phnom Penh oleh Pemerintahan Vietnam, bersama-sama dengan koalisi dari partai yang masih bertahan, di antara partai itu terdapat Khmer Merah yang menandatangani perjanjian damai di Paris, Perancis. Tiga minggu kemudian, tepatnya pada tanggal 14 November 1991, Pangeran Sihanouk kembali ke Phnom Penh. Penduduk kota menyambutnya dengan sangat antusias. Pada tahun 1992, Penguasa Sementara di Kamboja di bawah PBB (UNTAC) ,mengambil alih pemerintahan dari negara ini. Khmer Merah tidak mematuhi pada perjanjian Paris yang menetapkan gencatan senjata. Pada 23 Mei 1993, dalam pemilihan untuk membentuk perundang-undangan, yang di awasi oleh PBB, FUNCINPEC memenangkan 45 % suara, Partai masyarakat Kamboja dari pemerintahan yang berada di tangan Vietnam mendapatkan 38 % suara. FUNCINPEC dan CPP setuju untuk membentuk pemerintaan koalisi. sumber : http://www.asiamaya.com/panduasia/ca...d/ec-lan23.htm |
Klik disini untuk dukungan UNICEF di Indonesia
|
12th January 2009, 22:54 |
#9
|
Groupie Member
|
gw inget cuplikannya pilem The Killing Fields produksi tahun 70an ntu, di Metro..
waktu itu tokoh utamanya terpeleset di sebuah kolam...waktu dia noleh... ternyata yang dia lihat adalah.....mayat teronggok......bertumpuk2...hiks... sayang gw atopun momod Leo belom nemu pilemnya d lapak dvd... ntar deh kalo dapet pasti gw share di sini...ati di ForFil aja ya????? |
Aniki, sei il mio eroe
|
12th January 2009, 22:55 |
#10
|
Groupie Member
|
gw inget cuplikannya pilem The Killing Fields produksi tahun 70an ntu, di Metro..
waktu itu tokoh utamanya terpeleset di sebuah kolam...waktu dia noleh... ternyata yang dia lihat adalah.....mayat teronggok......bertumpuk2...hiks... sayang gw atopun momod Leo belom nemu pilemnya d lapak dvd... ntar deh kalo dapet pasti gw share di sini...atau di ForFil aja ya????? |
Aniki, sei il mio eroe
|
detikNews
- detikNews · Berita · Internasional · Kolom · Wawancara · Lapsus · Tokoh · Pro Kontra · Profil · Indeks
- detikSport · Basket · MotoGP · F1 · Raket · Sepakbola · Sport Lain · Galeri · Profil · Fans Area · Indeks
- Sepakbola · Italia · Inggris · Spanyol · Jerman · Indonesia · Uefa · Bola Dunia · Fans Area · Indeks
- detikOto · Mobil · Motor · Modifikasi · Tips & Trik · Konsultasi · Komunitas · OtoTest · Galeri · Video · Forum · Indeks
- detikHot · Celebs · Music · Movie · Art · Gallery · Profile · KPOP · Forum · Indeks
- detikInet · News · Gadget · Games · Fotostop · Klinik IT · Ngopi · Produk Pilihan · Forum · Indeks
- detikFinance · Ekonomi Bisnis · Finansial · Properti · Energi · Industri · Sosok · Peluang Usaha · Pajak · Konsultasi · Foto · TV · Indeks
- detikHealth · Health News · Sexual Health · Diet · Ibu & Anak · Konsultasi · Health Calculator · Foto Balita · Bank Nama Bayi
- detikTravel · Travel News · Destinations · Photos · d'Trips · Hotels · Flights · ACI · d'Travelers Stories
- Wolipop · Fashion · Photos · Beauty · Love & Sex · Home & Family · Wedding · Entertainment · Sale & Shop · Hot Guide · d'Lounge · Indeks
- detikFood · Resep · Tempat Makan · Kabar Kuliner · Halal · Komunitas · Forum · Konsultasi · Galeri · Indeks
- detikSurabaya · Berita · Bisnis · Society · Foto · TV · Indeks
- detikBandung · News · Sosok · Info · Pengalaman Anda · Lifestyle · Iklan Baris · Foto · TV · Info Iklan · Forum · Indeks
Iklan Baris · Blog · Forum · adPoint · Seremonia · Sindikasi · Info Iklan · Suara Pembaca · Surat dari Buncit · detikTV · Cari Alamat
Copyright © 2019 detikcom, All Rights Reserved · Redaksi · Pedoman Media Siber · Karir · Kotak Pos · Info Iklan · Disclaimer